Sebagaimana diketahui bahwa BPJH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) Kementerian Agama RI telah menetapkan label halal baru yang berlaku secara nasional. Penetapan halal tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala BPJH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.
Surat Keputusan Kepala BPJH tersebut ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Pebruari 2022 dan ditandatangani oleh Muhammad Aqil Irham sebagai Kepala BPJH. Surat Keputusan tersebut berlaku efektif terhitung sejak tanggal 1 Maret 2022.
Logo halal baru yang disampaikan oleh Kementerian Agama RI tersebut bentuk, corak, dan warnanya agak berbeda dengan logo halal lama. Logo halal baru tidak berbentuk lingkaran seperti logo halal lama, melainkan berbentuk Gunungan dan motif Surjan atau Lurik Gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas.
Warna logo halal baru juga berbeda dengan warna logo halal lama yang berwarna putih dan didominasi latar belakang warna hijau, berada di tengah lingkaran. Sementara logo halal baru berwarna ungu dan tidak berada di dalam bentuk apapun. Justeru logo halal baru membentuk dirinya secara penuh dalam bentuk Gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas tadi.
Tidak hanya itu, khat (jenis tulisan Arab) logo halal baru juga berbeda dengan khat logo halal lama. Khat logo halal lama menggunakan jenis naskhi, sedangkan khat logo halal baru menggunakan jenis kufi. Perbedaannya, khat jenis naskhi mudah dibaca dengan jelas oleh orang awam sekali pun, namun khat jenis kufi tidak semua orang bisa membacanya dengan benar.
Terhadap logo halal baru tersebut, respon publik sejatinya bisa dikelompokkan menjadi dua. Ada kelompok yang pro dan ada pula kelompok yang kontra. Walau pun tentu saja ada juga kelompok ketiga, yakni mereka yang apatis, tidak pro tidak juga kontra. Nah untuk kelompok ketiga ini tidak kita bicarakan di sini.
Baik kelompok yang pro atau pun kelompok yang kontra, saya yakin tidak semua punya argumentasi atau faham dengan objek yang dipermasalahkan (logo halal baru). Sebagian dari mereka hanya sekedar mengikuti kecenderungan pendapat sendiri, atau mungkin karena kecenderungan sikap politik. Bisa saja.
Secara tidak sengaja hari Selasa (15/03) saya buka twitter. Di sana ada twit video yang mengulas tentang logo halal baru. Menurut si pengulas, logo halal baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI memang jenis khat kufi.
Si pengulas kemudian menjelaskan bahwa tulisan "halal" dari logo halal baru, untuk huruf awal bisa dibaca "ha kecil" dan "ha besar". Kemudian huruf kedua "lam alif". Terakhir huruf ketiga, menurut si pengulas bukan atau tidak bisa dibaca sebagai huruf "lam", melainkan huruf "kaf".
Dengan demikian menurut si pengulas, tulisan "halal" dari logo halal baru tidak bisa dibaca "halal" melainkan "halak" (dengan "ha kecil") dan "halak" (dengan "ha besar"). Arti "halak" (dengan "ha kecil") adalah "mencukur" dan "halak" (dengan "ha besar") adalah "menghancurkan".
Penasaran, saya forward video ulasan logo halal baru tersebut kepada seorang pakar kaligrafi yang memiliki pesantren khusus kaligrafi yang ada di kota Cianjur. Saya minta konfirmasi apakah yang disampaikan si pengulas tulisan "halal" dari logo halal baru itu benar atau tidak dari sudut pandang ilmu kaligrafi.
Menurut pakar kaligrafi tersebut, yang dijelaskan si pengulas keliru. Huruf terakhir tidak bisa dibaca sebagai huruf "kaf", tapi tetap dibaca sebagai huruf "lam". Sebab hal itu menurutnya termasuk kaidah "kufi murabba" figural. Kaidah penulisan untuk jenis khat kufi lebih "fleksibel" dan lebih "filosofis".
Dengan demikian tulisan "halal" dari logo halal baru tidak bisa dibaca "halak" (dengan "ha kecil") atau "halak" (dengan "ha besar"). Tulisan "halal" dari logo halal baru tetap dibaca sebaga "halal".
Sehari setelah mendapat penjelasan dari salah seorang pakar kaligrafi Cianjur, saya menerima pesan pribadi dari seorang kepala Balai Diklat Keagamaan. Dia mem-forward penjelasan tulisan "halal" dari logo halal baru, dari seorang pakar kaligrafi sekaligus pendiri lembaga/pesantren khusus kaligrafi yang sangat terkenal di kota Sukabumi.
Namun saya belum yakin seratus persen mengenai kebenaran isi penjelasan tulisan "halal" dari logo halal baru tersebut. Oleh karena saya kemudian minta konfirmasi kepada salah seorang murid dari pendiri lembaga/pesantren khusus kaligrafi itu.
Saya tanyakan, apakah penjelasan tulisan "halal" dari logo halal baru tersebut yang disampaikan pendiri lembaga/pesantren khusus kaligrafi otentik atau tidak? Dia menjawab, penjelasan itu memang asli tulisan gurunya.
Nah, apa yang disampaikan pendiri lembaga/pesantren khusus kaligrafi yang ada di kota Sukabumi tersebut? Secara mendasar, apa yang disampaikan pakar kaligrafi dari kota Sukabumi itu tidak berbeda dengan apa yang disampaikan pakar kaligrafi dari Cianjur.
Menurut pakar kaligrafi dari kota Sukabumi tersebut, tulisan "halal" dari logo halal baru menggunakan jenis khat kufi. Tulisan "halal" dari logo halal baru jelas terbaca "halal".
Tapi menurutnya, bentuk huruf kedua "lam alif" bisa bias dan multitafsir. Oleh karena itu dia menyarankan "alif"nya lebih baik disambungkan (tidak renggang) ke telapak kakinya atau dibikin "lam alif" tunggal berlubang seperti dalam jenis khat naskhi. Hal itu untuk mengembalikannya kepada ushul al-syakl alfabet kufi itu sendiri.
Mengenai jenis khat tulisan "halal" yang berubah dari naskhi ke kufi, menurut sang pakar kaligrafi bukan sesuatu yang perlu dipermasalahkan. Hal itu hanya masalah pilihan. Jenis khat naskhi lebih bersifat "fungsional", sementara khat kufi lebih bersifat "estetis".  Â
Demikian garis besar penjelasan tulisan "halal" dari logo halal baru dari dua orang pakar kaligrafi, yang berasal dari kota Cianjur dan Sukabumi. Semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI