Makam Cut Nyak Dhien berada di dalam sebuah bangunan terbuka, berukuran sekira 3 meter x 2,5 meter. Kondisi makam Cut Nyak Dhien terlihat cukup terawat, bersih.
Di atas makam Cut Nyak Dhien terdapat dua buah batu nisan berukuran cukup besar. Di atas batu nisan bagian dalam tertulis deskripsi singkat tentang Cut Nyak Dhien menggunakan tulisan Arab-Melayu berbahasa Sunda. Di bagian dalam batu nisan ada "terjemahan" dari deskripsi singkat tentang Cut Nyak Dhien yang menggunakan tulisan Arab-Melayu berbahasa Sunda itu.
Deskripsi singkat tentang Cut Nyak Dhien di bagian atas dimulai dengan kalimat "Di sinilah dimakamkan Pahlawan Nasional Tjut Nja' Dien istri Teuku Umar Djohan Pahlawan Panglima Perang Besar dalam Perang Atjeh".
Di bagian bawah kemudian dilanjutkan dengan deskripsi singkat mengenai sepak terjang perjuangan Cut Nyak Dhien dalam Perang Aceh. Di bagian akhir deskripsi tentang Cut Nyak Dhien yang ada di batu nisan itu tertulis kalimat do'a "Semoga Allah memberi berkah kepada arwah sutji pahlawan putri jg amat berdjasa dan setia ini. Amin".
Bagian atas makam Cut Nyak Dhien berbentuk bangun persegi panjang, berbahan batu marmer berwarna putih tulang. Di sisi bagian barat makam tertulis QS. At-Taubah ayat 111 dan tulisan dengan menggunakan bahasa Aceh. Bisa jadi merupakan terjemahan dari ayat itu.
Di bagian sisi selatan makam tertulis satu ayat Al-qur'an, QS. Al-Fajr ayat 27. Arti dari ayat itu kurang lebih, "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan keadaan ridha dan diridhai...".
Di bagian sisi timur makam ada tulisan menggunakan Arab-Melayu berbahasa Indonesia. Di samping tulisan Arab-Melayu itu ada dua bait "puisi", yang salah satunya berbunyi:
Karena djihadmu perdjuanagan
Atjeh beroleh kemenangan
Dari Belanda kembali ke tangan
Rakjat sendiri kegirangan
Sementara di bagian sisi utara makam ada tulisan Arab-Melayu berbahasa Indonesia. Isi dari tulisan Arab-Melayu itu, "Wahai jiwa suci yang mati sesudah melepaskan tugas perkasa, pulanglah kepada Yang Maha Kuasa ke dalam Surga yang cita rasa".
Makam Cut Nyak Dhien tersebut dijaga oleh seorang kuncen (juru kunci). Kepada para pengunjung sang kuncen biasanya memberi penjelasan secara singkat tentang historis Cut Nyak Dhien berada di Sumedang.Â
Menurut sang kuncen, sewaktu Cut Nyak Dhien dibawa oleh Belanda ke Sumedang, tak ada satu orang pun yang tahu bahwa orang yang dibawa itu seorang pejuang Aceh. Hal itu selain karena Belanda tidak menyebutkan siapa orang yang dibawa, juga karena Cut Nyak Dhien hanya bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Aceh dan bahasa Arab.