Saat itu hanya seorang ulama besar Sumedang dan Imam Besar Masjid Agung Sumedang bernama Kiyai Haji Sanoesi yang bisa berkomunikasi dengan Cut Nyak Dhien. Bupati Sumedang waktu itu Kangjeng Dalem Pangeran Aria Soeryaatmadja yang menerima Cut Nyak Dhien dari Belanda, kemudian menitipkan Cut Nyak Dhien kepada Kiyai Haji Sanoesi.
Kendati tinggal di rumah Kiyai Haji Sanoesi, akan tetapi segala kebutuhan Cut Nyak Dhien semua ditanggung penuh oleh Kangjeng Dalem Pangeran Aria Soeryaatmadja. Kebutuhan sehari-hari dan kesehatan Cut Nyak Dhien sangat diperhatikan oleh Kangjeng Dalem Pangeran Aria Soeryaatmadja.
Saat Cut Nyak Dhien ditawan dan dibuang Belanda ke Sumedang, sudah dalam keadaan buta dan sakit-sakitan. Kendati demikian, selama tinggal di rumah Kiyai Haji Sanoesi Cut Nyak Dhien tidak tinggal diam duduk termenung meratapi keadaan diri.
Selama tinggal di rumah Kiyai Haji Sanoesi, Cut Nyak Dhien tidak pernah keluar rumah. Walau pun demikian, Cut Nyak Dhien tetap melakukan aktivitas di dalam rumah. Aktivitas yang dilakukan oleh Cut Nyak Dhien adalah mengajar ngaji dan mengajar ilmu agama kepada anak-anak dan warga masyarakat di sana.
Hal itu membuat Cut Nyak Dhien dianggap sebagai "ibu suci" oleh masyarakat di sana. Kangjeng Dalem Pangeran Aria Soeryaatmadja sendiri memberi gelar kepada Cut Nyak Dhien sebagai "Ibu Prabu" (Ibu Ratu).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H