Gaji PNS (Pegawai Negeri Sipil) saat ini sebenarnya sudah cukup besar. Bahkan untuk jabatan atau posisi PNS tertentu, bisa membuat air liur pengangguran dan mereka yang bergaji di bawah UMR (Upah Minimum Regional) meleleh. Â
Untuk alasan itu pula banyak orang berbondong-bondong ingin menjadi PNS. Selain mendapat gaji tetap yang cukup besar, jadi PNS bagi sebagian orang memiliki gengsi tersendiri. Â Â
Gaji PNS terdiri dari banyak komponen. Ada gaji pokok, tunjangan anak istri, tunjangan beras, tunjangan fungsional, tunjangan jabatan, dan uang lauk pauk. Ada satu tunjangan lagi yang nilainya cukup fantastis, yaitu tunjangan kinerja alias "Tukin".
Bagaimana tidak, tunjangan kinerja ini nominalnya ada yang sampai 20 lipat dari gaji pokok. Seperti tunjangan kinerja level jabatan eselon I/Direktur Jenderal Pajak misalnya. Â Â
Berdasarkan Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 37 Tahun 2015, tunjangan kinerja eselon I/Direktur Jenderal Pajak untuk peringkat jabatan 27 sebesar Rp. 117.375.000,00. Sementara untuk peringkat jabatan 26 Rp. 99.720.000,00, untuk peringkat jabatan 25 Rp. 95.602.000,00, dan peringkat jabatan 24 Rp. 84.604.000,00.
Tunjangan kinerja PNS memang tidak sama, tergantung level jabatan, peringkat jabatan atau grade. Tunjangan kinerja jabatan eselon I/Direktur Jenderal Pajak di atas adalah contoh tunjangan kinerja tertinggi terbesar diantara para PNS lain.
Tunjangan kinerja PNS yang level jabatannya tinggi dengan PNS yang level jabatannya rendah tentu akan berbeda. Namun jika mengacu kepada Perpres Nomor 37 Tahun 2015 di atas, tunjangan kinerja PNS di lingkungan Direktorat jenderal Pajak dengan peringkat jabatan terendah, yakni 4 sudah dapat tunjangan kinerja Rp. 5.361.800,00. Â
Para PNS yang ada di kementerian/lembaga lain di luar Direktorat jenderal Pajak juga sama mendapat tunjangan kinerja sesuai dengan peringkat jabatan masing-masing. Akan tetapi tunjangan kinerja di kementerian/lembaga lain ada yang belum mencapai 100 persen seperti tunjangan kinerja di Direktorat jenderal Pajak.
Di kementerian agama misalnya. Tunjangan kinerja PNS di lingkungan kementerian agama belum mencapai 100 persen.
Sebagai contoh tunjangan kinerja PNS di lingkungan kementerian agama untuk kelas jabatan 10 misalnya, nominal tunjangan kinerjanya Rp. 4.551.000,00. Sedangkan tunjangan kinerja PNS di lingkungan Direktorat jenderal Pajak dengan kelas jabatan yang sama, lebih dari Rp. 10 juta s.d. Rp. 13 juta.
Terlepas dari perbedaan nominal tunjangan kinerja PNS di setiap kementerian/lembaga, pada dasarnya semua PNS sudah mendapatkan tunjangan kinerja. Tunjangan kinerja tersebut telah menambah jumlah take home pay PNS secara signifikan.
Akan tetapi mengapa masih ada PNS yang suka bolos, padahal pendapatan atau gaji mereka dari negara sudah cukup memadai? Mengenai hal ini tentu tidak semata-mata faktor gaji. Â Hal itu lebih kepada etos kerja PNS yang bersanngkutan.
Namun memang tidak bisa dipungkiri, masih adanya PNS yang suka bolos karena mereka telah "kehabisan ongkos". Gaji mereka tinggal sedikit, bahkan ada yang defisit karena banyak cicilan kredit yang harus mereka bayar. Â
Mengapa demikian? Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak PNS "menitipkan" SK nya di bank, sehingga gaji atau pendapatannya tidak utuh lagi. Mereka menggadaikan SK sebagai jaminan kredit kepada pihak bank.
Mereka mengajukan kredit kepada pihak bank tentu karena mereka memerlukan dana untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kebutuhan mereka itu tentu saja ada yang bersifat konsumtif, tapi ada juga yang bersifat produktif.
Kalau besaran cicilan kredit kurang dari setengah gaji atau pendapatan PNS yang bersangkutan, mungkin masih "normal" atau "sehat". Tapi kalau besaran cicilan kredit lebih dari setengah atau bahkan menghabiskan semua gaji atau pendapatan dari PNS yang bersangkutan, itu sudah "tidak normal" atau "tidak sehat".
Sebab hal itu akan berpengaruh kepada etos kerja PNS yang bersangkutan. Mereka akan menjadi kurang bersemangat masuk kerja karena sudah tidak ada yang diharapkan lagi di tanggal muda.
Selain itu, kalau gaji mereka tinggal sedikit atau sudah habis bagaimana mereka berangkat kerja. Padahal mereka berangkat kerja memerlukan ongkos atau uang untuk membeli bahan bakar.
Saya pernah mendengar cerita yang cukup miris dari beberapa teman. Ada beberapa PNS gajinya sudah habis untuk potongan kredit ke bank. Bahkan ada dari sebagian mereka gajinya minus.
PNS yang bersangkutan jarang masuk kerja alias sering bolos. Ternyata dari cerita beberapa teman itu, PNS tadi jarang masuk kerja alias sering bolos itu karena ia ngojek. PNS tersebut cari penumpang atau sengaja mangkal di pangkalan ojek.
Ada lagi PNS yang jarang masuk kerja alias sering bolos, tapi bukan karena ngojek. Dia jarang masuk kerja alias sering bolos karena mencari penghasilan lain dengan berjualan makanan di lingkungan sekitar sekolah-sekolah. Ada juga yang berjualan asongan di tempat wisata.
Mungkin cerita teman mengenai PNS yang jarang masuk kerja alias sering bolos karena kehabisan ongkos itu sedikit terdengar agak keterlaluan. Sudah dapat gaji dari negara tapi dihabiskan untuk kredit ke bank sehingga ia harus mencari penghasilan lain untuk menutupi kebutuhan sehari-seharinya, termasuk biaya atau ongkos ke tempat kerja.Â
Mudah-mudahan PNS seperti itu sekarang sudah tidak ada. Sebab PNS seperti itu hanya menjadi beban bagi negara. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H