Berkenaan dengan masalah menteri agama telah melakukan sejumlah kajian dan telah menjalin komunikasi yang intensif dengan Kementerian Urusan Haji Arab Saudi dan MUI, mungkin tidak masalah. Akan tetapi melakukan klaim telah melakukan komunikasi dengan Komisi VIII DPR RI, yang dilakukan melalui komunikasi formal rapat kerja dan komunikasi infromal secara langsung, patut dipertanyakan.
Betul, bahwa menteri agama dengan Komisis VIII DPR RI telah melakukan beberapa kali rapat mengenai persiapan ibadah haji tahun 2020. Akan tetapi rapat-rapat itu tidak menyangkut pengambilan keputusan pembatalan ibadah haji tahun 1441 H/2020 M.
Ketiga, Â Pengakuan Menteri Agama RI, Fachrul Razi seperti disampaikan oleh Yandri Susanto bahwa dirinya membuat dan mengeluarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 494 Tahun 2020 Tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji Pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441 H/2020 M itu karena karena diperintah oleh Presiden Jokowi. Sebagai pembantu presiden, tentu menteri agama tidak memiliki opsi untuk menolak perintah itu.
Masalahnya, mengapa Presiden Jokowi memerintahkan sesuatu yang tidak sejalan dengan Undang-undang (UU Nomor 8 Tahun 2019) yang ada? Jika dikatakan bahwa Presiden Jokowi tidak memahami Undang-undang tentu tidak mungkin. Ini mungkin lebih kepada masalah kelalaian atau ketidaktelitian saja.
Akan tetapi Presiden Jokowi banyak memiliki pembantu yang memahami berbagai hal, termasuk masalah hukum dan perundang-undangan. Lantas, peran mereka itu di mana? Jangan sampai ada kesan bahwa Presiden Jokowi bekerja sendirian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H