Patut disyukuri, sampai saat ini bantuan untuk para korban terdampak gempa Cianjur masih terus berdatangan. Baik dari lembaga/kelompok atau pun perorangan. Baik dari wilayah Cianjur sendiri atau daerah Jawa Barat. maupun dari daerah lainnya di luar Cianjur dan Jawa Barat.
Hal itu jadi sebuah indikasi bahwa rasa simpati dan empati masyarakat kita masih cukup tinggi. Paling tidak ketika melihat atau mendengar sesamanya mendapat musibah.
Bahkan di hari ke-6 (26/11) pasca terjadinya gempa, di banyak grup WA beredar informasi bahwa gudang penyimpanan barang pemerintah daerah sangat melimpah. Berpotensi over capacity.
Oleh karena itu dalam pesan yang beredar di banyak grup WA itu ada anjuran kepada para camat untuk mengajukan usulan bantuan logistik sebanyak-banyaknya untuk warga di wilayah masing-masing yang terdampak gempa. Usulan bantuan disesuaikan dengan kebutuhan warga.
Informasi atau pesan yang beredar di banyak grup WA itu jelas ditujukan kepada para camat yang ada di wilayah kecamatan yang terdampak gempa. Bukan ditujukan kepada perorangan atau lembaga/kelompok.
Sebelumnya dua hari pasca terjadinya gempa (23/11), masih di banyak grup WA beredar formulir surat permohonan bantuan untuk masyarakat luas. Permohonan ditujukan kepada Kepala Dinas Sosial Kabupaten Cianjur.
Dalam contoh formulir surat permohonan bantuan yang beredar itu ada syarat yang harus dipenuhi. Yaitu mencantumkan nama desa, RT/RW, jumlah pengungsi, dan daftar logistik yang dibutuhkan. Di bawahnya harus ada tanda tangan RT dan RW. Kemudian diketahui oleh kepala desa.
Tak lama kemudian, beredar pula di banyak grup WA sebuah video pendek, merespon syarat yang harus dipenuhi pemohon bantuan. Dalam video pendek itu nampak seorang warga, seorang laki-laki sedang duduk sambil menyampaikan narasi dalam bahasa Sunda mengenai prosedur pendistribusian bantuan kepada masyarakat.
Laki-laki itu mengklaim telah mengecek ke beberapa lokasi bencana dan melihat langsung kondisi para korban gempa yang sangat membutuhkan bantuan. Laki-laki itu meminta kepada pemerintah kabupaten Cianjur dan posko-posko yang menerima bantuan untuk segera mendistribusian bantuan kepada warga.
Laki-laki itu meminta agar pemerintah tidak mempersulit pendistribusian bantuan. Jangan terlalu prosedural, harus ada KTP dan KK (Kartu Keluarga) segala macam. Sebab bagi para korban gempa, jangankan mencari KTP dan KK, rumahnya juga roboh, hancur.
Apa yang disampaikan warga dalam video pendek itu mungkin ada benarnya. Sebab saya sendiri suatu waktu mendapat keluhan yang hampir sama dari seorang ketua RW (Rukun Warga).
Ketua RW itu menelpon, barangkali saya bisa membantu memberikan bantuan sembako atau apa pun untuk warganya yang ada di dua ke-RT-an. Saya jawab, bantuan yang saya berikan tidak banyak. Hanya cukup untuk 2-3 lokasi saja.
Kemudian saya menyarankan sang Ketua RW untuk mengajukan permohonan ke Posko atau lembaga penyalur bantuan. Kebutuhannya apa saja, rinci dalam surat permohonan resmi.
Apa jawab sang  RW? "Saya sudah melakukan apa yang disarankan. Surat juga ditandatangani oleh Ketua RT, Ketua RW, dan kepala desa. Namun usulan saya tidak dikabulkan". Begitu jawabnya.  Â
Bahkan lebih jauh lagi, sang Ketua RW justeru merasa "dipingpong". Menurut lembaga penyalur bantuan harus ke posko penyalur bantuan yang ada di sebelahnya. Sebaliknya, menurut posko penyalur bantuan harus ke lembaga penyalur bantuan yang ada di sebelahnya.
Akhirnya hasil "dipingpong" sang Ketua RW diberi dua dus mie instan. Sang Ketua RW komplain, masa untuk warga dua RT hanya dua dus mie instan? Pihak penyalur bantuan bilang bahwa masih banyak orang yang mengajukan bantuan. Agar ada pemerataan, tidak semua usulan warga dikabulkan.
Sang Ketua RW pun pulang dengan kecewa. Dia merasa tidak puas dengan kebijakan pihak penyalur bantuan itu.
Apa yang saya sampaikan di atas adalah sebuah gambaran, bahwa pendistribusian bantuan dari pihak penyalur bantuan kepada warga korban terkesan terlalu prosedural dan terlalu hati-hati.
Padahal untuk "verifikasi" pemohon bantuan agar tidak salah sasaran untuk saat ini sangatlah mudah. Cukup melakukan video call dengan Ketua RT atau Ketua RW (jika ada), termasuk para warga korban gempa lain yang bisa dihubungi, yang ada di lokasi pengungsian atau yang ada di dalam tenda.
Cara seperti itu anti ribet. Bahkan memudahkan bagi penyalur dan penerima bantuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H