Kendati tidak ditahan, menurut Agung Budi Maryoto pihaknya telah mencekal PC agar tidak bepergian ke luar negeri. PC juga diwajibkan lapor seminggu dua kali.
Terhadap tidak ditahannya PC sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J sebagaimana lazimnya para tersingka kasus pidana, banyak tanggapan beragam dari banyak pihak.
Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari ISESS (Institute for Security and Strategic Studies) misalnya. Ia mempertanyakan asas imparsialitas Polri dan menilai polisi berbuat tidak adil. Selain itu Bambang juga menilai tidak ditahannya PC karena pengaruh suaminya yakni Ferdy Sambo masih kuat di internal kepolisian.
Pandangan Bmbang mungkin tidak salah. Sebab sewaktu reka adegan dalam kasus Brigadir J, Selasa, 30 Agustus lalu, Ferdy Sambo masih ada yang memanggil "jenderal". Padahal Ferdy Sambo sudah bukan anggota kepolisian lagi. Apalagi seorang jenderal.
Eva Achjani Zulfa, ahli Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) menyampaikan hal yang sama. Eva menyebut, ada ketidakadilan dari pihak kepolisian atas kebijakan tidak menahan PC. Menurut Eva polisi tidak menerapkan asas equality before the law.
Salah seorang anggota DPR RI, Fadli Zon juga menilai tidak ditahannya PC bisa menjadi yurisprudensi yang buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Hal itu sebagai bentuk diskriminasi hukum.
Sementara itu Komnas HAM (Komisis Nasional Hak Asasi Manusia) memiliki penilaian tersendiri. Menurut komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyebut tidak ditahannya PC adalah otoritas dari penyidik. Komnas HAM tidak mau mencampurinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H