Misalnya dalam perjanjian pranikah disebutkan bahwa setelah menikah isteri tidak boleh mengunjungi orang tuanya. Hal itu jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam, karena sikap/tindakan itu sama dengan memutuskan silaturahmi. Sedangkan memutuskan silaturahmi merupakan hal yang sangat dilarang dalam ajaran Islam.
Selain itu perjanjian pranikah juga harus bersifat adil dan tidak merugikan salah satu pihak. Baik pihak laki-laki atau pun pihak perempuan. Sebaliknya perjanjian pranikah bersifat saling menguntungkan kedua belah pihak.
Perjanjian pranikah biasanya berisi poin-poin pengaturan penyelesaian masalah yang mungkin muncul selama pernikahan. Seperti masalah pemisahan harta kekayaan, pemisahan utang, atau masalah hak asuh dan tanggung jawab terhadap anak-anak.
Isi perjanjian pranikah mungkin berbeda antara satu sama lain. Hal itu tergantung kesepakatan kedua belah pihak, apa yang akan dimunculkan dalam perjanjian pranikah itu.
Mungkin ada yang menitikberatkan kepada masalah pengaturan harta, pengaturan tugas dan tanggung jawab, pengaturan hak asuh anak, dan lain-lain. Bisa jadi juga tentang hal lain yang dianggap penting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H