La Vecchia Signora atau "Si Nyonya Tua" (The Old Lady) adalah sebutan lain bagi klub yang berasal dari kota Turin, Juventus. Sejak Liga Italia bergulir tahun 1898, dominasi Juventus tak tertandingi. Sampai saat ini Juventus masih merajai Liga Italia dengan 36 kali juara Liga Italia (Serie A) dan 20 kali menjadi runner up.
Dominasi La Vecchia Signora tersebut hanya mampu didekati oleh dua klub asal kota Milan, AC Milan dan Inter Milan. Itu pun keduanya hanya mampu meraih juara Liga Italia setengahnya dari yang dicapai oleh Juventus. Tercatat, AC Milan dan Inter Milan masing-masing baru meraih juara Liga Italia sebanyak 18 kali dan 14 kali runner up.
Artinya capaian Juventus hanya mampu disamai oleh AC Milan dan Inter Milan jika capaian kedua klub asal kota Milan itu digabungkan. Terbayang bagaimana dominannya Juventus di Liga Italia.
Kehebatan Juventus di Liga Italia tidak terlepas dari kepiawaian klub itu merekrut atau melahirkan pemain-pemain hebat ternama. Sejumlah nama besar tercatat pernah menjadi bagian kesuksesan klub itu. Beberapa bahkan menjadi legenda.
Sebut saja nama legenda seperti Giampiero Boniperti, Omar Sivori, Gaetano Scirea, Roberto Bettega, Dino Zoff, Antonio Cabrini, Paolo Rossi, Antonio Cinte, Michael Platini, Alessandro Del Piero, sampai Gianlugi Buffon. Selain itu nama-nama seperti  Roberto Baggio, Gianluca Vialli, Fabrizio Ravanelli, David Trezeguet, Pavel Nedved, Filippo Inzaghi, sampai Zinedine Zidane telah memberikan kontribusi besar bagi La Vecchia Signora.
Selain nama-nama yang telah disebutkan, tentu masih banyak lagi pemain-pemain hebat lain La Vecchia Signora. Termasuk mantan pemain yang sekarang menjadi pelatih Juventus, Andrea Pirlo dan juga pemain yang masih aktif bermain, Cristiano Ronaldo.
Dalam kurun 9 tahun terakhir, kehebatan Juventus di Liga Italia masih belum ada yang menandingi. Selama sembilan tahun terakhir itu, juara Liga Italia atau Serie A selalu jatuh ke tangan Juventus. Baik AC Milan atau Inter Milan, paling banter hanya mampu jadi runner-up. Â
Walau pun merupakan klub hebat, Juventus bukanlah klub yang saya sukai. Namun hal itu sebelum pemain kesukaan saya, Gianluca Vialli bergabung pada tahun 1992. Setelah  Vialli bergabung dengan Juventus dari Sampdoria, saya pun menjadi tertarik dengan klub itu sampai sekarang.
Mungkin Juventus merupakan sweet karma bagi saya. Dulu tak suka, kini menjadi suka. Hal itu karena faktor Gianluca Vialli. Kalau saja Vialli tidak bergabung dengan La Vecchia Signora, mungkin saya tak akan pernah menyukai klub yang bermarkas di kota Turin itu.
Gianluca Vialli memang salah satu pemain yang saya sukai. Walau pun ia bukan pemain terhebat yang pernah ada, tapi kehebatan dan kontribusinya bagi klub yang ia bela cukup besar dan penting.
Seperti ketika Vialli membela Sampdoria. Siapa pun tahu Sampdoria, klub yang bermarkas di kota Genoa itu jauh jika dibandingkan dengan Juventus, Â AC Milan, Â atau Inter Milan. Namun ketika Vialli bermain untuk klub itu, Sampdoria waktu itu bisa bersaing dengan ketiga klub besar itu, baik di Liga Italia maupun di ajang lainnya.
