Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mabit di Muzdalifah, Mabit di Mina, dan Melempar Jumrah

8 Juli 2022   05:00 Diperbarui: 8 Juli 2022   05:11 7456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di Jamarat dalam keadaan cukup lengang (Dok.pri)

Setelah seluruh jamaah haji selesai melaksanakan wukuf di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, memasuki tanggal 10 Dzulhijjah (sesudah waktu maghrib) mereka bergerak menuju ke Muzdalifah untuk melakukan mabit (menginap) di sana. Perjalanan dari Arafah ke Muzdalifah tidak sampai satu jam, sebab jarak Arafah-Muzdalifah hanya sekira 10 kilometer.

Para jamaah haji melakukan mabit di Muzdalifah tidak harus satu malam. Mereka mabit di sana cukup beberapa saat saja, sekedar beristirahat memulihkan tenaga.

Di Muzdalifah, sambil mabit jamaah haji mencari dan mengumpulkan batu-batu kecil untuk persiapan melempar jumrah di jamarat (tempat melempar jumrah) yang ada di kawasan Mina. Batu yang dikumpulkan jamaah haji sekira 70 buah.

Namun dalam beberapa penyelenggaraan ibadah haji, batu-batu kecil untuk keperluan melontar jumrah ini sudah dipersiapkan oleh pihak maktab (kantor yang mengurus pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi). Pihak maktab telah membuat "paket" bungkusan batu untuk setiap jamaah haji.

"Paket" bungkusan batu itu diberikan oleh pihak maktab sewaktu jamaah haji sedang melaksanakan wukuf di Arafah. Pihak maktab memberikan "paket" bungkusan batu itu secara kolektif kepada para ketua kloter.

Hanya saja ada sebagian jamaah haji yang menganggap atau berpendapat bahwa batu-batu kecil untuk melontar jumrah itu harus diambil dari Muzdalifah. Oleh karena itu sebagian dari jamaah haji itu kemudian ada yang membuka "paket" bungkusan batu dari maktab di Muzdalifah dan ditaburkan terlebih dahulu di sana.  Setelah itu batu-batu kecil tadi mereka pungut kembali.  

Itu masalah keyakinan dan pemahaman fiqih. Mereka khawatir jika batu-batu kecil itu tidak mereka ambil dari Muzdalifah, ibadah hajinya kurang afdhol.

Setelah mabit di Muzdalifah, masih di malam yang sama para jamaah haji kemudian bergerak menuju Mina untuk melakukan mabit dan melempar jumrah. Perjalanan Muzdalifah-Mina lebih sebentar lagi, sebab jaraknya hanya sekira 5 kilometer.

Setiba di Mina, sebagian jamaah haji ada yang kemudian langsung pergi ke jamarat untuk melakukan lempar jumrah, yakni Jumrah Aqabah. Namun sebagian jamaah haji ada yang memilih beristirahat terlebih dahulu. Mereka memilih melakukan lempar jumrah pada siang hari atau sore hari tanggal 10 Dzulhijjah.

Mulut terowongan Mina menuju Jamarat (Dok.pri)
Mulut terowongan Mina menuju Jamarat (Dok.pri)

Dalam hal ini petugas kloter harus mampu mengedukasi jamaahnya. Sebab pihak maktab atau Daker (Daerah Kerja) biasanya sudah mengatur dan membuat jadwal bagi tiap kloter, kapan harus melontar jumrah.

Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi penumpukkan di jamarat dan di perjalanan menuju jamarat. Terutama di terowongan Mina.

Kalau terjadi penumpukkan di jamarat apalagi di terowongan Mina, tentu akan membahayakan keselamatan jamaah haji itu sendiri. Hal itu sebagaimana tragedi yang terjadi pada tahun 2004 lalu. Saat itu sebanyak 251 jamaah haji meninggal karena terinjak-injak saat melakukan lempar jumrah.

Salah satu faktor terjadinya tragedi Mina saat itu adalah karena ketidakdisiplinan sebagian jamaah haji. Mereka melakukan lempar jumrah di luar jadwal atau di luar waktu yang telah ditentukan.

Suasana di Jamarat dalam keadaan cukup lengang (Dok.pri)
Suasana di Jamarat dalam keadaan cukup lengang (Dok.pri)

Di Mina, jamaah haji melakukan mabit pada tanggal 10-13 Dzulhijjah. Itu jika jamaah haji mengambil nafar tsani. Tapi bagi jamaah haji yang mengambil nafar awwal, mereka berada di Mina hanya sampai tanggal 12 Dzulhijjah saja.

Apabila jamaah haji mengambil nafar tsani, maka mereka pergi ke jamarat untuk melempar tiga jumrah, yakni Jumrah Ula, Jumrah Wustha, dan Jumrah Aqabah selama tiga hari. Yaitu pada tanggal 11, tanggal 12, dan tanggal 13 Dzulhijjah.

Sedangkan jika jamaah haji mengambil nafar awwal, maka mereka pergi ke jamarat untuk melempar tiga jumrah selama dua hari saja, yakni tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah.

Indahnya tenda-tenda di Mina pada malam hari (Dok.pri)
Indahnya tenda-tenda di Mina pada malam hari (Dok.pri)

Mabit di Muzdalifah, Mabit di Mina, dan Melempar Jumrah adalah sebagian dari "Wajib Haji", bukan "Rukun Haji". Kalau pun tidak dilaksanakan, hal itu tidak akan membatalkan ibadah haji.

Hanya saja dalam hal ini jamaah haji yang tidak melaksanakan wajib haji harus membayar Dam (denda, sanksi). Jenis Dam yang harus dibayar ketika tidak melaksanakan "Wajib Haji" adalah Dam Isa'ah.

Menurut bahasa, Dam artinya darah. Sedangkan menurut syari'at, Dam artinya mengalirkan darah (menyembelih) hewan ternak tertentu (kambing, sapi, atau unta) yang dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan manasik haji.

Namun Dam tidak hanya berbentuk menyembelih hewan ternak. Dam juga bisa dalam bentuk fidyah (memberi makan fakir miskin) atau berpuasa. Hal itu kembali kepada kemampuan orang yang dikenai Dam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun