Mohon tunggu...
Wiwik Winarsih
Wiwik Winarsih Mohon Tunggu... Konsultan - Hati yang gembira adalah obat

Pekerja Lepas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tahun 2020, Tahun Kemerdekaan Belajar?

4 Januari 2020   17:40 Diperbarui: 4 Januari 2020   17:46 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Setelah menyampaikan idenya tentang Merdeka Belajar pada Peringatan Hari Guru 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengumumkan 4 pokok-pokok kebijakan terkait Merdeka Belajar pada 11 Desember lalu. Akhirnya Merdeka Belajar menampakkan sedikit bentuknya. Sebenarnya saya ingin menulis tentang kebijakan baru Kementerian Pendidikan ini beberapa saat lagi sambil menunggu penjelasan tambahan dari Kementerian. Tetapi nampaknya masih harus menunggu agak beberapa saat lagi untuk mengetahui formalitas Merdeka Belajar yang di gagas Menteri Nadiem menjadi regulasi (bukan hanya pengumuman) dari Kementerian Pendidikan. Apabila regulasi yang muncul nanti seperti yang diharapkan, semoga tahun 2020 patut diperingati sebagai tahun kemerdekaan belajar.

Artikel ini berdasar informasi tentang 4 pokok kebijakan merdeka belajar dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud.go.id). Karena penjelasan tertulis (formatnya FAQ) informasi yang didapat bisa lebih banyak dari pada potongan-potongan video dari media sosial. Pokok-pokok kebijakan Merdeka Belajar tersebut adalah tentang Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan tentang sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Apakah 4 kebijakan ini akan membuat anak Indonesia merdeka belajar? Seperti sebuah lagu, terpaksa pertanyaan ini dijawab dengan pertanyaan. Apakah setelah ujian yang "seolah-olah" dimudahkan itu berarti merdeka belajar? Apakah setelah cara guru membuat RPP disederhanakan itu berarti siswa belajar dengan merdeka? Dan apakah setelah anak sekolah di tempat yang lebih dekat dengan rumahnya itu membuat anak belajar lebih merdeka?

Hal itu akan sangat tergantung bagaimana nanti isi regulasi yang akan diterbitkan Kementerian Pendidikan terkait 3 pokok-pokok kebijakan yang tersisa karena kebijakan tentang PPDB Zonasi sudah resmi diterbitkan. Dari sisi kemerdekaan memilih tempat belajar bisa jadi Permendikbud No 44 tahun 2019 tentang PPDB Zonasi membuat orang tua lebih merdeka memilih tempat belajar yang lebih baik (dengan kata lain lebih favorit) bagi anaknya, karena kuota berdasar zonasi di kurangi, ditambahkan pada kuota jalur lainnya.

Bisa dibilang aturan baru tentang zonasi ini agak tidak relevan dengan tujuan zonasi yaitu menghilangkan sekolah favorit dan tidak favorit karena kuota zonasi justru dikurangi. Berdasar Permendikbud No 44 tahun 2019 tentang PPDB zonasi Pemerintah Daerah (Pemda) diberi kewenangan untuk mengatur zonasi sekolah dan apabila tidak ada kesepakatan yang kuat antara Kementerian Pendidikan dengan Pemda untuk meratakan mutu pendidikan di setiap sekolah, mungkin sampai beberapa tahun kedepan istilah sekolah favorit dan tidak favorit masih akan terdengar. 

Saatnya Belajar

Setelah Menteri Nadiem menyampaikan idenya tentang merdeka belajar, ini seperti menumbuhkan harapan baru bahwa di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia akan ada proses belajar yang lebih baik. Gagasan Ki Hadjar Dewantoro mengatakan belajar itu adalah bernalar. Saat itu masih era penjajahan, tentu Ki Hadjar berharap orang Indonesia dapat belajar lebih leluasa dan memantik penalarannya sehingga tidak dijajah lagi. Apakah orang Indonesia sudah merdeka saat ini? tidak dijajah lagi? Secara fisik orang Indonesia sudah merdeka tetapi dijajah oleh informasi. Karena rendahnya literasi orang Indonesia lebih sering memaknai informasi dengan cara dangkal. Dan literasi yang rendah adalah buah dari pendidikan (proses belajar) yang tidak bermutu.

Apakah setelah guru diberikan keleluasaan menyusun RPP yang lebih sederhana akan membuat proses belajar di kelas akan lebih baik? Dalam penjelasannya Menteri Nadiem mengatakan RPP perlu disederhanakan agar guru memiliki waktu melakukan refleksi RPP setelah mengajar. Permasalah lama guru di negara kita ini adalah setelah menyusun RPP, dokumennya itu di letakkan di lemari dan hanya akan dikeluarkan apabila diminta untuk memenuhi syarat-syarat administrasi mengajar. Secara dokumen RPP guru kita bisa jadi lebih baik bahkan apabila dibandingkan dengan RPP yang menganut paham STEM (perpaduan Science, Technology, Enginering and Math). Tetapi apa gunanya RPP yang bagus apabila tidak digunakan untuk panduan mengajar?

Nampaknya kebijakan baru yang akan mengatur agar proses belajar di kelas menjadi lebih baik bukan hanya tentang RPP yang disederhanakan. Kebijakan baru ini memerlukan perpaduan antara kebijakan yang memastikan proses belajar di kelas itu benar-benar terjadi dengan penilaian kenerja guru, penilaian kinerja kepala sekolah, penilaian sekolah, penilaian kinerja pengawas, dan pemilihan pengawas. Kebijakan baru ini perlu komprehenship agar semua aspek dapat mendorong perbaikan proses belajar di kelas. Mengapa?  Agar guru-guru kita yang sudah mengajar dengan baik dan penuh komitmen tidak merasa sia-sia dan frustasi karena kinerjanya dinilai sama saja dengan guru-guru yang datang ke kelas hanya untuk berceramah, bahkan di saat siswanya tidak mendengarkan.

Harapan baik perlu diberikan kepada Menteri Nadiem. Di artikel ini dengan sengaja saya memasang photo saat Menteri Nadiem berdiskusi dengan Kepala Dinas Pendidikan seluruh Indonesia (saat Menteri mengumumkan 4 kebijakan Merdeka Belajar). Apabila menyimak pidato Menteri Nadiem saat itu nampaknya proses fasilitasi kegiatan dibuat banyak diskusi, ruangan di atur dengan duduk melingkar, menyerupai kelas-kelas PAKEM. Ini sangat mengembirakan.

Selama saya bekerja di program bantuan pendidikan dasar dari donor Internasional, masalah penerapan PAKEM sering berbenturan dengan pendapat para pejabat  dan guru yang merasa pelaksanaannya merepotkan. Seringkali mereka mengatakan, PAKEM bisa dijalankan karena dilakukan oleh proyek bantuan luar negeri. Padahal saya banyak berjumpa dengan guru yang sebenarnya, yang mampu mengajar dengan sangat baik, penuh motivasi dan bersedia berjuang demi siswanya. Tetapi apabila guru seperti ini tidak diberi lingkungan yang baik, hanya digosipkan guru yang lain kok mau repot-repot, dan akhirnya toh gajinya sama saja dengan guru yang asal datang ke sekolah tentu mereka tidak bisa berkembang.

Karena saat ini pejabat paling tinggi di sektor pendidikan yaitu menterinya sendiri sudah memberi contoh bahwa PAKEM, bahkan sekarang sudah meningkat lagi menjadi pembelajaran HOT (High Thinking Order), sangat mungkin diterapkan, semoga semangat ini segera merembes ke pejabat di bawahnya. Ke propinsi, ke kabupaten, ke dinas pendidikan, ke kepala sekolah dan akhirnya ke kelas-kelas di seluruh Indonesia sehingga anak-anak Indonesia dapat merasakan bahwa sebenarnya belajar itu mengairahkan. Belajar yang bernalar itu memungkinkan membuka pikiran-pikiran baru yang dapat membuka banyak jendela sehingga pandangan bisa sangat luas. Pandangan yang luas ini akan  membuat pribadi-pribadi yang tidak mudah terjerat sehingga menjadi orang yang merdeka.

Saatnya Ujian, antara Standar dan Merdeka Belajar

Nampaknya Menteri Nadiem melihat faktor yang membuat anak Indonesia tidak bisa belajar lebih baik karena cara-cara ujian yang dihadapi siswa. Oleh karena itu menurut Menteri Nadiem USBN dan UN harus di hapus. Penganti UN adalah Asesmen Kompetensi (AK), kompetensi apa saja yang akan diukur masih dikaji, tetapi disampaikan bahwa AK direncanakan akan menguji kompetensi bernalar tentang teks (literasi) dan angka (numerasi), fokus asesmen adalah kompetensi berpikir. Oleh karena itu AK dikatakan tidak akan terkait dengan mata pelajaran tertentu. Isinya bisa mata pelajaran apa saja.

Menteri Nadiem memberikan contoh tes seperti PISA sebagai acuan dan katanya akan melibatkan beberapa organisasi internasional (seperti World Bank) untuk menyusun alat asesmen. AK direncanakan dilaksanakan di tengah jenjang dan dirancang agar tidak memiliki konsekuensi bagi siswa. Hasil asesmen kompetensi akan dibuat agar tidak relevan untuk menilai pencapaian siswa dan hasilnya juga tidak relevan untuk seleksi memasuki jenjang sekolah yang lebih tinggi. Asesmen pengganti UN ini akan menjadi instrumen untuk melayani fungsi evaluasi mutu sistem pendidikan nasional. Itu saja.

Setelah tidak ada lagi UN bagaimana nanti cara untuk mengetahui mutu siswa? Bagaimana cara mengetahui pengetahuan, ketrampilan atau sikap siswa? Nampaknya beban berat akan bergeser ke ujian sekolah. Sesuai dengan pengumuman Kemendikbud tentang 4 pokok kebijakan merdeka belajar USBN juga akan dihapus. Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN) akan dikembalikan pada esensinya, yaitu asesmen akhir jenjang yang dilakukan oleh guru dan sekolah. Rencananya ujian akan dikelola masing-masing sekolah dengan asumsi yang paling memahami siswa adalah guru dan agar sekolah (guru) dapat melakukan cara asesmen yang lebih beragam sesuai kebutuhan siswa.

Lantas bagaimana cara memastikan bahwa guru sudah mengajar dan melakukan asesmen dengan layak? Di sinilah fungsi standar. Standar ini yang kan mengatur perilaku guru dalam memberikan layanan pada siswa, dalam mengajar (standar proses) dan dalam menguji (standar penilaian). Selama ini standar sudah tidak asing lagi di sistem pendidikan Indonesia. Permasalahannya adalah memastikan standar itu diterapkan. Apabila tidak ada langkah-langkah konkrit agar standar dipatuhi semua pihak yang mengelola pendidikan, dengan dilepaskannya kontrol pemerintah pusat dengan penghapusan berbagai ujian, jangan-jangan murid gantian dijajah oleh gurunya.

Epiloq

Belajar dari cara Menteri Nadiem menggumumkan 4 pokok-pokok kebijakan Merdeka Belajar pada 11 Desember lalu, tidak lama setelah memberikan sedikit bocoran tentang rencana penghapusan UN, yang juga tidak lama setelah menyampaikan gagasan Merdeka Belajar pada peringatan Hari Guru 25 November, semoga tidak menunggu lama lagi regulasi yang mengatur kebijakan yang tersisa sudah diterbitkan. Bahkan secara berguarau Menteri Nadiem mengatakan tunggu saja akan ada kejutan-kejutan selanjutnya, dan katanya akan banyak kebijakan baru menyangkut guru. Demi kemerdekaan belajar, kebijakan Kemdikbud mengenai hal ini layak ditunggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun