Mohon tunggu...
Wiwik Winarsih
Wiwik Winarsih Mohon Tunggu... Konsultan - Hati yang gembira adalah obat

Pekerja Lepas

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Selamat Datang, Pak Nadiem!

1 November 2019   17:15 Diperbarui: 4 Januari 2020   18:35 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ditengah-tengah keraguan beberapa pihak apakah Nadiem Makarim akan mampu menjadi menteri pendidikan ada baiknya kami ucapkan "Selamat datang di dunia pendidikan Pak Nadiem!". Selamat bekerja semoga kehadiran pak Nadim "meremajakan" kembali dunia pendidikan. Agar tata kelola, management, semangat, dan kebijakan-kebijakan pendidikan menjadi segar kembali.

Ketika saya memulai menulis ini saya dengar dari berita televisi pak Nadiem sudah mulai bergerak dengan terlebih dahulu menemui para guru. Awal yang baik Pak! Dengarkanlah dengan cermat, karena ketika para guru mengatakan sulit itu bukan berarti minta dipermudah.

Beberapa hal ini yang ingin saya sampaikan dan mintakan ke pak Menteri:

Ciptakanlah digitalisasi di lebih banyak aspek pekerjaan di Kementerian Pendidikan. Sistem pendidikan Indonesia adalah yang terbesar di dunia. Jumlah muridnya sangat besar, jumlah guru yang sangat banyak dan jumlah sekolah yang juga sangat banyak dan tersebar luas. Bayangkan apabila masih banyak pekerjaan yang dilakukan secara manual. Betapa rumitnya, bulky, memakan waktu dan pemantauan yang sulit. Dengan digitalisasi pekerjaan semoga tidak terlihat lagi ada staf di Kementerian yang harus mengusung gunungan kertas foto copy berkas hanya untuk menilai lomba guru prestasi. Apabila yang menjadi masalah adalah keaslian bisa diatasi dengan otentifikasi. Ciptakanlah lebih banyak coding yang lebih permanen dan dapat digunakan dalam waktu yang lama di aspek yang lebih luas di mekanisme kerja di Kementerian Pendidikan. Toh pak Nadiem sudah sangat terbiasa bekerja dengan coding.

Apabila Kementerian Pendidikan mampu melakukan ini akan menjadi contoh yang baik bagi lembaga negara lainnya. Alangkah eloknya apabila inovasi dan kemajuan lebih sering diawali dari dunia pendidikan. Itu kan hakikat sebenarnya dari pendidikan? agar orang berpikiran maju. Dan ini juga akan membuktikan tidak ada lagi "kaum laggard" di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Perbaikilah sistem rekruitment guru. Saat ini supply calon guru sangat berlimpah di perguruan tinggi tempat pendidikan calon guru. Ini akan menjadi kesempatan besar untuk memilih guru yang benar-benar baik karena katanya mengajar itu harusnya datang dari hati. Sampai beberapa tahun ke depan akan terus ada rekruitment guru untuk menganti guru lama yang akan pensiun bersamaan dalam jumlah yang besar. Apabila sistem rekruitment guru baru tidak menjamin mendapatkan guru yang berkualitas maka mutu pendidikan juga akan sulit diharapkan mengalami lompatan kemajuan.  

Bagi saya ciri-ciri guru yang baik itu sederhana yaitu suka membaca, suka menolong, memiliki satu ketrampilan kecakapan hidup (life skill), memiliki hobi dan tidak gagap teknologi. Mungkin ciri-ciri ini hanya cocok untuk syarat guru pendidikan dasar tetapi ada baiknya segera dimulai mencari guru yang baik. Masalahnya adalah ciri-ciri itu ini tidak dapat di temukan apabila rekruitment calon guru hanya melalui test tulis. Bahkan apabila ditambah dengan tes wawancara. Usul saya adalah memperbaiki dan memperkuat sistem sertifikasi calon guru di LPTK (perguruan tinggi tempat pendidikan calon guru).

Jadi apabila seorang mahasiswa dinyatakan lulus dari pendidikan calon guru dan diberikan sertifikat guru, itu artinya segala urusan terkait dengan persiapan, pelaksanaan dan evaluasi mengajar sudah selesai di perguruan tinggi, sudah dikuasai, pemegang sertifikat sudah harus dipastikan siap mengajar dengan teknik-teknik yang beragam dan secara mental sudah siap menjadi guru. Seseorang yang bisa di gugu dan di tiru. Mumpung sekarang Dikti akan masuk lagi ke Kementerian Pendidikan akan memudahkan pak Nadiem berkoordinasi dengan para pengelola LPTK untuk memperbaiki tata cara sertifikasi calon guru, penjaminan mutu dan evaluasinya.

Saya mungkin adalah pendukung zonasi sekolah terutama untuk SD dan SMP. Kebijakan ini akan mendukung segera tercapainya wajib belajar 9 tahun. Untuk SMA dan SMK saya tidak terlalu favorit dengan zonasi sekolah. Ketika memasuki usia menjelang dewasa ada baiknya anak-anak mulai belajar arti kompetisi dan mengetahui lingkungan yang lebih luas dari hanya sekitar rumahnya. Ini akan membantu anak-anak lebih kuat menghadapi tantangan yang lebih besar.   

Agar penerapan zonasi lebih kena sasaran, peraturan menteri pendidikan tentang  zonasi sekolah harus dibuat lebih terintegrasi dengan peraturan lainnya terutama dengan redistribusi guru. Apabila tujuan zonasi sekolah adalah untuk mempercepat perbaikan mutu setiap sekolah, agar tidak ada lagi sekolah favorit dan tidak favorit, pemerataan guru harus segera dilakukan.

Sudah agak lama ada permasalah guru yang lebih banyak terkumpul di perkotaan. Bahkan di SMP masalah tidak hanya tentang jumlah tetapi ada juga tentang kelebihan guru di satu mata pelajaran dan kekurangan di mata pelajaran lain. Masalah menjadi lebih pelik apabila kekurangan guru di mata pelajaran yang selama ini dianggap tidak penting seperti guru bahasa daerah. Belajar dari Singapura dan Malaysia justru saat ini sedang mengembangkan kebijakan memberikan intensif bagi sekolah yang menjalankan sekolah dua bahasa (yaitu Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama di sekolah dan satu bahasa ibu) karena disinyalir banyak anak Singapura yang sudah tidak mampu bercakap-cakap dengan bahasa ibu mereka. Jadi tidak ada yang tidak penting, guru harus ada di sekolah sesuai yang dibutuhkan dan memenuhi syarat seperti yang sudah ditetapkan. 

Pemerataan atau redistribusi guru ini harus segera diselesaikan. Beriringan dengan akan terus adanya rekruitment guru agar masalah lama tidak menumpuk dengan datangnya guru baru. Jangan hanya membuat rakyat berkorban karena zonasi telah membuat orang tua tidak lagi leluasa mengirim anaknya ke sekolah yang disukai, tetapi  guru juga harus mendukung redistribusi guru demi perkembangan anak-anak Indonesia.

Buatkanlah sistem akuntabilitas penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang lebih kuat. Sistem akuntabilitas ini bisa diletakkan di situs dinas pendidikan propinsi, situs kabupaten/kota atau situs dinas pendidikan kabupaten/kota. Apabila ditelusuri situs BOS yang paling kuat memang yang dikelola oleh Kemdikbud tetapi laporan akuntabilitas dana BOS telah berupa agregat. Dan laporan penggunaan dana BOS memang disediakan tetapi hanya akan diberi apabila diminta. Cara seperti ini tentu bukan bentuk akuntabilitas publik. 

Pada saat periode awal penerapan Menejemen Berbasis Sekolah (MBS), untuk tujuan akuntabilitas sekolah disarankan memajangkan rencana kerja dan laporan kegitan sekaligus laporan keuangannya di tempat  yang mudah dijangkau dan dibaca oleh umum. Tujuannya agar stakeholder terdekat sekolah dapat mengetahui apa yang dilakukan sekolah dan laporan pertanggung jawabannya. Dalam praktiknya pemajangan laporan sekolah di tempat terbuka tidak terlaksana 100%. Di sana-sini masih ada sekolah yang ragu-ragu bahkan untuk sekedar memajang rencana kerja. Padahal pemajangan rencana kerja ini akan membantu sekolah dapat memiliki rencana kerja yang memenuhi kebutuhan semua pihak dan dapat menghidarkan kejadian seperti di DKI yang menyebutkan belanja lem senilai 80 milyaran. Apabila rencana kerja sekolah sudah terkoreksi di tingkat paling bawah yaitu di sekolah itu sendiri, kejadian seperti di DKI tidak perlu ada.

Perapan MBS akan memasuki 2 dekade dan sepertinya bentuk akuntabilitas laporan keuangan sekolah tidak berkembang bahkan ketika saat ini dana BOS telah dikelola di tingkat propinsi. Di situs dinas pendidikan propinsi pada umumnya terdapat menu khusus tentang BOS tetapi apabila dibuka sebagian besar isinya adalah berita. Memang ada bagian khusus tentang laporan keuangan BOS tapi apabila dibuka tidak terdapat info yang memadai. Padahal dalam praktiknya sekolah dipastikan sudah mengirimkan laporan keuangan BOS karena takut terlambat yang menyebabkan terlambatnya penyaluran dana BOS. Rupanya sekolah masih lebih takut kepada penyalur dana BOS dari pada dengan pemilik sebenarnya dari uang negara yaitu rakyat.

Dekatkanlah penelitian di Universitas dengan dunia praktik nyata terutama yang menyangkut dunia usaha. Mungkin sudah banyak yang meminta hal seperti ini dan sudah terlalu sering. Beberapa saat  lalu Menristek terdahulu mengatakan jumlah penelitian di perguruan tinggi meningkat pesat. Katanya jumlahnya mungkin tidak memalukan apabila dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara. Tetapi bagaimana apabila yang meningkat hanya jumlahnya? Ini kan linear saja dengan jumlah dana penelitian untuk perguruan tinggi yang juga meningkat.

Bagi saya yang orang awam, akan sangat menyenangkan apabila setiap kali mencari jawaban dapat menemukan informasi lengkap dari hasil penelitian yang mendapat pengakuan. Hasil penelitian yang aplikable akan membantu para usahawan terutama pengusaha pemula. Bayangkanlah apabila seorang pengusaha pemula ingin sukses harus melalui try and error sendiri yang tentunya akan memakan biaya besar. Hasil penelitian dari perguruan tinggi yang aplikabel akan membantu setiap pemula untuk mengambil keputusan yang lebih tepat berdasar hasil penelitian yang teruji tanpa harus berkali-kali mengalami error. Praktik-praktik seperti ini akan mengurangi resiko usaha dan membuat usaha para pemula akan lebih efisien. 

Terimakasih pak Menteri, semoga bermanfaat.

(Ditulis pertama 1 Nopember 2019, di perbaiki 4 Januari 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun