Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inkonsistensi PSI Berbuntut Walk Out

15 Desember 2020   10:07 Diperbarui: 15 Desember 2020   18:56 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi walk out seluruh anggota DPRD DKI Jakarta terjadi saat Fraksi PSI hendak menyampaikan pandangannya (jakarta.tribunnews.com)

Kehadiran Fraksi PSI (Partai Solidaritas Indonesia) DPRD DKI Jakarta pada periode 2019-2024 menjadi daya tarik tersendiri. Betapa tidak, suara fraksi partai baru yang langsung meraih delapan kursi DPRD DKI Jakarta itu terdengar cukup nyaring menyuarakan berbagai hal menyangkut "kepentingan rakyat".

Kita tentu masih ingat di awal masuk parlemen DKI Jakarta (Oktober 2019), Fraksi PSI melalui salah satu anggotanya William Aditya Sarana langsung menyoroti rancangan anggaran Lem Aibon. Selain itu William juga menyoroti rancangan anggaran pulpen dan komputer yang fantastis.

William pun kemudian mengunggah hal itu di media sosial, sehingga ramai menjadi perbincangan publik. Banyak pihak memberikan apresiasi dan mengacungkan jempol kepada Fraksi PSI.

Sebaliknya apa yang dilakukan oleh William menimbulkan sikap antipati, bahkan kemarahan dari anggota Fraksi lain. Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta Inggard Joshua dari Fraksi Gerindra misalnya, menilai William tidak memiliki tata krama lantaran mengunggah rancangan anggaran ke media sosial.

Menurut Inggard, rancangan anggaran itu belum dibahas di forum DPRD. Menurutnya, aspirasi boleh keluar setelah dilakukan pembahasan. Jangan sampai belum dibahas tapi sudah ramai di koran.

Kita juga tentu masih ingat, sebelum menyoroti anggaran lem Aibon, pulpen, dan komputer, Fraksi PSI juga sempat membuat "kejutan", Fraksi PSI sempat menolak pemberian pin emas anggota DPRD DKI Jakarta sebagaimana sudah biasa diberikan kepada setiap anggota DPRD DKI Jakarta sebagai salah satu identitas mereka sebagai anggota dewan. Menurut Fraksi PSI, hal itu sebagai bentuk penghamburan.

Fraksi PSI juga pernah menyoroti dan mempermasalahkan anggaran TGUPP (Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan) yang mencapai Rp. 26,572 miliar. Hal itu menurut Fraksi PSI sebagai bentuk pemborosan.

Beberapa kebijakan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga tak luput dari sorotan Fraksi PSI. Seperti tentang transparansi anggaran, pembangunan LRT (Light Rail Transit), atau penanganan Covid-19.

Bahkan untuk hal yang disebut terakhir, Fraksi PSI berniat akan mengajukan hak interpelasi kepada gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Akan tetapi hal tersebut ditanggapi dingin oleh fraksi lainnya. Keinginan Fraksi PSI tersebut tidak mendapat respon sama sekali dari fraksi lainnya.

Sikap kritis dan sikap "pro rakyat" Fraksi PSI selama ini, baik terhadap pihak eksekutif maupun terhadap pihak sesama legislatif mungkin baik sebagai bentuk kontrol terhadap hal-hal yang memang patut dipertanyakan.

Akan tetapi terhadap sikap Fraksi PSI tersebut tidak semua pihak memandangnya sebagai bentuk sikap kritis atau sikap "pro rakyat". Banyak pihak menilai sikap Fraksi PSI tersebut sebagai bentuk pencitraan, cari panggung, atau cari popularitas saja.

Bahkan sesama anggota legislatif DPRD DKI Jakarta pun dalam hal ini seringkali balik mengkritisi sikap "nyeleneh" Fraksi PSI tersebut. Tak sedikit pula diantara anggota legislatif DPRD DKI Jakarta itu menyebut Fraksi PSI sedang cari simpati rakyat untuk meningkatkan elektabilitas partai.

Fraksi PSI DKI Jakarta, dengan demikian tak ubahnya seperti fraksi oposisi, baik terhadap eksekutif, dalam hal ini gubernur dan pemprov DKI Jakarta, maupun terhadap sesama legislatif sendiri, yakni fraksi lain di DPRD DKI Jakarta. Oleh karenanya tidak aneh jika Fraksi PSI menjadi semacam "public enemy" bagi fraksi lain di DPRD DKI Jakarta.

Hal itu terlihat jelas seperti ketika Rapat Paripurna terkait Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi dan rancangan RKT (Rencana Kinerja Tahunan) DPRD DKI, Senin (14/12). Semua fraksi di DPRD DKI Jakarta melakukan aksi walk out kala Fraksi PSI akan menyampaikan pandangan umumnya terkait masalah tersebut.

Kasus tersebut cukup unik. Biasanya anggota legislatif yang melakukan aksi walk out itu sebagian kecil atau paling tidak setengahnya.  Dalam kasus itu malah sebaliknya.

Penyebab fraksi-fraksi selain Fraksi PSI melakukan aksi walk out karena merasa kecewa terhadap sikap Fraksi PSI yang mereka nilai inkonsisten. Sebelumnya Fraksi PSI disebut telah menyetujui rancangan anggaran untuk masalah yang dibahas. Namun DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) PSI DKI Jakarta membantahnya.  

Salah satu yang dipermasalahkan oleh PSI adalah, karena dalam anggaran tersebut ada komponen kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta. PSI tidak menyetujui hal tersebut karena hal itu tidak pantas dilakukan saat pandemi.

Salah satu anggota DPRD DKI Jakarta dari fraksi Partai Golkar, Judistira menyebut PSI telah melakukan kebohongan publik. Sebab menurutnya dalam postur APBD 2021 tidak ada kenaikan tunjangan dan gaji.

Sikap Fraksi PSI selama ini mungkin sebagai bentuk sikap kritis dan pro rakyat. Akan tetapi bisa juga dibaca sebagai  bentuk upaya untuk menarik simpati rakyat demi kepentingan politik ke depan. 

Dalam politik memang tidak akan terlepas dari trik dan intrik. Apa yang dilakukan oleh para politisi belum tentu murni untuk kepentingan rakyat. Tak jarang rakyat hanya jadi objek manipulasi "atas nama", padahal hakikatnya demi kepentingan para politisi itu sendiri.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun