Ujang, seorang pedagang makanan kaki lima yang kini tak lagi bisa berdagang karena tak ada lagi pembeli yang mau membeli dagangannya. Maklum saja saat ini semua orang menjadi phobia dengan virus Corona. Mereka takut membeli makanan di kaki lima karena takut ada virus Coronanya.
Kini Ujang tak memiliki pekerjaan dan tidak pula memiliki penghasilan sama sekali. Sedangkan tiap hari ia harus tetap makan. Belum lagi kamar kontrakan sudah dua bulan menunggak belum dibayar.
Oleh karena itu Ujang bermaksud untuk kembali ke desanya nun jauh di sana di pelosok salah satu kabupaten di Jawa Barat. Pagi-pagi buta ia pun berkemas menyiapkan pakaian dan barang-barang yang bisa ia bawa.
Setelah semua pakaian dan barang selesai ia kemas, Ujang pergi menemui pak RT, yang kebetulan juga merupakan pemilik kamar kontrakan. Ujang mau minta maaf karena belum bisa membayar sewa kamar kontrakan yang menunggak dua bulan dan juga mau izin kembali ke desa sementara waktu sampai situasi wabah Covid-19 mereda. Â
"Tok, tok, tok...! Assalamu'alaikum", Ujang mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Tak terdengar ada suara yang menyahut dari dalam rumah.
"Tok, tok, tok...! Assalamu'alaikum", Ujang kembali mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Masih terdengar sepi. Tak ada sahutan dari dalam rumah.
"Tok, tok, tok...! Assalamu'alaikum", Ujang kembali mengetuk pintu dan mengucapkan salam untuk ketiga kalinya. Terdengar ada bunyi sandal menuju pintu. Tak lama pintu terbuka.
"Wa'alaikumsalam...", sahut orang yang membuka pintu. Ternyata pa RT yang membuka pintu.
"Eh Ujang... Ada apa pagi-pagi begini ?", Tanya pak RT.
"Ayo masuk. Silahkan duduk..." Pak RT mengajak Ujang masuk dan mempersilahkannya duduk.
"Eh, anu pak RT... Langsung saja, karena situasi masih tetap seperti ini saya tidak bisa berjualan. Saya juga mohon maaf belum bisa membayar tunggakan sewa kamar kontrakan selama dua bulan. Oleh karena itu saya izin mau pulang dulu ke kampung, nanti kalau situasi sudah membaik saya balik lagi ke sini", Ujang membuka pembicaraan.
"Apa, kamu mau mudik ?", tanya pak RT.
"Bukan pa RT. Saya mau pulang kampung !", jawab Ujang.
"Lah apa bedanya ? Sama saja kan ?", timpal pa RT.
"Rupanya pa RT belum tahu ya ? Kan kata pak presiden mudik dan pulang kampung itu tidak sama", jawab Ujang.
"Ya tahulah. Tapi kan intinya sama saja. Mau pulang kampung kek mau mudik kek, kan sama-sama kembali ke tempat tinggal asal. Apa bedanya ?", sergah pak RT.
"Wah pak RT ini rupanya kurang memahami substansi pembicaraan pak presiden ya ?", timpal Ujang nampak kritis bak pengamat politik.
"Maksudnya ?", tanya pak RT
"Iya, coba saja perhatikan struktur kata dan susunan huruf antara mudik dan pulang kampung sangat berbeda pak  RT.  MUDIK, satu kata dimulai huruf M dan diakhiri huruf K. PULANG KAMPUNG, dua kata dimulai huruf P dan diakhiri huruf G", jawab Ujang.
"Selain itu MUDIK hanya terdiri dari lima huruf. Sedangkan PULANG KAMPUNG terdiri dari tiga belas huruf. Jadi jelas antara MUDIK dan PULANG KAMPUNG itu beda pak..", tambah Ujang sambil tersenyum.
"Ah, kamu ada-ada saja..", jawab pak RT dengan raut muka yang terlihat sedikit kesal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H