Mohon tunggu...
Wiwin Winarty
Wiwin Winarty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo its wiwin

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Pergantian Tahun Bersama Keluarga

7 Januari 2025   09:50 Diperbarui: 7 Januari 2025   09:50 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam tahun baru selalu menjadi momen istimewa yang dinantikan, waktu yang pas untuk berkumpul dan merayakan bersama orang-orang tercinta. Biasanya, momen ini diisi dengan pesta besar atau perjalanan ke tempat-tempat khusus. Namun, tahun ini saya dan keluarga memilih cara yang sederhana namun tetap penuh makna, makan malam bersama di rumah sambil menunggu detik-detik pergantian tahun. Kami tak merencanakan hal yang spektakuler, namun kebahagiaan dan kehangatan keluarga sudah cukup menjadi bahan bakar untuk merayakan malam itu. Tetapi, siapa sangka bahwa malam yang awalnya tampak biasa akan dipenuhi dengan kejadian tak terduga yang menjadikan malam tersebut sangat berkesan.

Segalanya bermula beberapa hari sebelum malam tahun baru. Saya dan saudara saya yang sekaligus sahabat dekat, Dinda, berencana untuk mengadakan acara bakar-bakaran kecil di rumah. Dinda, yang tengah hamil anak pertamanya, tidak bisa menyembunyikan antusiasmenya. "Kita harus bikin acara tahun baru yang beda, meskipun cuma sederhana. Rasanya seru kalau kita bakar-bakaran," katanya dengan wajah ceria. Dinda memang selalu penuh semangat, dan meski kehamilannya membuatnya sedikit lebih cepat lelah, ia tetap berusaha untuk terlibat aktif dalam segala hal. Semangat Dinda menular pada saya, membuat kami berdua semakin bersemangat untuk merencanakan acara kecil tersebut.

Dinda, yang sejak awal sudah sangat antusias, mulai merancang segala sesuatunya dengan detail. "Kita harus bakar jagung, sosis, ayam panggang, dan ada juga frozen food, biar lebih praktis," katanya sambil memeriksa daftar bahan yang harus dibeli. Saya yang biasanya lebih suka menikmati kebersamaan tanpa terlalu banyak rencana, kali ini merasa terseret dalam semangat Dinda yang begitu menyala. "Aku bawa panggangannya, kamu tinggal bantu beli bahannya!" Dinda melanjutkan sambil menyusun rencana belanja. Saya mengangguk dan mulai berpikir bagaimana mengajak saudara-saudara lain untuk ikut serta dalam acara ini, supaya suasananya lebih meriah. Namun, yang terjadi justru jauh dari harapan.

Meskipun saya sudah mencoba menghubungi beberapa saudara untuk mengajak mereka bergabung, respons yang diterima sangat lambat dan cenderung tidak pasti. Beberapa dari mereka mengatakan bahwa mereka masih memiliki pekerjaan atau aktivitas lain hingga sore, sementara yang lainnya hanya memberikan jawaban yang menggantung. "Nanti kabarin, ya," kata salah satu dari mereka tanpa kepastian. Rencana yang tadinya akan diisi dengan kebersamaan keluarga besar, kini perlahan terasa sepi. Meski demikian, saya dan Dinda tetap optimis. "Gak masalah, yang penting kita tetap seru-seruan, siapa pun yang ikut," kata Dinda, mengingatkan saya untuk tidak terlalu memikirkan ketidakhadiran mereka. Kami percaya bahwa yang terpenting adalah semangat dan kebersamaan yang kami miliki.

Hari itu pun berlalu, dan saat malam tiba, saya merasa sedikit kelelahan setelah seharian sibuk membantu orang tua mempersiapkan makan malam. Saya pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di kamar. "Bangunin aku kalau udah mulai, ya," kata saya kepada Dinda sebelum menutup pintu kamar dan menikmati waktu santai dengan earphone di telinga. Namun, setelah beberapa saat, saya terlelap. Tanpa saya duga, Dinda yang tak sabar mulai memanggil saya dari luar, namun saya tidak merespon karena tidak mendengar suara panggilan tersebut. Situasi semakin tegang ketika Dinda, yang sudah kesal, akhirnya nekat memanjat jendela kamar saya karena pintu rumah terkunci. Ini adalah momen yang tak akan saya lupakan dalam malam tahun baru ini.

Tanggal 31 Desember, pagi hari, saya dan Dinda memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan santai di sekitaran rumah. Kami tinggal di sebuah desa kecil yang mulai dihiasi dengan ornamen-ornamen tahun baru. Angin pagi yang sejuk menyapa wajah kami, sementara suasana yang tenang membuat segalanya terasa begitu damai. Setiap sudut desa tampak penuh warna, dengan lampu-lampu kecil yang menghiasi rumah-rumah penduduk dan pohon-pohon yang dihiasi hiasan Natal yang masih tersisa. Dinda berjalan di samping saya, wajahnya berseri-seri meski ia terlihat agak lelah. "Bentar lagi aku punya anak, ya," ujarnya sambil tersenyum. Saya mengangguk, ikut merasakan kebahagiaannya. Ia baru memasuki trimester ketiga kehamilannya, dan antusiasme serta kebahagiaannya sangat terasa, bahkan di tengah perjalanan santai ini.

Kami berbincang tentang banyak hal. Di tengah obrolan ringan itu, Dinda sempat menyebutkan tentang acara malam nanti. Sejak awal kami memang sudah merencanakan untuk mengadakan bakar-bakaran kecil di halaman belakang rumah. Namun, meskipun semangat kami berdua sangat besar, kami merasa khawatir karena saudara-saudara lain belum memberikan kepastian apakah mereka bisa datang atau tidak. "Kalau pun cuma kita berdua yang jadi bakar-bakaran, gak apa-apa, kan?" tanya Dinda, memecah keheningan yang sempat menyelimuti kami. Saya hanya tersenyum dan mengangguk. Toh, bagaimanapun, malam tahun baru adalah momen yang harus dirayakan, dan yang terpenting adalah bersama orang-orang yang kita sayangi. Saya yakin, meski hanya berdua, malam itu tetap akan penuh makna.

Setelah berjalan-jalan, kami pun pulang dan langsung berbaur dengan orang tua untuk mempersiapkan makan malam. Rumah kami yang sederhana menjadi sangat ramai dengan kehadiran keluarga. Ibu saya sibuk di dapur, menyiapkan berbagai hidangan khas malam tahun baru, sementara saya membantu memotong sayuran. Dinda, meski sedang hamil, tetap dengan semangatnya mengatur meja makan dan menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Tawa dan canda di antara kami membuat suasana menjadi begitu hangat dan menyenangkan. Meski lelah, saya merasa sangat bersyukur bisa merasakan kebersamaan ini. Dinda, yang biasanya lebih suka menghabiskan waktu dengan suaminya, tampak bahagia bisa menghabiskan waktu bersama keluarga besar.

Meskipun kami sudah mempersiapkan semuanya dengan matang, satu hal yang masih menggantung adalah kepastian mengenai acara bakar-bakaran. Saudara-saudara lain yang kami undang belum memberi kabar pasti, dan waktu terus berjalan. Pukul sudah menunjukkan sore, dan saya mulai merasa kelelahan setelah seharian sibuk. Menyadari bahwa saya belum cukup istirahat, saya pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di kamar. "Bangunin aku kalau udah mau mulai, ya," pesan saya pada Dinda, yang masih sibuk mengatur segala persiapan. Dinda mengangguk setuju, dan saya pun menutup pintu kamar, memasang earphone, dan mulai mendengarkan musik untuk menghilangkan rasa lelah yang mulai menyerang tubuh saya.

Namun, ternyata apa yang saya kira akan menjadi istirahat singkat, justru berakhir dengan tidur nyenyak. Saya tak menyadari betapa lama saya tertidur. Suasana rumah yang semula ramai mulai terasa sepi, dan saya tenggelam dalam mimpi. Tiba-tiba, suara gaduh dari luar kamar membangunkan saya. Ada suara memanggil-manggil nama saya. "Eh, Dinda sudah selesai dengan semua persiapan?" pikir saya. Saya mencoba membuka mata, tapi suara itu terdengar samar karena saya masih memakai earphone. Berulang kali saya mendengar suara itu, tetapi saya tak segera menanggapinya, karena rasa lelah yang menyerang.

Suara itu semakin jelas, dan akhirnya saya sadar bahwa itu adalah suara Dinda yang memanggil-manggil nama saya dari luar kamar. Kebiasaan saya yang hampir selalu menggunakan earphone di rumah membuat saya tidak merespons dengan cepat. Keheranan saya berubah menjadi panik saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Saya pun segera mencabut earphone dan membuka mata, hanya untuk melihat sosok Dinda yang, dengan cara yang sangat nekat, sudah memanjat jendela kamar saya.

