Penasaran, saya forward video ulasan logo halal baru tersebut kepada seorang pakar kaligrafi yang memiliki pesantren khusus kaligrafi yang ada di kota Cianjur. Saya minta konfirmasi apakah yang disampaikan si pengulas tulisan "halal" dari logo halal baru itu benar atau tidak dari sudut pandang ilmu kaligrafi.
Menurut pakar kaligrafi tersebut, yang dijelaskan si pengulas keliru. Huruf terakhir tidak bisa dibaca sebagai huruf "kaf", tapi tetap dibaca sebagai huruf "lam". Sebab hal itu menurutnya termasuk kaidah "kufi murabba" figural. Kaidah penulisan untuk jenis khat kufi lebih "fleksibel" dan lebih "filosofis".
Dengan demikian tulisan "halal" dari logo halal baru tidak bisa dibaca "halak" (dengan "ha kecil") atau "halak" (dengan "ha besar"). Tulisan "halal" dari logo halal baru tetap dibaca sebaga "halal".
Sehari setelah mendapat penjelasan dari salah seorang pakar kaligrafi Cianjur, saya menerima pesan pribadi dari seorang kepala Balai Diklat Keagamaan. Dia mem-forward penjelasan tulisan "halal" dari logo halal baru, dari seorang pakar kaligrafi sekaligus pendiri lembaga/pesantren khusus kaligrafi yang sangat terkenal di kota Sukabumi.
Namun saya belum yakin seratus persen mengenai kebenaran isi penjelasan tulisan "halal" dari logo halal baru tersebut. Oleh karena saya kemudian minta konfirmasi kepada salah seorang murid dari pendiri lembaga/pesantren khusus kaligrafi itu.
Saya tanyakan, apakah penjelasan tulisan "halal" dari logo halal baru tersebut yang disampaikan pendiri lembaga/pesantren khusus kaligrafi otentik atau tidak? Dia menjawab, penjelasan itu memang asli tulisan gurunya.
Nah, apa yang disampaikan pendiri lembaga/pesantren khusus kaligrafi yang ada di kota Sukabumi tersebut? Secara mendasar, apa yang disampaikan pakar kaligrafi dari kota Sukabumi itu tidak berbeda dengan apa yang disampaikan pakar kaligrafi dari Cianjur.
Menurut pakar kaligrafi dari kota Sukabumi tersebut, tulisan "halal" dari logo halal baru menggunakan jenis khat kufi. Tulisan "halal" dari logo halal baru jelas terbaca "halal".
Tapi menurutnya, bentuk huruf kedua "lam alif" bisa bias dan multitafsir. Oleh karena itu dia menyarankan "alif"nya lebih baik disambungkan (tidak renggang) ke telapak kakinya atau dibikin "lam alif" tunggal berlubang seperti dalam jenis khat naskhi. Hal itu untuk mengembalikannya kepada ushul al-syakl alfabet kufi itu sendiri.
Mengenai jenis khat tulisan "halal" yang berubah dari naskhi ke kufi, menurut sang pakar kaligrafi bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Hal itu hanya masalah pilihan. Jenis khat naskhi lebih bersifat "fungsional", sementara khat kufi lebih bersifat "estetis".  Â
Demikian garis besar penjelasan tulisan "halal" dari logo halal baru dari dua orang pakar kaligrafi, yang berasal dari kota Cianjur dan Sukabumi. Semoga bermanfaat.