Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ferdy Sambo Akhirnya Diberhentikan dengan Tidak Hormat

26 Agustus 2022   09:36 Diperbarui: 26 Agustus 2022   09:50 1338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah bersidang selama kurang lebih 18 jam, Komisi Kode Etik Polri (KKEP) akhirnya mengambil keputusan dengan menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota kepolisian kepada mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Ferdy Sambo dianggap terbukti telah melanggar kode etik Polri.

Selain sanksi PTDH, Ferdy Sambo juga dikenai sanksi lain berupa sanksi administratif. Yakni penempatan dalam tempat khusus (patsus) selama 21 hari.

Sidang etik terhadap Ferdy Sambo yang merupakan tersangka utama kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, digelar di Gedung TNCC Divisi Propam Polri. Sidang dilangsungkan secara maraton. Dimulai pada Kamis pagi pukul 09.25 (25/08) sampai Jum'at dini hari, pukul 02.00 (26/08).

Sidang etik terhadap Ferdy Sambo tersebut dipimpin langsung oleh Kabintelkam (Kepala Badan Intelejen dan Keamanan) Komjen Ahmad Dofiri.  Sidang juga dihadiri oleh anggota KKEP lainnya.

Ahmad Dofiri, Ketua Sidang Komisi Kode Etik Polri dalam kasus Ferdy Sambo (Sumber: tribunnews.com) 
Ahmad Dofiri, Ketua Sidang Komisi Kode Etik Polri dalam kasus Ferdy Sambo (Sumber: tribunnews.com) 

Mereka adalah Irwasum (Inspektorat Pengawas Umum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto, Kadiv Propam (Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan) Polri Irjen Syahar Diantono, Analis Kebijakan Utama bidang Sabhara Baharkam Polri Irjen Rudolf Alberth Roja, dan Gubernur PTIK Irjen Yazid Fanani.   

Dalam sidang etik terhadap Ferdy Sambo, dihadirkan saksi-saksi sebanyak 15 orang. Diantaranya tiga tersangka pembunuhan berencana Brigadir J, yakni Kuat Maruf (ART/sopir), Bripka Ricky Rizal, dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.

Kemudian saksi lain mantan Karopaminal Polri Brigjen Hendra Kurniawan, mantan Karoprovos Brigjen Benny Ali, mantan Kapolres Jaksel Kombes Budhi Herdi, mantan Kaden A Biro Paminal Kombes Agus Nurpatria, dan mantan Gakkum Roprovost Divisi Propam Kombes Susanto.

Menurut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sidang etik juga akan diberlakukan kepada anggota Polri lain yang melakukan pelanggaran terkait kasus kematian Brigadir J. Kapolri menjanjikan sidang etik terhadap anggota Polri lain yang melakukan pelanggaran terkait kasus kematian Brigadir J akan selesai dalam waktu 30 hari.  

Artinya selain Ferdy Sambo, tersangka lain dan beberapa saksi juga terancam dikenai sanksi PTDH. Hal itu tergantung berat ringannya pelanggaran yang dilakukan.

Mengenai sanksi PTDH yang diberikan kepada Ferdy Sambo sendiri, merupakan sanksi yang sangat sepadan dengan apa yang dilakukannya. Sebagai perwira tinggi Polri, Ferdy Sambo bukannya memberi teladan yang baik, mengayomi, dan meindungi anggota Polri yang lain.

Ferdy Sambo malah melakukan perbuatan yang sangat tercela dan biadab. Bagaimana tidak biadab, anak buah sendiri dibunuh dengan cara yang keji dan tanpa perikemanusiaan. Hal yang sangat tidak pantas dilakuakan oleh seorang manusia terhadap manusia lainnya.

PTDH baru hukuman awal atas dosa yang dilakukan Ferdy Sambo. Hukuman selanjutnya menanti setelah proses persidangan berjalan. Bisa jadi hukuman yang akan diterima Ferdy Sambo itu hukuman mati, mungkin juga tidak. Semua tergantung keputusan hakim dalam persidangan nanti.

Kendati Ferdy Sambo minta maaf atas perbuatan yang telah dilakukannya, tidak berarti suami Putri Candrawathi akan terhindar dari hukuman. Dosa yang dilakukan Ferdy Sambo terlalu besar.

Selain telah menghilangkan nyawa orang lain atau telah merampas hak hidup orang lain tanpa ada alasan yang dibenarkan, Ferdy Sambo juga telah mencoreng dan menjatuhkan harkat dan martabat institusi Polri.

Hal itu jelas sebuah perbuatan yang merugikan negara. Ibarat peribahasa, "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga".  Apalagi perbuatan yang dilakukan Ferdy Sambo bukan "nila setitik", tapi "nila yang banyak". Berarti daya rusaknya lebih besar lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun