Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual atau RUU PKS merupakan salah satu RUU yang sudah lama dalam pembahasan para anggota legislatif. Menilik asal usulnya, RUU PKS ini sudah melalui perjalanan panjang.
Komnas Perempuan adalah pihak yang pertama kali menginisiasi RUU PKS ini pada tahun 2012 lalu. Kemudian pada tahun 2016, DPR meminta Komnas Perempuan untuk menyerahkan naskah akademik RUU PKS tersebut.Â
DPR dan pemerintah pun sepakat memasukan RUU PKS ke dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2016.
Pada April 2017 dalam rapat Paripurna DPR, RUU PKS disepakati sebagai inisiatif DPR. Mulanya RUU PKS ini akan dibahas di Komisi III (hukum dan keamanan) tetapi kemudian diputuskan dibahas di Komisi VIII (agama dan sosial).
Sampai tahun 2017 berakhir, RUU PKS belum juga disepakati menjadi Undang-undang. Sehingga pembahasan RUU PKS berlanjut di tahun 2018. Waktu itu Komisi VIII mengundang sejumlah elemen untuk diminta masukan dan pendapatnya.Â
Akan tetapi sama saja, sampai akhir tahun 2018 pun nasib RUU PKS masih menggantung. Bahkan DPR kemudian memutuskan RUU tersebut ditunda pembahasannya sampai pemilu 2019 selesai.Â
Artinya para pembahas RUU PKS kemungkinan bukan lagi anggota DPR yang sebelumnya membahas RUU ini, tapi anggota DPR baru hasil Pemilu 2019.
Setelah Pemilu 2019 usai dan DPR baru terbentuk, RUU PKS memang masuk ke dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2020. Akan tetapi pembahasan RUU ini di Komisi VIII mengalami deadlock, karena masih banyak menuai pro kontra baik di dalam parlemen maupun di luar parlemen.
Akhirnya RUU PKS sebagaimana disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VIII, Marwan Dasopang pada selasa (30/06/2020) dinyatakan ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020.Â
Walaupun ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020, tetapi Marwan menjamin RUU PKS akan didaftarkan kembali sebagai prolegnas Prioritas tahun 2021. Dalam bahasa Marwan, RUU PKS ini hanya digeser dari Prolegnas Prioritas 2020 ke 2021.