Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tolong Jangan Reshuffle Kabinet

1 Juli 2020   13:56 Diperbarui: 1 Juli 2020   19:20 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para menteri adalah pembantu presiden. Mereka dipilih oleh presiden dengan mempertimbangkan banyak hal tentunya. Pertimbangan itu bisa jadi latar  belakang politik, track record, profesionalitas, suku,  usia, atau yang lainnya.

Saat ini kabinet presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut dengan Kabinet Indonesia Maju berjumlah 34 orang menteri dan 4 orang pejabat setingkat menteri.  Konon dari 38 orang itu, hanya 16 orang yang  berasal dari partai politik. Selebihnya 22 orang lagi  adalah para profesional.

Walau pun tentu saja, sebutan "profesional" bagi 22 orang menteri atau pejabat setingkat menteri itu sesuatu yang samar. Sebab tidak mungkin mereka dipilih tanpa adanya dukungan dari partai politik. Ujung-ujungnya ya representasi atau titipan partai politik juga.

Kabinet Indonesia Maju pada awal pembentukannya layak jika digadang-gadang sebagai kabinet profesional. Komposisi kabinet yang lebih didominasi oleh para profesional, menguatkan sebutan itu. Harapan besar pun disematkan di pundak para pembantu presiden itu.  

Rakyat cukup optimis dengan komposisi Kabinet Indonesia Maju saat itu. Para tokoh yang dipilih sebagai pembantu presiden itu dinilai bisa mewujudkan janji-janji politik atau program-program Presiden Jokowi pada saat kampanye dulu. Secara relatif para menteri atau pejabat setingkat menteri itu bisa disebut sebagai orang-orang terbaik.

Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin pun tak terasa berjalan lebih dari delapan bulan. Banyaknya para menteri ternyata tidak serta merta mampu menjalankan program-program pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin berjalan dengan baik dan sesuai yang diharapkan. Capaian kinerja para menteri Kabinet Indonesia Maju tidak semua memenuhi ekspektasi, bahkan beberapa sangat mengecewakan presiden Jokowi sendiri.

Penilaian itu bukan hanya datang dari para pengamat, lembaga survey, atau dari warga masyarakat. Presiden Jokowi bahkan menyatakan sendiri hal  itu.

Sebagaimana diketahui bersama, bahwa Presiden Jokowi jengkel dan marah kepada sejumlah menterinya dalam sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, kamis(18/06) lalu. Kejengkelan dan kemarahan Presiden Jokowi kepada sejumlah menteri terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 dan hal-hal yang terkait  dengan pandemi itu, yang ia nilai tidak maksimal.

Menurut Presiden Jokowi, sejumlah menterinya ada yang masih menganggap situasi pandemi bukan sebuah krisis. Mereka menganggap  biasa-biasa saja.

Oleh karena itu kemudian Presiden Jokowi menebar ancaman, akan membubarkan lembaga dan me-reshuffle menterinya yang masih melihat kondisi saat ini sebagai kondisi yang normal atau biasa. Artinya Presiden Jokowi tak segan-segan akan me-reshuffle menteri yang dianggapnya tidak memperbaiki  kinerjanya.

Pantaskah seorang presiden merasa jengkel dan marah, kemudian menebar ancaman kepada para menteri sebagai pembantunya ? Dalam konteks posisi presiden sebagai "majikan" dan para menteri sebagai "pembantu" tentu wajar dan tidak masalah. Walau pun secara etika hal itu banyak pihak mempermasalahkannya.

Sangat manusiawi jika seorang majikan menginginkan pembantunya memiliki kinerja dan loyalitas yang baik. Sebaliknya masuk akal pula jika seorang majikan jengkel dan marah kepada pembantunya ketika sang pembantu berkinerja buruk, sehingga banyak pekerjaan yang terbengkalai tidak terselesaikan.

Bagaimana jika sang majikan sampai mengganti atau memecat sang pembantunya yang berkinerja buruk dan sering malas-malasan ? Tentu bukan sesuatu yang dipersalahkan pula. Sebab maksud sang majikan mempekerjakan sang pembantu adalah untuk meringankan pekerjaanya.

Kalau sang pembantu tidak memberikan kontribusi yang diharapkan atau malah membebani sang majikan, tentu sangat wajar dan pantas jika ia diganti. Setelah itu sang majikan bisa mencari lagi penggantinya yang lebih baik dan bisa menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan sang majikan.

Dalam konteks ini Presiden jokowi tidak cukup hanya merasa jengkel, marah, dan menebar ancaman saja kepada para menterinya. Tetapi ia harus segera merealisasikan ancamannya itu mumpung pemerintahan baru berjalan beberapa bulan saja. Kalau ditunggu sampai nanti, maka para menteri yang berkinerja tidak sesuai ekspektasi malah menjadi beban bagi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin sendiri.

Dalam hal ini saya sebagai seorang warga negara punya satu permintaan kepada Presiden Jokowi : Tolong jangan reshuffle kabinet... dalam waktu lama. Reshuffle lah kabinet secepat dan sesegera mungkin.

Tetapi presiden Jokowi tidak boleh melakukan kesalahan yang sama. Yakni memilih para pembantunya secara tidak tepat. Pilihlah para tokoh yang benar-benar memiliki kompetensi dan loyalitas yang baik, yang siap mengabdikan diri kepada bangsa dan  negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun