Dalam era globalisasi yang semakin pesat, tuntutan akan kemampuan komunikasi dan ekspresi diri yang efektif menjadi semakin penting. Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dituntut untuk mampu bersosialisasi, berinteraksi, dan menyampaikan ide-ide mereka dengan baik. Namun, di sisi lain, perkembangan teknologi yang begitu cepat seringkali membuat anak-anak lebih individualis dan kurang terlibat dalam aktivitas sosial yang menuntut interaksi langsung.
Kemampuan berkomunikasi dan mengekspresikan diri adalah keterampilan penting yang harus dimiliki setiap anak, terutama pada usia sekolah dasar negeri Gunungsari. Keterampilan ini tidak hanya mendukung keberhasilan akademis, tetapi juga pengembangan kepribadian dan pembentukan karakteristik individu. Kreitner mendefinisikan komunikasi sebagai pertukaran informasi antara pengirim dan penerima, di mana makna dari informasi tersebut dikembangkan di antara individu-individu yang terlibat ( bdk. Kreitner 2017: 72). Melalui komunikasi yang memadai, anak-anak memperoleh kemampuan untuk membangun hubungan sosial, mengekspresikan pikiran mereka, dan lebih memahami lingkungan sosial mereka. Selain itu, kemampuan berkomunikasi juga membantu anak untuk mengenali dan mengekspresikan perasaan dan ide mereka dengan cara yang positif. Namun, mengembangkan keterampilan ini di kelas dasar sering kali menjadi tantangan karena kurikulum masih berfokus pada pengembangan kognitif dan akademik.
Di tengah tantangan ini, sangat penting bagi kita untuk mengingat kekayaan tradisi budaya negara kita, termasuk kesenian tradisional. Bentuk seni tradisional seperti ludruk Jawa memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi media pembelajaran yang efektif.  Kesenian ludruk, dapat di artikan sebagai bentuk teater tradisional di mana beberapa orang dalam sebuah kelompok memainkan sebuah cerita yang didasarkan pada kejadian nyata dalam kehidupan sehari-hari. Unsur-unsur musik seperti suara  gamelan dan selingan humor yang dibawakan oleh para aktornya sendiri atau bisa dipadukan (Nusantara et al., 2022). Pertunjukan ludruk tidak hanya dapat dilihat sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media pembelajaran dan transfer pengetahuan yang efektif. Dengan berpartisipasi dalam pertunjukan ludruk, anak-anak didorong untuk mengembangkan ide-ide kreatif mereka sendiri, membebaskan imajinasi mereka, dan masuk ke dalam pertukaran interaktif dengan orang lain dan  membangun rasa percaya diri mereka, memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri di depan orang lain.
Namun, di tengah perkembangan zaman dan pesatnya kemajuan teknologi, seni tradisional seperti ludruk kini semakin jarang diminati, terutama di kalangan generasi muda. Banyak anak lebih tertarik pada budaya populer dan hiburan digital yang kerap kurang memberikan nilai-nilai sosial dan budaya. Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran akan hilangnya apresiasi terhadap seni tradisional di kalangan anak-anak. Oleh karena itu, upaya untuk memperkenalkan ludruk di sekolah dasar negeri Gunungsari menjadi penting sebagai bagian dari pelestarian budaya sekaligus media edukasi yang menarik.
Pertunjukan Ludruk mencakup berbagai aspek kehidupan sosial, termasuk representasi penderitaan, usaha, dan kegembiraan dari berbagai kelompok dan kelas sosial. Ludruk adalah bentuk seni kolektif yang melibatkan berbagai peserta, termasuk pemain, pemusik, dan kru panggung. Dengan berpartisipasi dalam tradisi Ludruk, anak-anak menyadari pentingnya bekerja sama dan saling mendukung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Â Pentingnya Ludruk lebih dari sekadar hiburan.(Prasetia Nugroho, 2023). Cerita-cerita dalam ludruk mengajarkan nilai-nilai moral dan sosial seperti kejujuran, tolong-menolong, kesetiaan, komitmen dan keadilan. Dengan memperhatikan tokoh-tokoh dalam cerita, anak-anak dapat memahami nilai-nilai tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan mereka.(Luckiyanti & Sulistyo, n.d.)
Pengenalan ludruk di sekolah dasar negeri Gunungsari merupakan metode pembelajaran yang efektif yang memungkinkan anak-anak untuk mengembangkan kemampuan bahasa, komunikatif, dan ekspresif. Dengan berpartisipasi dalam pertunjukan ludruk, anak-anak mendapatkan kemampuan untuk mengekspresikan diri mereka dalam dialog, mengembangkan empati dengan lebih memahami karakter yang mereka mainkan, serta mengekspresikan emosi melalui gerakan dan intonasi suara. Mengajarkan keterampilan ini mengarah pada pelatihan langsung dalam keterampilan komunikasi verbal dan non-verbal. Hal ini juga meningkatkan rasa percaya diri dalam kemampuan komunikasi dan berbicara di depan umum.
Mengingat manfaat yang cukup besar dari memasukkan media artistik ekspresi "Ludruk" ke dalam kurikulum sekolah, perlu dicatat bahwa promosi keterampilan bahasa dan pertunjukan anak-anak bukanlah satu-satunya efek positif. Mereka juga dibiasakan dengan nilai-nilai budaya yang penting dalam konteks ini. Hal ini pada akhirnya mengarah pada pengembangan kepribadian yang positif, meningkatkan kecintaan terhadap budaya lokal dan memperkuat kebanggaan terhadap identitas budaya sendiri. Oleh karena itu, mengajarkan Ludruk tidak hanya dapat berfungsi sebagai media pendidikan, tetapi juga sebagai media hiburan yang mendorong anak-anak untuk belajar.
Dengan begitu, diharapkan pembelajaran seni ludruk dapat memengaruhi kemampuan berkomunikasi dan ekspresi diri pada anak-anak sekolah dasar negeri Gunungsari. Pembahasan akan mencakup metode pembelajaran ludruk yang dapat diterapkan di lingkungan sekolah dasar negeri Gunungsari, pengaruh positifnya terhadap perkembangan komunikasi dan ekspresi diri, serta manfaat jangka panjang yang dihasilkan dari pembelajaran ini. Diharapkan, dapat memberikan wawasan baru bagi pendidik dan pengambil kebijakan untuk mempertimbangkan pentingnya pendidikan seni tradisional dalam kurikulum pendidikan anak-anak sekolah dasar negeri Gunungsari.
Â
Metode Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskriptif dan analisis. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena manusia atau sosial dengan menciptakan gambaran keseluruhan yang komprehensif dan kompleks. Gambaran ini dideskripsikan dengan kata-kata dan mencakup pandangan-pandangan terperinci yang diperoleh dari sumber-sumber informan. Pengumpulan data dilakukan dalam lingkungan yang alami. Wawancara dan studi literatur digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini. Selanjutnya, metode penelitian literatur, yang juga dikenal sebagai "studi pustaka", digunakan untuk memperoleh data dari berbagai sumber seperti jurnal, artikel, dan buku. Pencarian literatur umumnya terdiri dari empat tahap: menyiapkan materi yang dibutuhkan, menyusun daftar pustaka, mengatur waktu dan sumber daya, dan mendokumentasikan temuan penelitian (Zed, 2004).