Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Isra Miraj dan Makna Intrinsik Shalat

1 Maret 2022   09:32 Diperbarui: 1 Maret 2022   09:36 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gerakan shalat (Sumber : pixabay.com)

Isra Miraj tahun 2022 ini masih dalam situasi pandemi covid19. Oleh karena itu hampir di semua tempat, termasuk di tingkat kenegaraan, peringatan Isra Miraj diperingati secara sederhana.

Tidak seperti saat sebelum adanya pandemi covid19, setiap peringatan Isra Miraj dirayakan dengan cukup meriah. Peringatan Isra Miraj tidak hanya dirayakan di masjid-masjid atau di tempat-tempat belajar agama, tapi juga di kantor-kantor, organisasi, bahkan sampai di masing-masing keluarga.    

Namun esensi dari peringatan Isra Miraj sesungguhnya bukan masalah meriah atau tidaknya. Hal yang paling penting adalah kemampuan mengambil hikmah dari setiap peringatan Isra Miraj itu.

Bicara Isra Miraj tidak lepas dari bicara ibadah shalat lima waktu yang diwajibkan kepada setiap umat Islam yang telah akil baligh (dewasa dan berakal). Sebab hasil dari  peristiwa Isra Miraj yang dialami dan dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW adalah perintah melaksanakan ibadah shalat sebanyak lima kali dalam sehari semalam.

Perintah melaksanakan ibadah shalat, kalau tidak dipahami dengan benar oleh akal sehat dan keimanan, sepintas adalah "sebuah beban". Di saat waktu shalat tiba, ketika sedang melakukan apa pun, bahkan ketika sedang sibuk bekerja setiap orang Islam harus melaksanakan ibadah shalat.

Namun bagi orang-orang yang keimanannya sudah mencapai level tinggi, ibadah shalat tidak lagi dipandang sebagai sebuah "kewajiban", melainkan dipandang  sebagai sebuah "kebutuhan". Melaksanakan ibadah shalat tidak dirasakan sebagai sebuah beban, tapi  sebagai sebuah hal yang memang seharusnya dilakukan.

Tuhan memerintahkan sesuatu pasti ada maksud dan tujuannya, serta mengandung kebaikan. Tuhan tidak mungkin memerintahkan atau melarang untuk melakukan sesuatu jika tidak ada maksud dan tujuannya, serta tidak ada kebaikan di dalamnya.

Ketika orang tua menyuruh anaknya yang masih kecil, yang sedang asik bermain untuk mandi misalnya, tentu bertujuan baik. Demi kesehatan dan kebaikan si anak. Tapi si anak yang tidak paham maksud orang tuanya, mungkin akan menganggap perintah orang tuanya untuk mandi adalah sebuah beban dan sebuah gangguan.

Tapi kalau si anak tahu kebaikan yang terkandung dalam "perintah mandi" dari orang tuanya, pasti tidak akan berlama-lama. Dia akan langsung melakukan apa yang diperintahkan oleh orang  tuanya itu.

Itulah analogi kecil tentang perintah ibadah shalat. Mungkin tidak terlalu pas, tapi dengan analogi itu sedikit akan mempermudah pemahaman tentang makna atau kebaikan di balik perintah melaksanakan ibadah shalat.

Benarkah secara intrinsik shalat itu mengandung kebaikan? Banyak pihak telah mencoba melakukan "riset" tentang ibadah shalat. Ternyata banyak temuan tentang kebaikan shalat. Misalnya dari segi kesehatan. Melaksanakan ibadah shalat itu ternyata menyehatkan secara fisik  dan mental.

Dalam shalat banyak gerakan-gerakan yang dilakukan. Secara tidak langsung hal itu merelaksasi atau melenturkan otot-otot, sendi, bahkan memperlancar aliran darah.

Dalam gerakan ruku misalnya. Posisi ruku, yakni lurusnya  punggung dan sejajarnya kepala dengan bokong, menurut ahli fisiologi akan menyebabkan gerakan darah dalam tubuh berada di  bawah kekuatan besar, kekuatan atas, yaitu daya pompa jantung pada darah dan kekuatan bawah, yaitu daya gravitasi bumi (daya tarik bumi terhadap darah).

Selain itu, penarikan (fleksi) sistem otot pada dua bagian bawah (paha dan betis) memaksa aliran  darah untuk mengambil jalan atas menuju jantung. Itulah daerah-daerah yang  mempengaruhi peredaran darah.

Kemudian juga dalam gerakan sujud. Sujud ternyata bermanfaat untuk memompa getah bening ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan daerah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak.

Begitu pula dengan gerakan-gerakan shalat lainnya. Semua mengandung kebaikan bagi kesehatan orang yang melaksanakannya.

Belum lagi kebaikan shalat dalam kaitan dengan ajaran moral yang ada di dalamnya.  Shalat antara lain mengajarkan orang yang melakukannya untuk senantiasa disiplin, jujur, dan bertanggung jawab.

Kalau lah banyak umat Islam yang melaksanakan ibadah shalat  tapi moralitasnya masih rendah, berarti ada sesuatu yang salah. Mereka mungkin hanya melaksanakan ibadah shalat sekedar untuk menunaikan kewajiban semata. Mereka belum mampu memahami dan menggali kebaikan-kebaikan atau ajaran moral yang terkandung dalam ibadah shalat.  

Shalat bagi mereka hanya sekedar rutinitas dan formalitas. Shalat belum mereka pahami  sebagai sebuah perintah sarat makna.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun