Apa yang diinginkan banyak orang dalam hidup ini ? Dulu ada sebuah jargon yang dikenal dengan "tiga TA", yang menggambarkan tiga hal yang menjadi keinginan atau orientasi hidup banyak orang.Â
Jargon "tiga TA" dimaksud adalah akronim dari "Harta, Tahta, dan Wanita". Betapa banyak orang memeras keringat banting tulang, berjibaku demi mendapatkan harta (kekayaan), tahta (kekuasaan/jabatan), dan wanita (pendamping hidup) dengan berbagai cara dan upaya.Â
Sebab banyak orang meyakini bahwa "tiga TA" itu merupakan kunci kebahagiaan hidup. Memang dengan memiliki "tiga TA" hidup seseorang dimungkinkan akan lebih bahagia dibandingkan jika tidak  memiliki "tiga TA".
Saat ini orang mungkin sudah jarang menggunakan jargon "tiga TA" untuk menunjukkan keinginan atau orientasi hidup banyak orang. Tetapi pada dasarnya keinginan atau orientasi hidup banyak orang sampai saat ini pun tidak banyak bergeser dan tidak jauh berubah, tetap menjadikan "harta, tahta, dan wanita" sebagai keinginan atau orientasi hidupnya.Â
Bahkan jargon "tiga TA" saat ini kemudian ada yang memplesetkannya menjadi "empat TA". Ada penambahan "satu TA" lagi. Apa itu ? "TA" terakhir yang ditambahkan adalah "Kuota".Â
Dengan demikian keinginan atau orientasi hidup banyak orang menjadi empat,  yaitu "harta, tahta, wanita, dan kuota". Walau pun benar, jargon "empat TA" barangkali hanya intermezzo saja.
Diantara unsur dari "tiga TA" yang paling banyak dikejar dan diinginkan tentu yang pertama, yakni harta (kekayaan). Sebab dengan memiliki harta (kekayaan), orang memiliki persepsi akan bisa membeli segalanya. Termasuk membeli dua unsur dari  "tiga TA"  lainnya yakni "tahta dan wanita" (bagi perempuan tentu "tahta dan pria").
Unsur kedua dari "tiga TA", Â yakni tahta (kekuasaan/jabatan) juga tidak kurang dikejar-kejar dan diinginkan oleh banyak orang. Sebab dengan memiliki tahta (kekuasaan/jabatan), orang berasumsi akan dengan mudah mendapatkan unsur pertama dan unsur ketiga dari "tiga TA", Â yakni "harta dan wanita".Â
Bukti sahih akan hal itu saat ini ada di depan mata kita. Kasus dugaan suap yang dilakukan Harun Masiku, caleg PDI-P kepada salah seorang komisioner KPU bernama Wahyu Setiawan adalah dalam rangka mendapatkan tahta (kekuasaan) itu.Â
Begitu juga dengan banyak kasus lainnya, seperti kasus jual beli jabatan di kementerian agama yang melibatkan ketua umum Partai Persatuan Pembangunan waktu itu, Romahurmuzy.Â
Pejabat kantor wilayah kementerian agama Jawa Timur yang melakukan suap kepada Romahurmuzy berkeinginan agar dirinya mendapatkan "tahta", yakni jabatan kepala kantor wilayah kementerian agama Jawa Timur.
Tahta tidak selalu berwujud kekuasaan atau jabatan yang paling tinggi. Tahta berarti juga sebuah representasi kekuasaan atau jabatan "di kelasnya". Seperti di kantor atau perusahaan ada banyak jabatan yang berbeda. Ada direktur, kepala bidang, kepala bagian, kepala seksi, dan sebagainya. Semua itu adalah "tahta" tetapi dengan level yang berbeda.
Keinginan memiliki "tahta" merupakan sesuatu hal yang wajar dan normal. Bahkan menurut David McLelland, keinginan berkuasa adalah salah satu kebutuhan manusia, yakni need for power (kebutuhan untuk berkuasa). Setiap manusia memiliki kebutuhan itu dalam dirinya dengan kadar yang berbeda.
Hal yang tidak wajar dan normal bukanlah keinginan memiliki "tahta" tetapi mewujudkan keinginannya itu dengan menghalalkan segala cara. Betapa banyak orang yang menginginkan jabatan idaman di tempat kerjanya dengan cara "menyikut" rekan kerjanya dengan fitnah misalnya.Â
Tidak sedikit pula orang yang mengincar jabatan idaman di tempat kerjanya dengan cara "menjilat" atasannya sedemikian rupa. Sehingga prestasi kerja rekan lain tertutup oleh "jilatan"nya. Â
Sejatinya untuk mendapatkan jabatan idaman bukan dengan cara fitnah atau "menjilat", tapi dengan menunjukkan prestasi kerja yang baik. Selain itu untuk mendapatkan jabatan idaman seharusnya orang juga "mengukur diri", bertanya kepada diri sendiri, apakah dirinya mampu atau tidak menduduki jabatan yang diinginkannya itu ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H