Saya mendapat jadwal vaksinasi pertama dari Puskesmas terdekat pada tanggal 3 Maret lalu. Berarti sesuai ketentuan empat belas hari kemudian, yakni tanggal 17 Maret adalah jadwal vaksinasi saya yang kedua.
Oleh karena itu tanggal 17 Maret siang saya pun pergi ke Puskesmas untuk divaksin yang kedua kalinya. Tiba di Puskesmas saya menunggu sesaat di kursi tunggu.
Ternyata alur pelayanan vaksinasi Covid-19 yang kedua ini masih sama dengan alur pelayanan vaksinasi Covid-19 yang pertama, yaitu sasaran penerima vaksin harus melewati empat buah meja. Meja 1 pendaftaran/registrasi, meja 2 skrinning, meja 3 vaksinasi, dan meja 4 pencatatan hasil vaksinasi.
Setelah meja 1 terlihat kosong, saya pun maju menghampiri petugas di sana dengan membawa berkas bukti vaksinasi pertama. Pendaftaran/registrasi ternyata cukup dengan menyerahkan berkas bukti vaksinasi pertama, tanpa harus menyerahkan KTP asli.
Hal itu agak berbeda dengan waktu melakukan pendaftaran/registrasi vaksinasi pertama. Waktu itu saya dan sasaran penerima vaksin lain diminta untuk menyerahkan KTP asli sebagai dasar/bukti identitas sasaran penerima vaksin.
Pendaftaran/registrasi di meja 1 selesai. Saya kemudian diarahkan untuk menuju meja 2.
Di meja 2 saya dicek suhu tubuh dengan thermo gun dan dicek tensi darah. Alhamdulillah suhu tubuh hanya 36 derajat dan tensi darah 110/70.Â
Masih di meja 2 seperti halnya waktu vaksinasi pertama, saya kembali diberi beberapa pertanyaan antara lain mengenai riwayat penyakit, kondisi kesehatan terkini, riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi covid-19, dan lain-lain. Hampir semua pertanyaan dari sekira 14 pertanyaan saya jawab tidak.
Saya pun dinyatakan "lulus" dari meja 2. Artinya saya bisa lanjut ke meja selanjutnya, yakni ke meja 3 yang ada di ruangan terpisah untuk pelaksanaan vaksinasi.
Meja 3 ini berbeda dengan meja lainnya yang terbuka. Meja 3 ini ada di satu ruangan khusus. Maksudnya tentu supaya privasi sasaran penerima vaksin terjaga.
Pelaksanaan vaksinasi adalah dengan menyuntikkan vaksin di pangkal lengan. Padahal tidak sedikit dari sasaran penerima vaksin itu perempuan yang memakai pakaian lengan panjang.
Mau tidak mau mereka harus membuka baju. Hal itu tentu tidak bisa dilakukan di tempat terbuka, tapi harus di tempat tertutup yang bisa menjaga privasi sasaran penerima vaksin.
Setelah menunggu sesaat, saya pun dipanggil petugas untuk masuk ke ruangan tempat meja 3 berada. Saya mulai agak deg-degan. Maklum saya agak malu, eh agak takut dengan jarum.
Seperti waktu vaksinasi pertama untuk menghindari atau mengalihkan sedikit ketakutan terhadap jarum, saya tidak mau melihat jarum yang akan disuntikkan. Caranya adalah dengan memejamkan mata seraya membayangkan sedang berada di tempat lain. Â
Cara seperti itu cukup ampuh meredam degup jantung saya. Saya pun menjadi sedikit rileks.
Mungkin hanya sekira 10-15 detik proses vaksinasi selesai. Hal yang saya rasakan petugas mengusapkan kapas ke pangkal lengan bagian luar, kemudian menempelkan suntikan. Tak terasa sakit sama sekali, hanya sedikit pegal.
Selesai divaksin, selanjutnya saya menuju meja 4 dengan menyerahkan berkas untuk diinput oleh petugas yang ada di sana. Sesuai prosedur, saya dan beberapa sasaran penerima vaksin lain disuruh duduk menunggu selama 30 menit. Hal itu dimaksudkan untuk melihat ada atau tidaknya efek samping dari vaksin yang telah disuntikkan.
Alhamdulillah setelah 30 menit berlalu saya tidak merasakan apa pun, baik pusing, mual, atau hal lainnya kecuali rasa sedikit pegal di pangkal lengan bekas suntikkan. Tentu saja saya merasa lega.
Tak lama kemudian ada SMS masuk dari 1199 sebagai pemberitahuan bahwa sertifikat vaksinasi ke-2 atas nama saya sudah tersedia di link yang disebut dalam SMS tersebut. Selain itu SMS yang masuk dari 1199 juga memberitahukan bahwa jika ada keluhan pasca divaksin harap untuk menghubungi dokter.
Saya pun kemudian membuka link yang disebut dalam SMS. Selanjutnya saya unduh sertifikat vaksinasi ke-2 saya sebagai bukti bahwa saya benar-benar telah divaksin. Â Â
Saya senang karena telah "lulus" vaksinasi tahap ke-1 dan tahap ke-2. Mudah-mudahan apa yang saya lakukan dan juga orang lain lakukan dengan mau divaksin memberikan dampak signifikan terhadap semakin berkurangnya kasus virus corona (covid-19). Bahkan tentu kita berharap bahwa virus corona (covid-19) segera pergi dari bumi pertiwi yang kita cintai ini.
Namun bagi siapa saja yang  telah "lulus" vaksinasi, paling tidak ada dua hal yang harus diperhatikan dan tidak boleh dilakukan. Sebab kedua hal itu berpotensi merugikan diri sendiri, bahkan mungkin juga merugikan orang lain.
Pertama,  mereka yang  telah "lulus" vaksinasi sebaiknya tidak "pamer" dengan meng-upload sertifikat bukti vaksinasi ke media sosial atau membagikannya secara sembarangan. Sebab dalam sertifikat bukti vaksinasi memuat identitas pribadi termasuk NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan barkode khusus yang disebut QR code.
Dalam QR code juga memuat data pribadi. Kalau sertifikat bukti vaksinasi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, tentu akan merugikan bagi si empunya sertifikat.
Hal itu seperti disampaikan oleh Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika) Johnny G. Plate sebagaimana dilansir oleh inews.id (17/03). Sertifikat bukti vaksinasi menurut Menkominfo, hanya digunakan sendiri untuk keperluan-keperluan khusus saja.
Kedua, mereka yang telah "lulus" vaksinasi sebaiknya juga tidak menjadi lengah dengan menjadi abai terhadap protokol kesehatan. Jangan karena sudah divaksin kemudian merasa telah kebal dengan virus corona.
Menurut Ketua Umum IDI (Ikatan Dokter Indonesia) Slamet Budiarto sebagaimana dilansir konta.co.id (16/01), vaksinasi tidak membuat orang kebal terhadap virus 100 persen. Oleh karena itu semua tetap harus menjalankan protokol kesehatan.
Dua hal itulah yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang telah divaksin. Siapa pun itu, sebaiknya tidak melakukannya demi kebaikan diri sendiri juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H