Awal Juli 2022, Ferdy Sambo masih memegang jabatan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri dengan pangkat Irjen alias Jenderal Polisi Bintang Dua. Saat itu Ferdy Sambo masih memiliki pengaruh dan power yang sangat besar.
Tak sedikit orang yang mengatakan bahwa Ferdy Sambo "Jenderal Bintang Dua rasa Bintang Lima". Dari kalimat itu juga tergambar jelas bagaimana pengaruh dan power yang dimiliki Ferdy Sambo.
Namun siapa sangka satu bulan kemudian jabatan Kadiv Propam Polri yang diduduki Ferdy Sambo itu hilang. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Ferdy Sambo sebagai Kadiv Propam Polri. Hal itu sebagaimana tertuang dalam surat telegram nomor 1628/VIII/KEP/2022 tanggal 4 Agustus 2022.
Lima hari setelah dicopot sebagai Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo kemudian menyandang status tersangka terkait kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Status tersangka resmi disandang Ferdy Sambo pada tanggal 9 Agustus 2022.
Ferdy Sambo pun dijerat pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 KUHP junto pasal 55 dan pasal 56 KUHP. Ferdy Sambo menghadapi ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.
Ferdy Sambo semakin terpuruk. Jabatan, kekuasaan, dan kehidupan yang nyaman hilang dalam hitungan waktu yang sekejap.
Kemudian tak lama setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Brigadir J, tanggal 26 Agustus 2022 Ferdy Sambo diberhentikan dengan tidak hormat alias di-PTDH-kan dari anggota kepolisian. Artinya sejak hari itu Ferdy Sambo bukan lagi seorang polisi.
Ferdy Sambo yang memiliki jabatan penting, memiliki pengaruh dan kekuasaan yang besar, dihormati dan disegani, serta karir yang moncer kini tiada lagi. Ferdy Sambo berubah menjadi pesakitan. Hukuman mati atau penjara seumur hidup menanti di depan mata.
Tak hanya Ferdy Sambo, sang istri Putri Candrawathi (PC) pun demikian. Sebagaimana sang suami, PC pun kehilangan segalanya. PC kehilangan kekuasaan dan kehidupan yang nyaman. Semua hilang dalam hitungan waktu yang tidak lama.
Ferdy Sambo dan PC benar-benar bernasib malang. Hal itu karena tidak bisa mengendalikan diri, yaitu menghilangkan nyawa orang lain, semua harus dibayar mahal dengan semua yang mereka miliki.
Tak terbayang bagaimana down-nya perasaan keduanya. Jika diibaratkan, Ferdy Sambo dan PC tak ubahnya jatuh dari pohon yang sangat tinggi sekaligus. Bukan hanya mengagetkan, bahkan sangat menyakitkan.
Akan tetapi semalang-malangnya nasib Ferdy Sambo dan PC, tentu jauh lebih malang nasib Brigadir J. Dalam usia yang masih belia Brigadir J tidak hanya kehilangan karir dan masa depannya. Brigadir J bahkan harus kehilangan nyawanya.
Lebih menyedihkan lagi, Brigadir J kehilangan nyawa bukan karena gugur di medan juang atau sedang dalam melaksanakan tugas. Brigadir J kehilangan nyawa justru di tangan atasannya sendiri dengan alasan yang belum jelas sampai saat ini.
Brigadir J bahkan harus kehilangan nyawa dengan cara yang keji dan biadab. Brigadir J kehilangan nyawa karena menerima perlakuan yang sangat tidak manusiawi dari atasannya itu, yakni Ferdy Sambo.Â
Terlepas dari kesalahan yang telah dibuat oleh Brigadir J (kalau lah memang Brigadir J melakukan kesalahan), tetap merupakan hal yang tidak layak dan pantas Brigadir J menerima perlakuan yang sangat tidak manusiawi.
Bukankah negara ini negara hukum? Jika seseorang melakukan kesalahan atau perbuatan yang melanggar hukum, ada pengadilan yang akan menanganinya dan memrosesnya.
Ferdy Sambo dan PC, serta tiga tersangka lain sudah melakukan perbuatan melanggar hukum yang sangat berat. Oleh karena itu sepantasnya lah mereka juga mendapat hukuman yang sangat berat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H