Tahun 1991 Sampdoria sempat menjadi juara Liga Italia, menyingkirkan klub-klub mapan yang biasa menjadi langganan juara. Itulah momen Sampdoria merasakan juara Liga Italia untuk pertama kalinya dan sekali-kalinya sampai saat ini.
Kemudian dengan berbekal juara Serie A, Sampdoria pun berhak mewakili Italia ke ajang Piala Champions Eropa (Kini Liga Champions UEFA) untuk pertama kalinya. Hebatnya lagi walau pun sebagai tim debutan di ajang Piala Champions Eropa itu, Sampdoria langsung menggebrak masuk final. Hanya sayang di final Sampdoria harus kalah tipis 0-1 dari Barcelona, melalui gol pelatih Barcelona saat ini, Ronald Koeman.
Masuknya Sampdoria ke final Piala Champions Eropa juga tidak terlepas dari kontribusi seorang Gianluca Vialli. Tentu saja ada juga peran tandem sejatinya Roberto Mancini yang kini menangani tim nasional Italia dan beberapa orang pemain lainnya.
Selama bergabung dengan Sampdoria, Vialli berhasil mempersembahkan beberapa gelar dan piala. Selain juara Serie A, Vialli juga mempersembahkan 4 Piala Coppa Italia, 1 Piala Super Italia, dan 1 Piala Winners Eropa.
Melihat kehebatan Gianluca Vialli seperti itu, raksasa Italia Juventus pun tertarik untuk merekrutnya. Tahun 1992 Vialli resmi menjadi bagian La Vecchia Signora.
Empat tahun bermain bersama Juventus, Vialli sempat turut menyumbangkan sejumlah gelar dan piala bagi La Vecchia Signora. Seperti juara Liga Italia, Piala Coppa Italia, Piala Super Italia, Piala UEFA, dan Piala Champions Eropa.
Selepas bermain bersama Juventus, Gianluca Vialli kemudian bergabung dengan salah satu klub Liga Utama Inggris, Chelsea. Waktu itu Chelsea bukanlah tim elit seperti saat ini.
Bersama Ruud Gullit, bintang lain yang direkrut Chelsea, Vialli membangun Chelsea. Perlahan Chelsea pun beranjak menjadi klub yang disegani.
Istimewanya di Chelsea, Vialli selain sebagai pemain juga merangkap sebagai pelatih (manajer). Istilahnya Vialli menjadi player-managers.
Walau pun hanya sebentar menjadi pemain dan pelatih Chelsea, Vialli terbilang sukses membawa Chelsea meraih beberapa trofi. Bahkan bisa disebut Vialli merupakan pelatih tersukses kedua setelah Jose Mourinho. Hal itu jika diukur dari jumlah trofi yang dipersembahkan.
Vialli tercatat mampu mempersembahkan lima trofi bagi Chelsea. Yaitu Piala Liga (1998), Piala Winners Eropa (1998), Piala Super Eropa (1998), Piala FA (2000), dan Piala Charity Shield (2000).
Selepas melatih Chelsea, Vialli sempat melatih klub Inggris lain, Watford selama satu tahun. Hanya sayang di Watford Vialli tidak menuai kesuksesan seperti ketika melatih Chelsea. Hal itu bisa dipahami karena Watford adalah tim gurem yang kurang didukung pemain-pemain berkelas tinggi dan juga kekuatan finansial yang memadai.
Setelah tidak melatih Watford, Vialli tidak menjadi pelatih lagi. Mungkin bukan tidak ada klub yang menawarinya, tapi Vialli lebih memilih dan lebih nyaman menjadi komentator televisi. Â
Sejak tahun 2018 Vialli dikabarkan mengidap kanker pankreas. Setelah berjuang selama kurang dari dua tahun, Desember 2020 Vialli dinyatakan sembuh dari penyakitnya.
Bukan tidak mungkin suatu saat Gianluca Vialli akan turun gunung menjadi pelatih lagi. Bisa jadi menjadi pelatih klub yang pernah dibelanya atau pelatih klub lain yang cocok dengannya. Bisa saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H