"Dinda! Kamu ngapain?" tanya saya, benar-benar terkejut. Saya merasa sangat khawatir karena ia sedang hamil. Bayangkan saja, tubuhnya yang semakin membesar harus memanjat jendela yang tidak terlalu tinggi, tapi cukup berisiko. Dinda tampak kesal dan agak kecewa. "Ya gimana lagi? Kamu gak jawab, pintu dikunci, aku udah gak sabar!" ujarnya dengan nada kesal. Kekesalannya bukan hanya kepada saya yang tertidur lelap, tetapi juga kepada saudara-saudara lain yang belum memberikan kepastian apakah mereka akan ikut acara bakar-bakaran atau tidak.

Saya langsung merasa bersalah dan cemas, tapi Dinda yang selalu penuh semangat tidak terlalu mempedulikan hal itu. "Udah, kita bakar-bakaran berdua aja! Yang penting ada acara!" katanya tegas. Saya tahu betul betapa pentingnya momen tahun baru bagi Dinda. Ia ingin merayakannya dengan cara yang spesial meski keadaan sedang tidak sempurna. Dalam keadaan sedikit panik karena ketegangan dan kelelahan, saya tak bisa menolak ajakannya. Kami pun bergegas menyiapkan segala sesuatunya meskipun waktu sudah semakin malam. Kami memutuskan untuk pergi membeli bahan-bahan makanan dan minuman di toko yang masih buka.

Untungnya, ada sebuah minimarket kecil yang masih buka hingga malam. Kami membeli berbagai bahan makanan beku seperti sosis, nugget, dan ayam yang tinggal dipanggang. Meski acara bakar-bakaran kali ini sangat mendadak, saya bisa merasakan semangat Dinda yang menular. Kami pulang dengan langkah cepat, membawa semua bahan yang diperlukan. Di halaman belakang rumah, kami menyalakan panggangan kecil dan mulai memanggang makanan. Dinda yang masih tampak kelelahan tapi bersemangat tetap menghibur saya dengan cerita-cerita lucu. Walau hanya berdua, kami menikmati momen itu dengan penuh tawa dan kebahagiaan.

"Kadang, gak perlu ramai-ramai ya buat bahagia" kata Dinda sambil tersenyum. Saya mengangguk setuju. 

Setelah acara bakar-bakar kami selesai, kami pun kembali ke dalam rumah dan bergabung dengan anggota keluarga yang lain. Acara karaoke keluarga pun dimulai. Kami menyanyikan lagu-lagu favorit, bercanda gurau, dan merayakan detik-detik terakhir di tahun lama. Tawa kami mengisi ruangan yang hangat, dan seketika perasaan lelah dan cemas yang sempat ada pun hilang. Tepat pada pukul 12 malam, saudara-saudara lain yang datang sempat pulang lebih dulu untuk mengambil petasan besar. Kami pun menyaksikan kembang api dan petasan yang meriah di luar rumah, disertai dengan ucapan selamat tahun baru.

Malam itu akhirnya berakhir dengan sukacita dan kebahagiaan yang melimpah. Bakar-bakaran yang semula hanya direncanakan sebagai acara kecil yang sederhana, berawal dengan hanya saya dan Dinda, akhirnya berubah menjadi kenangan indah yang tak terlupakan. Meski sempat ada kebingungan dan ketidakpastian terutama soal siapa saja yang akan datang atau tidak semua itu justru menambah nilai sentimental pada malam tersebut. Kami semua merayakan pergantian tahun dengan tawa, cerita, dan kebersamaan yang terasa begitu berarti. Tanpa disadari, momen sederhana itu malah menjadi sangat istimewa. Kami merasakan kehangatan bukan hanya dari api yang menyala di panggangan, tetapi juga dari hati-hati yang terhubung, saling mendukung, dan berbagi kebahagiaan.

Begitu banyak hal tak terduga yang terjadi malam itu. Kejadian-kejadian kecil yang semula tampak sepele, seperti saya yang tertidur terlalu lama atau Dinda yang nekat memanjat jendela, malah mempererat hubungan kami. Meskipun ada momen-momen kekesalan dan kelelahan, semuanya akhirnya membawa kami pada satu kesimpulan: malam itu bukan hanya tentang pesta, makan enak, atau kembang api yang meledak di langit. Tahun baru kali ini mengajarkan kami untuk menghargai setiap detik yang kami habiskan bersama. Tahun baru bukan hanya soal resolusi atau perayaan besar, tetapi tentang cinta, kebersamaan, dan menyadari betapa berharganya setiap momen yang ada, sekecil apapun itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun