Dalam bahasa Indonesia, ada sebuah peribahasa yang berisi nasehat atau mengajarkan tentang pentingnya persatuan. Lebih jauh lagi peribahasa tersebut mengajarkan untuk hidup rukun dan damai dengan sesama.
Peribahasa tersebut cukup dikenal tidak hanya di kalangan anak sekolahan, tapi juga di kalangan masyarakat luas. Peribahasa yang dimaksud adalah, "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh".
Dalam bahasa Sunda pun demikian. Ada beberapa peribahasa dalam bahasa Sunda yang kurang lebih semakna dengan peribahasa "Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh". Peribahasa dalam bahasa Sunda itu berisi nasehat atau mengajarkan untuk hidup rukun dan damai dengan sesama.
Peribahasa sendiri dalam bahasa Sunda disebut dengan paribasa. Sedangkan nasehat dalam bahasa Sunda disebut dengan pepeling.
Berikut ini 5 contoh paribasa yang berisi pepeling agar hidup rukun dan damai dengan sesama. Tiga dari lima paribasa itu diawali dengan kata "kudu" dan satu dari lima paribasa itu diawali dengan kata "ulah".
Kata "kudu" dalam bahasa Indonesia semakna dengan kata "harus". Sementara kata "ulah" dalam bahasa Indonesia semakna dengan kata "jangan". Berarti kata yang diawali dengan kata "kudu" merupakan kalimat perintah dan kata yang diawali dengan kata "ulah" merupakan kalimat larangan. Â
Pertama, "Kudu silih asah, silih asih, jeung silih asuh". Dalam bahasa Indonesia, paribasa tersebut kurang lebih berarti, "Harus saling asah, saling mengasihi, dan saling asuh".
Paribasa tersebut merupakan pepeling agar saling mengasah (saling mengajari), saling mengasihi, dan saling menjaga dengan sesama. Kalau tiga hal tersebut bisa dijalankan dalam kehidupan keseharian dengan baik, maka akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai.
Kedua, "Kudu paheuyeuk-heuyeuk leungeun, paantay-antay panangan". Dalam bahasa Indonesia, paribasa tersebut kurang lebih berarti, Â "Harus saling berpegangan tangan, saling bergandengan tangan".
Paribasa di atas merupakan pepeling agar saling tolong menolong, saling  bekerja  sama. Selain itu paribasa tersebut juga merupakan pepeling agar seia-sekata dan menjaga kesatuan dan persatuan.  Â
Ketiga, "Kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat ka balarea". Dalam bahasa Indonesia, paribasa tersebut kurang lebih berarti, "Harus mengacu kepada hukum, menjunjung negara, sepakat untuk semua".
Paribasa di atas merupakan pepeling agar taat atau menghargai hukum, taat kepada negara (pemerintah), dan memperhatikan kepentingan umum. Paribasa di atas cakupannya sudah level nasional, bukan lagi pepeling lokal untuk kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar.
Keempat, "Ulah Pagiri-giri Calik, Pagirang-girang tampian". Dalam bahasa Indonesia, paribasa tersebut kurang lebih berarti, "Jangan berlomba-lomba duduk paling tinggi, jangan berlomba-lomba paling hulu tempat mandi".
Paribasa di atas merupakan pepeling agar tidak saling berebut kedudukan atau jabatan. Selain itu paribasa tersebut juga berisi pepeling agar tidak saling berebut "kursi" alias kekuasaan.
Namun paribasa tersebut bukan berarti melarang untuk mendapatkan kedudukan atau jabatan dan kekuasaan. Paribasa itu hanya mengingatkan jangan sampai persaingan mendapatkan kedudukan atau jabatan dan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara sehingga kemudian menimbulkan perpecahan dan permusuhan.
Kelima, "Ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi salogak". Dalam bahasa Indonesia, paribasa tersebut kurang lebih berarti, "Kalau di air jadi satu lubuk, kalau di darat jadi satu lubang".
Paribasa di atas merupakan pepeling agar seia-sekata, menjaga kebersamaan dan kekompakan. Hal itu tanpa memandang tempat, di mana pun berada.
Selain ke-5 peribahasa Sunda yang berisi pepeling agar hidup rukun dan damai di atas, tentu masih ada banyak contoh peribahasa yang semakna dengan ke-5 peribahasa itu. Lain waktu mungkin bisa ditambahkan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H