Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa FPI Tidak Bermetamorfosis Menjadi Partai Politik Saja?

21 November 2020   12:42 Diperbarui: 21 November 2020   13:32 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamis (19/11) beredar video sejumlah orang berbaju loreng menurunkan baligo besar pemimpin FPI (Front Pembela Islam), Habib Rizieq Shihab. Banyak orang mengaitkan mereka dengan TNI, tapi tidak sedikit pula yang meyakini bahwa mereka bukan anggota TNI.

Kapuspen TNI (Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia), Mayjend TNI Achmad Riad sempat membantah. Menurut Kapuspen, orang-orang berbaju loreng yang mencopot baligo itu bukan anggota TNI.

Akan tetapi esok harinya, Jum'at pagi (20/11) seusai apel kesiapan bencana dan Pilkada serentak di Lapangan Silang Monas, Jakarta Pusat, Pangdam Jaya (panglima Kodam Jaya) Mayjend TNI Dudung Abdurachman menyatakan hal yang berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Kapuspen TNI.

Pangdam Jaya, Mayjend TNI Dudung Abdurachman justru mengatakan dengan tegas bahwa orang yang berbaju loreng yang menurunkan baliho Habib Rizieq Shihab adalah orang suruhannya. Hal itu ia lakukan karena Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) DKI beberapa kali berusaha mencopot baliho selalu gagal. Setelah baliho dicopot, dipasang lagi oleh massa FPI.

Lebih jauh lagi, dalam kesempatan itu Pangdam Jaya menyampaikan pernyataan keras kepada Habib Rizieq Shihab dan FPI. Ia mengatakan kalau perlu FPI dibubarkan saja, sebab dalam pandangannya FPI merasa paling benar, suka ngatur-ngatur, dan suka-sukanya sendiri.

Pangdam Jaya juga menebar ancaman kepada FPI untuk tidak mengganggu persatuan dan kesatuan di Jakarta. Kalau hal itu dilakukan oleh FPI, Pangdam Jaya mengancam akan menghajarnya.

Apa yang disampaikan oleh Pangdam Jaya, Mayjend TNI Dudung Abdurachman sontak mendapat tanggapan beragam, pro dan kontra, sehingga tagar #BubarkanFPI menjadi trending di jagat twitter Indonesia. Selain itu trending pula tagar #RakyatPercayaHRS dan #BalihoBikinPanik.

Pernyataan keras Pangdam Jaya, Mayjend TNI Dudung Abdurachman mengenai "bubarkan FPI" mendapat banyak sorotan dari berbagai pihak. Selain terkesan arogan, banyak pihak menilai apa yang disampaikan oleh Pangdam Jaya itu "off side" karena membubarkan ormas bukan  domain TNI tapi domain Kemenkumham (Kementerian Hukum dan HAM) dan (atau) Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri).

Wacana atau keinginan membubarkan FPI sesungguhnya bukan kali ini saja seperti disampaikan oleh Pangdam Jaya. Sejak ormas itu baru berumur 8 tahun, tepatnya sejak tahun 2006 lalu wacana atau keinginan membubarkan FPI sudah ada.

Waktu itu pemerintah melalui Menko Polhukam Widodo AS sempat mewacanakan pembubaran FPI pada Juni 2006. Dasar pembubaran yang akan digunakan adalah UU Nomor 8 Tahun1985 tentang Organisasi Masyarakat, karena aksi anarkis yang kerap dilakukan oleh FPI. Akan tetapi wacana pembubaran itu tidak jadi dilaksanakan.

Selanjutnya wacana pembubaran FPI kembali mencuat pasca insiden Monas 1 Juni 2008. Sebagaimana diketahui, saat itu terjadi penyerangan oleh FPI terhadap AKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan). Akan tetapi wacana pembubaran FPI waktu itu pun kandas karena alasan FPI tidak berlandaskan hukum.

Wacana pembubaran FPI muncul kembali pada tahun 2016 lalu. Saat itu FPI beberapa kali menggelar aksi Demonstrasi atas kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Seperti sebelumnya, wacana pembubaran FPI kali ini pun gagal.

Sebagai Ormas, eksistensi FPI memang rentan terancam dengan adanya wacana, saran, atau usulan pembubaran. Walau pun sesungguhnya kekhawatiran terjadinya pembubaran itu tak perlu ada jika FPI tidak  merasa melanggar regulasi yang ada tentang Ormas sebagaimana yang ada tercantum dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2017.

Akan tetapi menilik beberapa larangan yang ada dalam Perppu di atas, pasal 59 ayat (3)  merupakan larangan Ormas yang sangat mungkin dapat digunakan untuk membubarkan FPI. Dalam pasal 59 ayat (3) itu antara lain, Ormas dilarang melakukan tindakan  permusuhan yang  bersifat SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) dan dilarang melakukan tindak kekerasan, mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum atau fasilitas sosial.

Sesungguhnya FPI bisa terbebas dari bayang-bayang ancaman pembubaran Ormas jika FPI mau bermetamorfosis menjadi partai politik. Sebab pembubaran partai politik tidak akan semudah pembubaran Ormas.

Mengapa FPI tidak bermetamorfosis menjadi partai politik, padahal berdasarkan klaim FPI sendiri memiliki anggota sebanyak kurang lebih 7 juta orang ? Dorongan, usulan, atau wacana FPI menjadi partai politik memang sempat ada beberapa waktu yang lalu.

Tahun 2008 dan 2013 lalu pernah ada wacana dan saran agar FPI menjadi partai politik. FPI pun sempat mempertimbangkan  hal itu. Akan tetapi Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab kemudian menyatakan bahwa FPI belum siap menjadi partai politik.

Ada beberapa keuntungan yang bisa diperoleh oleh FPI jika FPI bermetamorfosis menjadi partai politik. Antara lain FPI dapat menyalurkan aspirasi mereka secara langsung di parlemen tanpa harus "menitipkan" kepada partai politik lain. FPI juga tidak perlu lagi berjuang di jalanan karena mereka dapat berjuang langsung secara konstitusional di parlemen. 

FPI dapat terlibat secara langsung dalam pembuatan berbagai Undang-undang yang selama ini mereka nilai tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Selain itu FPI juga dapat mengusung atau memperjuangkan calon pemimpin yang sesuai dengan kriteria mereka sebagai pemimpin yang ideal dan memiliki kemampuan memimpin Indonesia.

Bermetamorfosisnya FPI menjadi partai politik juga menjadi semacam test case, apakah benar FPI memiliki jumlah massa seperti klaim FPI sendiri saat ini ? Hasil pemilu akan membuktikan hal itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun