Sebut saja namanya Mukhlis. Mukhlis adalah seorang anak yatim. Mukhlis kehilangan kedua orang tuanya ketika masih sangat kecil. Kedua orang tua Mukhlis meninggal dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.
Setelah kematian kedua orang tuanya, Mukhlis dibawa oleh kakeknya yang tinggal di sebuah desa kecil yang cukup terpencil. Mukhlis diasuh dan dirawat oleh kakeknya.
Kakek Mukhlis bukanlah orang berada. Ia adalah seorang tukang kayu. Penghasilannya tidak seberapa. Ia tidak memiliki banyak uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Kehidupan kakek Mukhlis sangat sederhana.
Meskipun hidup dalam keterbatasan, kakek Mukhlis beruasaha memberikan yang terbaik untuk cucunya. Kakek Mukhlis berupaya memenuhi kebutuhan cucunya itu sejauh yang ia bisa.
Mukhlis sendiri tumbuh menjadi anak yang sehat dan tidak manja. Mukhlis sering membantu kakeknya. Termasuk Mukhlis sering membantu menjualkan buah kelapa dari beberapa pohon kelapa yang ada di sekitar rumah kakeknya.
Dari hasil penjualan buah kelapa itu Mukhlis mendapat "komisi" antara Rp. 5.000 s.d. Rp. 10.000. Tidak besar memang, tapi lumayan untuk uang jajan.
Namun tidak semua uang yang Mukhlis dapatkan digunakan untuk jajan. Mukhlis pasti menyisihkan sebagian uang itu untuk bersedekah atau berinfak. Kadang Mukhlis memberikan sedikit uangnya kepada anak lain yang sama sekali tidak punya uang untuk jajan atau berinfak dengan mengisi kotak amal yang ada di masjid.
Setiap bulan Ramadan, Mukhlis dan kakeknya pergi salat tarawih ke masjid bersama-sama dengan tetangga mereka. Mukhlis dan kakeknya bertemu dengan banyak warga desa lain yang salat tarawih di masjis itu.
Di suatu sore Mukhlis bermain kelereng di halaman rumah kakeknya sambil ngabuburit dengan teman-teman seusianya. Setelah beberapa lama Mukhlis dan teman-temannya itu duduk beristirahat sambil ngobrol di bawah pohon nangka.
Maklum sudah dekat waktu lebaran, hal yang diobrolkan anak-anak adalah  seputar baju lebaran. Anak bernama Umar mengatakan bahwa ibunya telah membelikan baju lebaran lengkap dengan sarung dan sajadahnya, serta sandal baru pada dua hari yang lalu.
Anak bernama Ali menimpali. Dirinya juga sudah punya baju lebaran. Ayahnya yang bekerja di kota telah membelikan baju lebaran tiga hari yang lalu.
Kemudian anak yang bernama Ridho juga tak mau kalah. Ridho menyebut bahwa baju lebarannya kali ini sangat bagus dan mahal. Baju lebaran itu pemberian dari pamannya yang baru pulang ibadah umrah.
Sementara itu Mukhlis hanya diam. Ia hanya menyimak pembicaraan teman-temannya yang terlihat senang dan gembira telah punya baju lebaran. Hanya Mukhlis yang belum punya baju lebaran.
Maklum, kakek Mukhlis tak punya cukup uang untuk membelikan cucunya itu baju lebaran. Penghasilan kakek Mukhlis yang tak seberapa hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Diam-diam kakek Mukhlis menguping pembicaraan anak-anak itu. Sebab kebetulan kakek Mukhlis sedang mengasah pisau di arah belakang anak-anak yang sedang mengobrol tersebut.
Kakek Mukhlis merasa sedih. Hatinya pilu karena tak mampu membelikan baju lebaran untuk cucu satu-satunya itu. Tak terasa air mata kakek Mukhlis jatuh bersamaan dengan tepukan tangan mungil di pundaknya.
Ternyata Mukhlis yang menepuk pundak si kakek. "Kenapa menangis Kek?", tanya Mukhlis. Si kakek menjawab, "Gak apa-apa Cu, hanya kelilipan debu". Jawab si kakek. Kakek Mukhlis tak mau berterus terang dengan apa yang ada dalam pikirannya.
Karena waktu sebentar lagi adzan maghrib, Mukhlis dan kakeknya kemudian bergegas masuk rumah. Mukhlis mengambil handuk untuk mandi dan si kakek ke dapur menyiapkan makanan seadanya untuk berbuka puasa.
Setelah berbuka puasa dengan air putih hangat, Mukhlis dan kakeknya kemudian salat maghrib berjamaah. Kemudian mereka berdua makan bersama-sama.
Setelah waktu isya tiba, Mukhlis dan kakeknya bergegas pergi ke masjid untuk melaksanakan salat isya berjamaah dan salat tarawih. Singkat cerita mereka pun selesai melaksanakan salat isya dan salat tarawih. Â
Ketika Mukhlis dan kakeknya akan keluar dari masjid untuk pulang, ada suara memanggil Mukhlis. Ternyata pa Haji yang rumahnya persis di depan masjid.
Pa Haji adalah orang kaya di kampung itu. Ia juga terkenal sebagai orang kaya yang dermawan.
Namanya dipanggil, Mukhlis pun menoleh dan menuju ke arah sumber suara. Di sana ada pa haji sedang berdiri sambil menenteng satu kantong besar.
Pa Haji kemudian memberikan kantong besar itu kepada Mukhlis. Ia bilang itu baju lebaran untuk Mukhlis dan kakeknya. Selain itu ada juga beberapa wadah kue lebaran.
Betapa senangnya Mukhlis dan kakeknya. Mukhlis pun mengucapkan terima kasih kepada pak Haji. Tak lupa Mukhlis berdo'a, "Jazakallahu bi ahsanil jaza".
Ternyata pak Haji memberikan hadiah kepada Mukhlis karena ia merasa tersentuh dengan apa yang dilakukan Mukhlis. Beberapa kali pa Haji melihat Mukhlis berinfak dengan mengisi kotak amal yang ada di masjid itu. Pa haji juga pernah melihat Mukhlis memberi uang jajan kepada temannya yang tak punya uang untuk jajan.
Padahal pa Haji juga tahu bahwa Mukhlis adalah anak yatim yang serba kekurangan. Kendati demikian, Mukhlis masih bisa menyisihkan uangnya untuk berinfak dan bersedekah.
Semoga kisah di atas jadi inspirasi bagi kita semua. Semoga bermanfaat. Â
#samber thr
#samber 2023 hari 9
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H