Jangan lupa masukkan pula bumbu mi instan. Sebab jika lupa memasukkan bumbu, rasa "Midog" akan terasa hambar. Seperti perasaanmu padaku. Ha ha...
Itu cara pertama. Sekarang cara kedua. "Midog" versi kedua ini mirip pizza. Ya benar mirip pizza. Bahkan pizza "midog" ini di Italia sendiri tak pernah ada. Seruis, eh serius loh.
Cara kedua. Mi instan yang sudah diseduh atau direbus diangkat. Kemudian dicampur endog. Diaduk sampai rata, dengan perasaan. Jangan lupa pula bumbu mi instannya.
Ukuran "Midog" harus proporsional. Satu mi instan, satu telur. Kalau dua mi instan, ya dua telur. Kalau tiga? Ya silahkan hitung sendiri, he he...
Nah, mi instan dan endog yang sudah diaduk rata tadi kemudian dimasak lagi di atas panci atau wajan. Kasih minyak sedikit biar gurih.
Adonan "Midog" ratakan di atas panci atau wajan. Kira-kira seperti membuat martabak lah.
Setelah diratakan masak "Midog" dengan api sedang, jangan terlalu besar atau terlalu kecil. Tentu saja kalau apinya terlalu besar takut cepat gosong. Kalau apinya terlalu kecil lama matangnya.
Kalau warna "Midog" sudah berwarna kuning kecoklat-coklatan atau coklat kekuning-kuningan (terserah), tandanya "Midog" sudah siap untuk disantap.
Itulah cara menyajikan "Midog" berdasarkan pengalaman anak kost-an dan anak filsafat dulu. Mudah kan? Iya tentu mudah dibanding harus menjelaskan pemikiran Aristoteles, Socrates, atau Plato.
Selamat mencoba, selamat menikmati. Tetap bahagia, kendati nanti harga mi instan jadi naik. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H