Selain tekanan akademis dan sosial, faktor ekonomi juga berperan dalam meningkatkan risiko bunuh diri di kalangan mahasiswa. Biaya pendidikan yang tinggi, beban pinjaman mahasiswa, serta ketidakpastian terkait prospek pekerjaan setelah lulus sering kali menambah beban mental mereka. Dalam beberapa kasus, mahasiswa merasa putus asa menghadapi ketidakpastian masa depan mereka, terutama dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil.
Mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu sering kali harus bekerja sambil kuliah untuk mendukung biaya hidup mereka. Kondisi ini menciptakan tekanan ganda yang semakin memperburuk kesehatan mental mereka. Dalam kondisi demikian, perasaan terisolasi, depresi, dan ketidakberdayaan semakin mendalam, yang dapat mendorong mereka untuk mengambil langkah ekstrem seperti bunuh diri.
Penutup
Bunuh diri di kalangan mahasiswa bukan hanya fenomena individual, tetapi juga merupakan refleksi dari berbagai masalah sosial yang lebih luas. Dari perspektif sosiologis, kasus-kasus ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk tekanan akademis, disintegrasi sosial, krisis identitas, perbandingan sosial yang tidak sehat, stigma kesehatan mental, dan tekanan ekonomi. Untuk mencegah semakin meningkatnya kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, mulai dari peningkatan dukungan sosial di kampus, pengurangan stigma kesehatan mental, hingga penyediaan layanan kesehatan mental yang lebih mudah diakses.
Mengatasi masalah ini memerlukan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk keluarga, universitas, dan masyarakat luas, untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan memberikan ruang bagi mahasiswa untuk mencari bantuan ketika mereka membutuhkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H