Jemaah haji hadir dan berkumpul di Padang Arafah juga dengan mengenyampingkan status dan strata sosial. Mereka yang kaya dan miskin, tua dan muda, pejabat dan rakyat, dan lain-lain semua berbaur tanpa sekat menjadi satu.
Itulah egalitarianisme yang ada dalam ajaran Islam. Islam memandang pada hakikatnya manusia itu sama. Tak ada perbedaan satu sama lain. Tak ada strata sosial dan tak ada status sosial yang berbeda.
Dalam kehidupan sehari-hari strata sosial dan status sosial kadang membuat manusia tersekat-sekat satu sama lain. Strata sosial dan status sosial seringkali memisahkan kesejatian alias hakikat manusia sendiri.
Namun pada waktu wukuf di Padang Arafah, manusia seolah-olah diingatkan kembali agar tidak lupa diri, tidak lupa akan hakikat dirinya, bahwa pada dasarnya manusia tidak ada perbedaan satu sama lain. Semua manusia sama.
Siapa pun dia tanpa kecuali ketika waktu wukuf harus mau berpanas-panas ria merasakan sengatan matahari di Padang Arafah. Siapa pun dia tanpa kecuali ketika wukuf harus mengenakan dua helai kain putih tak berjahit.
Di Padang Arafah semua manusia berbaur menjadi satu. Baik dari Afrika, Amerika, Eropa, Asia, atau tempat lainnya bersatu dan berkumpul di Padang Arafah. Oleh karena itu momentum wukuf di Arafah seringkali pula disebut sebagai "pertemuan akbar" umat Islam dari seluruh dunia.
Dengan wukuf di Arafah diharapkan umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah haji menyadari kembali hakikat dirinya sebagai manusia, yaitu pada dasarnya derajat manusia itu sama. Tak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Ketika semua menyadari bahwa pada dasarnya hakikat manusia itu sama, maka tak akan ada lagi manusia yang merendahkan manusia lainnya. Tak akan ada lagi manusia yang merasa superior di atas manusia lainnya. Itulah ajaran kemanusiaan yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H