Mohon tunggu...
Wina Ramadhani
Wina Ramadhani Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Bercita-cita untuk terus membaca.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Sheng Nu", Julukan dan Tekanan bagi Perempuan Lajang di China

30 Agustus 2021   16:24 Diperbarui: 31 Agustus 2021   07:17 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perempuan lajang di China|David Kristofer, unsplash.com

Pasar perjodohan di China| Dokumentasi Youtube: SK-II
Pasar perjodohan di China| Dokumentasi Youtube: SK-II

Bagaimana dengan Perempuan Lajang di Indonesia?

Para perempuan lajang di China kini mulai mencoba bangkit dan menghiraukan julukan sheng nu pada diri mereka. Beberapa mengajak orang tua untuk memahami pilihan yang mereka ambil. Lainnya, memilih untuk tetap berkarya tanpa memedulikan stigma. 

Lalu bagaimana dengan para perempuan lajang kita?

Di Indonesia, memang tidak ada julukan sheng nu, tapi mungkin Anda pernah mendengar julukan "perawan tua". Pertanyaan seperti "kapan menikah?" masih ada dan beredar di sekitar kalangan muda.

Alasan "susah punya anak kalau udah tua", juga masih diucapkan agar perempuan di Indonesia menikah di usia muda.

Padahal, memang ada sekian banyak pertimbangan dan alasan para perempuan muda untuk memilih melajang. Tentu, memilih pasangan tidak semudah "membeli gorengan".

Ada pertimbangan kebahagiaan, kecocokan, kemapanan, dan kesiapan mental untuk menikah. Dan pilihan-pilihan ini seharusnya tidak bisa digugat atau diusik dengan segala cemoohan atau julukan.

Alih-alih memberikan julukan dan menyarankan untuk segera menikah, alangkah baiknya kita mendorong penduduk muda, khususnya perempuan Indonesia untuk lebih berkembang dan berprestasi.

Membiarkan anak muda untuk bebas memilih kebahagiaannya juga merupakan jalan yang lebih menyenangkan ketimbang memberikan stigma pada mereka-mereka yang masih lajang.

Sumber: 

SK-II Youtube Video, Vice Asia Youtube Video, BBC, New York Times, University of British Columbia, Vogue, VOA Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun