Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan Terancam Tidak Bisa Maju Menjadi Calon Presiden

28 Januari 2021   21:09 Diperbarui: 28 Januari 2021   21:48 3212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan (tribunnews.com)

Pembahasan RUU (Rancangan Undang-undang) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum merupakan satu dari 33 RUU yang disepakati pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang masuk dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2021. RUU Pemilu tersebut bahkan ditargetkan selesai pada pertengahan tahun 2021.

Tidak semua partai politik sepakat dengan dilakukannya pembahasan revisi atas UU Pemilu Nomor 7 Tahun2017 tersebut. Paling tidak dua partai politik, yakni PAN (Partai Amanat Nasional) dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan) menyatakan secara terang-terangan menolak RUU Pemilu tersebut.

Melalui Zulkifli Hasan sang ketua umum, PAN beralasan bahwa UU Pemilu tersebut belum saatnya direvisi. Menurutnya, peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini masih sangat baru, yaitu secara formal diterapkan dalam kurun waktu 4-5 tahun terakhir.

Ketimbang membahas revisi UU Pemilu, Zulkifli meminta pemerintah dan DPR untuk lebih fokus menangani pandemi covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Energi pemerintah dan DPR agar diarahkan sepenuhnya untuk menangani kedua masalah tersebut. Zulkifli merasa tidak yakin jika RUU Pemilu akan menghasilkan aturan yang lebih baik dari sebelumnya.

Senada dengan PAN, PPP juga sama menolak dilakukannya pembahasan revisi atas UU Pemilu. Hal itu seperti disampaikan oleh Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi.

Menurut Baidowi, UU Pemilu tak perlu direvisi setiap penyelenggaraan Pemilu. Hal itu supaya ada semacam sakralisasi terhadap sebuah regulasi.

Selain itu menurut Baidowi, RUU Pemilu akan mengubah banyak aturan yang masih belum terlaksana. Salah satunya aturan tentang penyelenggaraan Pilkada pada 2024 sesuai dengan UU Pilkada.

Adapun partai-partai politik lain memiliki sikap berbeda dengan PAN dan PPP. Partai-partai politik itu justru menginginkan UU Pemilu segera untuk direvisi.

Seandainya PAN dan PPP sebagai partai politik yang menolak revisi UU Pemilu tidak mendapat dukungan tambahan dari partai politik lain, maka revisi UU Pemilu tersebut akan terus dilanjutkan dan kalau sudah disepakati akan disahkan. Kekuatan PAN dan PPP tidak akan cukup kuat untuk melawan kekuatan partai politik lain yang memiliki keinginan sebaliknya dengan kedua partai politik tersebut.

Apabila RUU Pemilu disahkan menjadi Undang-undang Pemilu jelas kedua partai politik itu, yakni PAN dan PPP akan terancam. Kedua partai politik itu berpotensi tidak akan lolos ambang batas parlemen. Sebab dalam RUU Pemilu tersebut ambang batas parlemen dinaikkan menjadi 5% (lima persen).

Pada Pemilu 2019 lalu PAN memang memperoleh suara 6,84%. Akan tetapi tidak ada jaminan jika pada Pemilu 2024 PAN akan memperoleh suara sebesar itu. Apalagi PAN  terancam dengan hadirnya "saudara muda", Partai Ummat yang sangat mungkin akan mengambil sebagian (besar?) suara PAN.

Sementara PPP, jika mengacu kepada perolehan suara pada Pemilu 2019 lalu hanya memperoleh 4,52%. Artinya, dengan UU Pemilu baru bisa dipastikan PPP tidak akan lolos ambang batas parlemen pada Pemilu 2024.

Oleh karena itu sangat wajar jika PAN dan PPP ngotot untuk menolak pembahasan revisi UU Pemilu. Revisi UU Pemilu tersebut berpotensi merugikan keduanya.

Selain dinaikkannya ambang batas parlemen dari 4% menjadi 5%, dalam RUU Pemilu juga ada beberapa hal yang baru. Seperti tentang syarat calon presiden dan wakil presiden, termasuk syarat anggota DPR/DPRD.

Tentang calon presiden dan wakil presiden misalnya, disyaratkan antara lain minimal berpendidikan tinggi atau sederajat (sebelumnya SMA) dan harus anggota partai politik (sebelumnya boleh bukan berasal dari partai politik). Hal itu seperti tercantum dalam pasal 182 ayat (2) poin z. 

Syarat calon presiden dan wakil presiden harus anggota partai politik merupakan poin yang cukup menarik, terutama jika dikaitkan dengan beberapa nama yang seringkali digadang-gadang publik sebagai calon presiden 2024 tapi bukan berasal dari partai politik. Seperti nama Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan.

Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan, keduanya bukan kader atau anggota partai politik tertentu. Apabila RUU Pemilu benar-benar disahkan, Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan dengan demikian terancam tidak akan bisa maju sebagai calon presiden atau calon wakil presiden.

Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan kalau memang ingin maju menjadi sebagai calon presiden atau calon wakil presiden pada Pemilu 2024 nanti, mau tidak mau harus menjadi kader atau anggota partai politik. Dalam hal ini partai politik yang dijadikan kendaraan oleh keduanya pun harus partai politik yang bisa mengajukan calon presiden atau calon wakil presiden.

Artinya partai politik itu minimal merupakan partai politik yang memenuhi ambang batas parlemen. Kalau pun partai politik tersebut belum memenuhi presidential treshold, nanti bisa berkoalisi dengan partai politik lain yang juga memenuhi ambang batas parlemen.

Partai politik yang saat ini memenuhi ambang batas parlemen, jika melihat perolehan suara Pemilu 2019 lalu ada 9 partai politik. Kesembilan partai politik itu adalah PDI Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Golkar, PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), Partai Nasdem, PKS (Partai Keadilan Sejahtera), Partai Demokrat, PAN (Partai Amanat Nasional), dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan).

Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan berarti harus masuk menjadi kader atau anggota salah satu dari partai-partai politik di atas. Mungkin masuk ke PDI Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Golkar, atau yang lainnya.

Masalahnya, beberapa partai politik di atas sejak awal ada yang sudah menggadang-gadang nama sebagai calon presiden yang akan mereka usung pada Pilpres 2024 nanti. PDI Perjuangan misalnya, disebut-sebut akan mengusung Ganjar Pranowo atau Puan Maharani sebagai calon presiden atau calon wakil presiden.

Partai Gerindra apalagi. Sejak awal sudah menyiapkan sang ketua umum Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pilpres 2024 nanti.

Begitu pula dengan Partai Demokrat. Di sana ada AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang juga sudah disiapkan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden pada Pilpres 2024 nanti.  

Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan, dengan demikian tidak mungkin masuk menjadi kader atau anggota ketiga partai itulah jika proyeksinya maju menjadi calon presiden atau calon wakil presiden pada Pilpres 2024. Dalam  hal ini Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan harus masuk menjadi kader atau anggota partai politik selain ketiga partai itu.

Keduanya mungkin bisa masuk menjadi kader atau anggota Partai Nasdem, PKS, PKB, PAN, atau PPP. Namun bisa juga Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan masuk menjadi kader atau anggota partai politik baru yang mungkin potensial memperoleh suara signifikan pada Pemilu 2024. Misalnya Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan masuk menjadi kader atau anggota Partai Ummat atau Partai Gelora.

Terlebih Partai Ummat. Bahkan Gatot Nurmantyo sempat digadang-gadang sebagai calon ketua umum partai politik ini.

Tidak hanya Gatot Nurmantyo dan Anies Baswedan, beberapa nama lain yang sering digadang-gadang sebagai calon presiden atau calon wakil presiden pada Pilpres 2024 yang bukan kader atau anggota partai politik juga terancam tidak bisa maju sebagai calon presiden atau calon wakil presiden. Sebutlah misalnya Ridwan Kamil, Erick Tohir, atau Mahfud MD. Berarti mereka juga harus masuk menjadi kader atau anggota partai politik.  

Apakah syarat calon presiden atau calon wakil presiden harus kader atau anggota partai politik yang ada dalam revisi UU Pemilu sebagai upaya untuk menjegal beberapa nama yang cukup potensial menjadi calon presiden atau calon wakil presiden yang bukan kader partai politik? Mungkin tidak, tapi bisa juga ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun