Mohon tunggu...
Wiwik Winarsih
Wiwik Winarsih Mohon Tunggu... Konsultan - Hati yang gembira adalah obat

Pekerja Lepas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ada Apa dengan Dana BOS Kita?

13 Februari 2020   20:15 Diperbarui: 17 Februari 2020   03:20 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi infrastruktur sekolah (KOMPAS/Didie SW)

Horeee... dana BOS naik lagi. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim kembali memberikan hadiah untuk sekolah. 

Setelah kebijakan merdeka belajar, melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler, tidak saja satuan biaya dana BOS naik tetapi juga disalurkan langsung ke rekening sekolah dan Dana BOS diperbolehkan untuk membayar honor sampai dengan maksimal 50% (sebelumnya hanya 15%). 

Apabila ini belum dirasa merdeka, petunjuk teknis (juknis) BOS yang biasanya tebal, panjang, detail dan rumit kali ini menjadi ringkas. Dibandingkan dengan juknis BOS yang terbit tahun 2019 yang 97 halaman, juknis BOS tahun 2020 ini hanya 17 halaman. Ringkas dan padat. 

Tetapi apakah kebijakan baru tentang BOS ini akan mampu mestimulus peningkatan mutu pendidikan dengan cepat? Mari kita bahas satu-satu.

Satuan Biaya BOS Naik

Tahun 2020 ini satuan biaya BOS untuk semua jenjang pendidikan naik kecuali untuk SMK dan Sekolah Luar Biasa (SLB). 

Tahun 2019 satuan biaya BOS untuk Sekolah Dasar Rp 800.000/siswa/tahun dan tahun 2020 naik menjadi Rp 900.000/siswa/tahun. Di jenjang SMP dari Rp 1.000.000/siswa/tahun naik menjadi Rp 1.100.000/siswa/tahun. 

Untuk SMA dari Rp 1.400.000/siswa/tahun naik menjadi Rp 1.500.000/siswa/tahun. Sementara untuk SMK tetap sama seperti tahun 2019 yaitu Rp 1.600.000/siswa/tahun dan untuk SLB juga sama dengan tahun 2019 yaitu Rp 2.000.000/siswa/tahun. 

Satuan biaya BOS untuk SMK tidak naik karena tahun 2019 baru saja dinaikkan menjadi Rp. 1.6000.000/siswa/tahun karena pada tahun 2018 satuan biaya BOS SMK sama dengan SMA yaitu Rp 1.400.000/siswa/tahun. 

Sebelum tahun 2018 satuan biaya BOS untuk SLB disamakan dengan jenjangnya, yaitu satuan biaya BOS SLB setingkat SD (SDLB) sama dengan BOS SD dan satuan biaya BOS SLB setingkat SMP (SMPLB) sama dengan BOS SMP. Tetapi semenjak tahun 2018 semua jenjang SLB memiliki satuan biaya BOS yang sama yaitu Rp 2.000.000/siswa/tahun.

Satuan biaya BOS memang belum naik sejak tahun 2015. Walaupun ada tambahan biaya BOS untuk SMA/SMK mulai tahun 2017 tetapi untuk jenjang SD dan SMP satuan biaya BOS tidak ada kenaikan. 

Tetapi apabila dibandingkan dengan tahun 2009 (satu dekade lalu) satuan biaya BOS telah melonjak tinggi. Pada tahun 2009 satuan biaya BOS dibedakan antara sekolah di pedesaan dan di perkotaan. 

Saat itu satuan biaya BOS untuk jenjang SD di pedesaan sebesar Rp 397.000/siswa/tahun dan untuk SMP di pedesaan sebesar Rp 570.000/siswa/tahun. 

Hal ini menunjukkan besarnya satuan biaya BOS sudah mengikuti kemahalan harga barang dan jasa dan terus-menerus disesuaikan untuk mencapai standar biaya operasional sekolah.

Tetapi mengapa dengan terus meningkatnya dana BOS juga terus menerus muncul pertanyaan, keraguan, dan kekhawatiran tentang mutu pendidikan. 

Setelah biaya operasional sekolah ditambah mengapa mutu pendidikan tidak meningkat seperti yang diharapkan? Ambillah contoh rerata nilai Ujian Nasional (UN) jenjang SMP untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. 

Pada tahun 2015 nilai reratanya adalah 71,66 dan untuk tahun 2019 nilai reratanya 65,69. Kok malah turun? Percaya atau tidak untuk jenjang SMA (jurusan IPA dan IPS) rerata nilai UN mata pelajaran Bahasa Indonesia juga turun.

Apabila pembaca penasaran silakan di lihat di https://hasilun.puspendik.kemdikbud.go.id. Jadi selama ini dana BOS digunakan untuk apa saja?

Terkait dana BOS, hanya menaikkan nilai dananya rasanya akan membuat masalah-masalah pengelolaan BOS yang selama ini muncul menjadi kurang kesempatan untuk diselesaikan.

Meningkatkan pengendalian, kerja sama, sosialisasi yang efektif dan kontrol sangat diperlukan agar semua pihak yang mengelola dana BOS bergerak seiring menuju arah yang sama dengan kecepatan dan batas waktu yang sama. 

Diperlukan sosialisasi yang seragam, tidak satu petugas mengatakan A petugas yang lain mengatakan B, dan di sediakan informasi lebih banyak yang lebih praktis (buku saku) dengan topik khusus yang mudah di akses oleh sekolah.

Apabila pengendalian tidak kuat dipastikan malapetaka anggaran lem aibon di DKI Jakarta dapat terjadi di mana-mana.

Penyaluran Dana BOS 2020

Mulai tahun 2020 ini penyaluran dana BOS akan langsung ke rekening sekolah. Rupanya Menteri Nadiem membuat kebijakan ini didasari keprihatinan penyaluran dana BOS sering terlambat. Bahkan, Menteri Nadiem mengatakan ada kepala sekolah yang terpaksa menggadaikan barang pribadi untuk menutupi biaya operasional sekolah.

Apakah penyaluran langsung dana BOS ke sekolah akan menyelesaikan masalah keterlambatan penyaluran dana BOS? Pada awal-awal periode dana BOS sudah pernah diterapkan dana BOS langsung di transfer ke rekening sekolah.

Tetapi karena ada keluhan dari pemerintah daerah yang merasa hanya dilewati saja akhirnya pada tahun 2012 diputuskan dana BOS disalurkan melalui mekanisme dekonsentrasi di provinsi dan agar pengelolaan dana BOS juga lebih dekat.

Ternyata setelah dana BOS disalurkan melalui provinsi masalah keterlambatan penyaluran dana BOS tetap terjadi. Dan alasan yang sering dikatakan oleh pengelola dana BOS mengapa BOS terlambat di salurkan karena sekolah terlambat membuat laporan penggunaan Dana BOS (laporan kegiatan dan laporan keuangan).  

Mengapa sekolah terlambat membuat laporan keuangan? Apabila mengacu dari keprihatinan Menteri Nadiem ada kepala sekolah yang terpaksa menggadaikan barang pribadinya, walaupun memprihatinkan aksi seperti ini saja sudah menimbulkan potensi keterlambatan laporan keuangan. Apabila menggadaikan barang akan menimbulkan bunga. 

Dari sumber dana mana bunga ini akan dibayar? Menurut peraturan sekolah tidak boleh berutang. Dana BOS tidak diperbolehkan digunakan untuk membayar bunga. Yang terjadi kemudian adalah manipulasi laporan keuangan karena realisasi belanja tidak sesuai dengan rencana anggaran.

Sekolah hanya akan sibuk mencari bukti-bukti belanja aspal dan akibatnya terlambat menyetorkan laporan keuangan. Dan karena terlambat menyetorkan laporan keuangan tentu saja penyaluran dana BOS periode berikutnya juga akan terlambat. Siklus ini akan terus berputar apabila penyebabnya tidak segera dipotong.

Bagaimana memotong siklus lingkaran setan masalah penyaluran dana BOS ini? Salah satu caranya yaitu memastikan realisasi belanja di sekolah sesuai dengan rencana kerja dan anggaran sekolah (RKAS). Lagi-lagi ini adalah masalah pengendalian dan sosialisasi yang kuat.

Apabila pengelola Dana Bos mengatakan sekolah harus menyusun RKAS sesuai prosedur dan di serahkan pada jadwal yang ditentukan, apabila tidak ada pengendalian, kerja sama dan komunikasi antara semua level pengelola Dana BOS, dipastikan sekolah akan tetap tidak tertib.  

Apabila sosialisasi pengelolaan Dana BOS dilakukan dengan benar, tidak ada ketentuan abu-abu yang membuat sekolah bimbang, sekolah tentu saja akan lebih mudah mengelola Dana BOS karena tidak ada pertanyaan lagi mulai dari perencanaan sampai dengan laporan.

Pada dasarnya saat ini ada kesempatan untuk menyederhanakan pengelolaan dana BOS karena Kementerian sudah menyediakan banyak aplikasi untuk memudahkan mengelola Dana BOS.

Mulai dari aplikasi untuk menyusun RKAS, pembuatan laporan keuangan (ALPEKA), sampai dengan mekanisme pengadaan barang dan jasa (SIPLah). Bahkan sudah ada ada e-raport. Tinggal bagaimana sosialisasi itu semua dilakukan karena semua aplikasi itu gratis.

Apabila cara sosialisasinya salah dan sekolah tidak dapat mengambil keuntungan dari semua aplikasi yang sudah disediakan Kementerian Pendidikan, maka siklus keterlambatan penyaluran Dana BOS akan terus berulang.

Penggunaan Dana BOS untuk Membayar Honor

Saya agak memahami mengapa Menteri Nadiem memutuskan sekolah diperbolehkan menggunakan Dana BOS untuk  membayar honor maksimal 50% dibandingkan dengan peraturan sebelumnya yang hanya boleh 15%. Di banyak kesempatan Menteri Nadiem mengatakan perlunya peningkatan kesejahteraan guru. Dan selama ini gaji guru honor memang tidak layak.

Tetapi meningkatkan kesejahteraan guru honor tidak bisa dilakukan dengan menggunakan Dana BOS. Pada awalnya belanja untuk membayar honor dari Dana BOS tidak diatur, hanya diperbolehkan. 

Akibatnya jumlah guru honor di sekolah meningkat tajam dan akhirnya memakan penggunaan dana BOS kadang-kadang sampai di atas 50%. Tentu saja akhirnya sekolah kekurangan biaya operasional dan secara nasional Indonesia tercatat kelebihan guru.

Kementerian Pendidikan kemudian membatasi belanja yang diperbolehkan digunakan untuk membayar honor (awalnya  maksimal 20%) untuk mengembalikan lagi fungsi Dana BOS yaitu untuk membatu biaya operasional sekolah. Tetapi jumlah guru honor sudah terlanjur banyak.

Apabila Kementerian Pendidikan membuka lagi keran Dana BOS untuk membayar honor maka diperlukan kebijakan tambahan untuk mengatur guru honor.

Masalah guru honor ini harus segera diselesaikan. Apabila ingin melarang sekolah, pemerintah daerah mengangkat guru honor, berikan aturan yang jelas dan solutif. Apabila guru honor yang ada akan diangkat dan berstatus aparatus Sipil Negara (ASN), segera lakukan.

Apabila tidak yakin dengan kemampuan mereka, dan ingin di seleksi terlebih dahulu, segera lakukan. Karena jaman sekarang sudah bukan waktunya lagi mengangkat guru yang tidak berkualitas walaupun mereka sudah lama menjadi guru honor. Taruhannya adalah masa depan anak-anak Indonesia yang harus menghadapi cepatnya perubahan peradaban.

Epilog

Hampir setiap tahun petunjuk teknis dana BOS selalu berganti. Hal ini menunjukkan pengelolaan dana BOS sangat tidak stabil.

Pernah ada juknis BOS di bagian tata cara laporan keuangan tidak mencantumkan format buku kas padahal di juknis tahun sebelumnya ada. Apabila di juknis tidak dicantumkan itu sama saja dengan mengatakan sekolah tidak perlu membuat buku kas. 

Tetapi bagaimana sekolah bisa menyusun laporan keuangan apabila tidak membuat buku kas. Hal-hal seperti ini sering terjadi di setiap perubahan juknis BOS, perubahan-perubahan yang tidak esensial. Tahun sebelumnya sudah diatur dengan rapi tiba-tiba tahun berikutnya tidak dicantumkan lagi.

Sudah waktunya juknis BOS dibuat lebih baku terutama menyangkut sistem perencanaan dan laporan. Sistem penyusunan perencanaan program kerja sekolah harusnya bisa dibakukan mengikuti sistem perencanaan pembangunan yang sudah ada.

Sistem pembuatan  laporan keuangan mestinya juga bisa baku mengikuti sistem akuntansi yang digunakan oleh kantor-kantor pemerintah yang lain.

Yang akan selalu berubah adalah aturan penggunaan dana BOS, mana yang boleh dan tidak  boleh dibiayai dari dana BOS. Karena apabila sekolah telah mencapai suatu standar sebaiknya segera mengejar standar lainnya. Oleh karena itu aturan penggunaan dana BOS untuk apa saja memang perlu di ubah setiap saat.

Satu lagi yang disesalkan dari juknis BOS reguler yang terbit tahun 2020 ini adalah tidak menyebutkan laporan keuangan terpadu.  Juknis BOS Reguler No 8 tahun 2020 ini meminta sekolah melaporkan realisasi seluruh penggunaan dana BOS reguler tanpa mencantumkan permintaan membuat laporan yang dipadukan dengan sumber pedapatan lainnya. 

Apabila laporan keuangan dibuat terpisah-pisah berdasar sumber dana akan lebih sulit mengkontrol tumpang tindih rencana kerja dan belanja dan memperbesar kemungkinan satu bukti belanja digunakan untuk dua laporan keuangan dari sumber dana yang berbeda.  

Akhir kata, selamat buat sekolah karena satuan biaya BOS naik tahun ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun