Laki-laki itu mengklaim telah mengecek ke beberapa lokasi bencana dan melihat langsung kondisi para korban gempa yang sangat membutuhkan bantuan. Laki-laki itu meminta kepada pemerintah kabupaten Cianjur dan posko-posko yang menerima bantuan untuk segera mendistribusian bantuan kepada warga.
Laki-laki itu meminta agar pemerintah tidak mempersulit pendistribusian bantuan. Jangan terlalu prosedural, harus ada KTP dan KK (Kartu Keluarga) segala macam. Sebab bagi para korban gempa, jangankan mencari KTP dan KK, rumahnya juga roboh, hancur.
Apa yang disampaikan warga dalam video pendek itu mungkin ada benarnya. Sebab saya sendiri suatu waktu mendapat keluhan yang hampir sama dari seorang ketua RW (Rukun Warga).
Ketua RW itu menelpon, barangkali saya bisa membantu memberikan bantuan sembako atau apa pun untuk warganya yang ada di dua ke-RT-an. Saya jawab, bantuan yang saya berikan tidak banyak. Hanya cukup untuk 2-3 lokasi saja.
Kemudian saya menyarankan sang Ketua RW untuk mengajukan permohonan ke Posko atau lembaga penyalur bantuan. Kebutuhannya apa saja, rinci dalam surat permohonan resmi.
Apa jawab sang  RW? "Saya sudah melakukan apa yang disarankan. Surat juga ditandatangani oleh Ketua RT, Ketua RW, dan kepala desa. Namun usulan saya tidak dikabulkan". Begitu jawabnya.  Â
Bahkan lebih jauh lagi, sang Ketua RW justeru merasa "dipingpong". Menurut lembaga penyalur bantuan harus ke posko penyalur bantuan yang ada di sebelahnya. Sebaliknya, menurut posko penyalur bantuan harus ke lembaga penyalur bantuan yang ada di sebelahnya.
Akhirnya hasil "dipingpong" sang Ketua RW diberi dua dus mie instan. Sang Ketua RW komplain, masa untuk warga dua RT hanya dua dus mie instan? Pihak penyalur bantuan bilang bahwa masih banyak orang yang mengajukan bantuan. Agar ada pemerataan, tidak semua usulan warga dikabulkan.
Sang Ketua RW pun pulang dengan kecewa. Dia merasa tidak puas dengan kebijakan pihak penyalur bantuan itu.
Apa yang saya sampaikan di atas adalah sebuah gambaran, bahwa pendistribusian bantuan dari pihak penyalur bantuan kepada warga korban terkesan terlalu prosedural dan terlalu hati-hati.