Hari pertama bekerja adalah hal yang paling ditunggu. Aku disambut baik oleh kepala Puskesmas, dikenalkan kepada seluruh karyawan Puskesmas sebagai Tenaga Sanitasi Lingkungan dengan tugas pokok yang termaktub dalam Permenkes No. 13 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas yaitu: melakukan konseling terhadap pasien yang memiliki penyakit berbasis lingkungan (seperti diare, TB paru, dll); Inspeksi Kesehatan Lingkungan (kegiatan pemeriksaan dan pengamatan secara langsung terhadap media lingkungan); dan Intervensi Kesehatan Lingkungan (tindakan penyehatan, pengamanan, dan pengendalian untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial). Tujuannya adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan hingga pelosok Tanah Air. Akupun diamanahkan untuk menjadi koordinator program penyehatan lingkungan, dalam hal ini yang kutangkap dari beberapa rekan kerjaku dan Kepala Puskesmas memiliki harapan besar padaku untuk bisa mendorong peningkatan aspek sanitasi baik di lingkungan internal Puskesmas itu sendiri dan masyarakat wilayah kerja Puskesmas. Meski ini adalah pengalaman pertamaku dalam bekerja, tentu sempat terbesit perasaan ragu dan berpikir apakah aku bisa memegang amanah ini. Namun lagi-lagi keyakinan ku lebih teguh daripada keraguanku. Sungguh amanah yang luar biasa!
Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) yang Pertama
Lalu apa yang pertama kali aku lakukan setelah mengetahui medan perang ini? IKL pertama yang aku lakukan di bulan pertama bekerja adalah IKL pada Tempat Pengelolaan Pangan (TPP), saat itu bersamaan dengan pos market Nataru (Natal dan Tahun Baru) 2023. Pos market merupakan program kerja tambahan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Garut untuk mengawasai TPP menjelang hari raya besar, utamanya pengecekan kadaluarsa dan label palsu pada makanan kemasan. Saat bersiap melakukan hal tersebut sebagai tugas pertamaku, terdapat penolakan yang terjadi di lingkungan Puskesmas terutama oleh rekan kerjaku sendiri. Hal itu karena ucapnya tidak pernah ada dukungan untuk melakukan program ini, dalam artian mau dilakukan ataupun tidak, tidak akan jadi masalah.
Perizinan dan dukungan dari Kepala Puskesmas sudah didapat, selanjutnya perizinan dengan lintas sektor. Namun pada tahap ini, rekan kerjaku menyarankan untuk melakukan tanpa lintas sektor karena beberapa hal. Akhirnya aku mengambil jalan tengah agar kegiatan pengabdian pada masyarakat ini tetap bisa berjalan, aku berdiskusi dengan Bidang Kesehatan Masyarakat Subkoord Kesling Kesjaor untuk melakukan program ini tanpa lintas sektor, dan berterus terang tentang kesulitan yang terjadi. Izin tersebut akhirnya diberikan oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Subkoord Kesling Kesjaor karena beberapa pertimbangan dan juga dengan catatan, di pos market berikutnya diupayakan untuk melibatkan linsek. Dengan izin tersebut, kami melakukan pengawasan pada 5 TPP dalam satu desa saja, karena memang yang jadi prioritas tahun itu adalah warung agen besar di jalan utama provinsi, tempat paling banyak dikunjungi oleh banyak orang atau pun pendatang.
Masyarakat menyambut baik program ini, mempersilakan kami mengecek barang dagangannya. Hasilnya pada setiap TPP yang kami kunjungi terdapat setidaknya 50 barang kadaluarsa yang harus dimusnahkan. Namun karena keterbatasan izin pemusnahan tersebut, aku dan para pemilik TPP bersepakat untuk memisahkan barang tersebut untuk tidak dijual dan sebagian bisa di tukar kepada distributor/ produsen lainnya, serta siasanya di musnahkan sendiri. Kami akan datang dalam 3 hari lagi, melihat apakah hal tersebut sudah dilakukan atau belum. Kegiatan tersebut pun terlaksana dan terlaporkan dengan baik, hal-hal yang kurang menjadi catatan pribadi agar di pos market berikutnya bisa lebih maksimal. Kegiatan pos market berikutnya yakni pada hari raya idul fitri 2023, Nataru 2023, dan hari raya idul fitri 2024, aku berhasil melakukan advokasi dan komunikasi kepada seluruh lintas sektor (Kepala Desa, Camat, Kapolsek, dan Babinsa). Sehingga dalam kegiatan pos market selanjutnya aku di dampingi oleh lintas sektor.
Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) di Sekolah
Saat aku melakukan IKL di salah satu SMP (Sekolah Menengah Pertama) untuk memantau kondisi lingkungan meliputi kondisi fisik bangunan, fisik lingkungan seperti pencahayaan, kebisingan, suhu, dan kelembaban, juga kualitas air secara mikrobiologi kimia dan fisika. Ketika melaksanakan IKL, banyak siswa yang menghampiri dan bertanya tentang apa yang aku lakukan, selagi menjelaskan, aku bertanya tentang materi sanitasi dasar di sekolah seperti cuci tangan pakai sabun, namun ternyata materi tersebut belum sampai kepada mereka. Untuk itu, aku memutuskan melakukan IKL ditambahkan dengan penyuluhan HSS (Higiene Sanitasi Sekolah) di setiap sekolah. Sebenarnya, bukan hal sulit untuk melakukan penyuluhan tersebut. Apalagi saat melihat kenyataan calon penerus bangsa ini tidak tahu mengenai hal dasar pada aspek sanitasi ini. Meski kegiatan ini justru membuat banyak resiko tambahan jika dilakukan pada beberapa sekolah yang sangat sulit aksesnya, namun itu tidak mengurungkan niatku untuk tetap menyampaikan penyuluhan ini.
Konseling dan Intervensi Kesehatan Penyakit Berbasis Lingkungan
Perjalanan pengabdian ini tidak berhenti, dalam profesiku terdapat pula tugas konseling kesehatan, apabila penyakit pasien tersebut bagian dari penyakit berbasis lingkungan, termasuk stunting yang menjadi program prioritas nasional tahun 2023. Stunting dalam ilmu sanitasi atau kesehatan lingkungan erat kaitannya dengan kondisi mikrobiologis pada air bersih dan air minum. Suatu waktu ada balita A yang memiliki status gizi kurang, dan stunting. Namun seiring berjalannya waktu, kondisinya memburuk sehingga mempengaruhi status gizinya menjadi gizi buruk. Saat itu kejadian seperti ini tidak bisa di prediksi, sehingga untuk melaksanakan intervensi tersebut beberapa plan harus diundur. Aku berangkat bersama rekan profesi dan lintas sektor yaitu ahli gizi, bidan desa, tenaga promosi kesehatan, Kepala Puskesmas, dan Dinas Sosial setempat.
Sesampainya di lokasi, aku melakukan kegiatan pengambilan sampel air bersih dan air minum secara mikrobiologis, pemeriksaan kondisi air secara fisika, dan inspeksi sanitasi rumah. Kondisi sanitasi rumahnya sangat memprihatinkan, rumah dari balita ini tidak memiliki jamban sendiri, sehingga harus menumpang pada rumah saudaranya yang terletak tepat berada di sebelahnya. Sumber air untuk keperluan higiene sanitasi dan minum berasal dari sungai, dimana pengolahannya hanya dengan dimasak sebelum diminum. Hasil dari pemeriksaan mikrobiologi air ini baru terlihat 2x24 jam, maka saat di lokasi aku melakukan penyuluhan mengenai aspek sanitasi lainnya. Setelah 2x24 jam, kami datang kembali untuk melakukan menyampaikan hasil dari pemeriksaan ini. Ternyata baik air bersih maupun air minumnya tidak memenuhi syarat secara mikrobiologi, kimia dan fisika. Sungguh kejadian yang sangat ironi, ternyata hal ini bisa terjadi pada masyarakat rentan dan beresiko tinggi menyebabkan anak tersebut tidak tumbuh optimal menyebabkan mereka masuk dalam kategori balita gizi buruk, atau balita dengan masalah gizi lainnya. Tentu ini bukanlah faktor utama, tapi salah satu faktor penentu juga apabila masalah ini ditemukan pada anak maka akan mudah pula anak ini terkena penyakit lain. Meski begitu sebagai bagian dari pengabdian ini, beberapa hal tersebut masuk dalam materi penyuluhan tambahan yang disiapkan Puskesmas. Tidak hanya dengan penyuluhan, kondisi seperti ini tentu perlu di ubah dengan bantuan lintas sektor. Dalam hal ini upaya yang aku lakukan untuk mencari dukungan dari pemerintah daerah setempat dengan menyampaikan hasil temuan pada kesempatan loka karya mini lintas sektor, atau kegiatan musyawarah rencana pembangunan desa setiap tahunnya.