“Melihat keadaanku yang seperti ini dan kemari diantar anak-anak Rohis itu, kamu tidak curiga pada aku dan mereka??“.
“Tidak, untuk apa curiga?“.
“Sedikitpun?“.
”Iya, ana tidak curiga sedikitpun. Karena ana mengenal siapa mereka. Mereka tidak mungkin melakukannya. Lagi pula, mereka tadi habis menghadiri sebuah acara untuk membawakan nasyid dan disiarkan langsung di TV, tampil pada pembukaan dan penutupan. Acaranya saja selesai 30 menit yang lalu. Jarak dari sana kesini 20 menit. Mana mungkin dalam waktu 10 menit mereka mampu membuat anti babak belur kayak gini? Dan juga,ana tau anti gadis baik-baik“.
Woooooww, salut!!!
Setelah memarku diobati, dipinjami kain panjang yang indah, juga diberi makan, aku diantar pulang. Bukan lagi oleh Aldo Cs, tapi oleh Nabila dan abangnya. Aku berterimakasih pada Aldo Cs, juga pada Nabila untuk sebelum dan sesudahnya. Nabila anak yang menyenangkan, santun, dan juga ceria. Kami langsung akrab. Sebelum turun dari mobil, kami tukar nomor hape. Oh,, hari ini sungguh penuh kejutan.
Siang ini sepulang sekolah, aku ada janji dengan Nabila. Dia mengajakku ikut kajian yang diadakan anak-anak Rohis. Upz, kamu jangan kaget, aku ikut dia cuma sebagai balas budi. Cuma sekali ini dan tak akan lagi. Canggung juga sih dengan keadaan yang seperti ini. Tapi anehnya, ketika menjalani, ternyata semua sungguh tak seperti yang aku duga. Anak-anak Rohis itu sungguh membuatku merasa sangat nyaman. Mereka sangat menyenangkan dan tidak pernah membedakanku. Kami langsung akrab. Bahkan kini aku punya nama panggilan baru. “Ukhti Alya“. Bagus kan? Aku tahu. Sepertinya aku akan menarik omonganku sebelum kemari tadi. Ya, sepertinya aku akan kesini lagi besok, besok, dan besoknya lagi.
Aku akan bertekad bulat. Aku merasa ini saatnya. Ya, saat untukku berhijab. Dua bulan mengikuti kegiatan keislaman membuatku sadar. Sadar bahwa duniaku selama ini adalah dunia salah. Dan saatnya untuk berbenah. Teman-temanku masih sulit menerima perubahanku. Mereka jadi sedikit menjauhiku. Hanya teman-teman Rohis yang masih mau bersama denganku. Iih biar saja. Kini sudah tak ada lagi Rose si MODEL TOP, si Penyanyi Pop, si Pemandu Sorak. Kini yang ada adalah Ukhti Alya si Jilbaber yang menjadi juara tunggal di SMAN 78 Jakarta. Ya, biar saja, waktu akan mengubah segalanya. . .
Malam ini aku sangat menderita. Seluruh tubuhku merasakan kesakitan yang menyiksa. Dokter mengatakan bahwa kankerku sudah stadium empat. Aku sungguh berat menerima semua ini. Ingin rasanya menangis. Aku benar-benar takut. Tapi aku teringat kata-kata Nabila 1 minggu yang lalu. Bahwa sejatinya kematian adalah kematian. Hanya saja ada 1001 cara untuk menuju ke sana. Dan itu harus dilewati tanpa ada pilihan. Seketika itu aku sadar. Dan kini aku tahu apa yang harus aku lakukan. Sholat sunnah 2 rakaat untuk ketenenangan jiwaku yang sedang tergoncang. Ba’da shalat segera kuambil ponselku. Kuminta maaf pada teman-temanku, juga guruku. Tak lupa aku meminta maaf pada orang tuaku. Mereka semua terharu. Semoga dengan air mata itu, bisa membuat mereka ikhlas memaafkan kesalahanku.
Kini aku merasa bahwa aku sudah dewasa. Lega rasanya. Menjalani kehidupan yang indah sesingkat ini. Ah, sudah malam. Sudah waktunya untuk tidur. Sebelum tidur aku berdoa. Aku tak tau sampai kapan aku bertahan. Tapi 1 pintaku, kapanpun itu. Semoga aku diperkenanankan ba’da dalam keadaan khusnul khotimah, dalam keadaan berislam, beriman, dan berihsan. Juga dalam ketulusan orang-orang yang kutinggalkan. Amin.
Ah........ Mata ini sudah terlalu berat. ‘‘Bismikallahuma ahya wabismika ammut‘‘.