Sistem Bagi Hasil yang Tidak Menguntungkan
Banyak pengemudi ojol merasa bahwa sistem bagi hasil yang diterapkan oleh perusahaan aplikasi cenderung tidak adil. Mereka harus menyerahkan persentase tertentu dari setiap pesanan yang diterima kepada perusahaan aplikasi, sementara biaya operasional kendaraan sepenuhnya ditanggung oleh pengemudi.Â
Pada beberapa perusahaan, besaran bagi hasil ini mencapai 20-30% dari total pendapatan. Hal ini dianggap memberatkan, terutama ketika pendapatan harian tidak mencapai target yang diharapkan.
Selain itu, sistem insentif yang diberlakukan oleh perusahaan aplikasi juga kerap berubah-ubah tanpa pemberitahuan yang memadai. Pengemudi yang sebelumnya bisa mendapatkan bonus tambahan dengan mencapai target jumlah pesanan harian atau mingguan sering kali mengeluhkan bahwa insentif tersebut tiba-tiba dihilangkan atau dikurangi, tanpa alasan yang jelas.Â
Ini menambah beban psikologis dan ekonomi bagi para pengemudi yang telah menggantungkan harapan pada insentif tersebut sebagai sumber tambahan penghasilan.
Status Ketenagakerjaan yang Tidak Jelas
Salah satu isu yang paling kontroversial dalam industri ojol adalah status ketenagakerjaan para pengemudi. Hingga saat ini, status mereka masih abu-abu: apakah mereka dianggap sebagai pekerja lepas (freelancer) atau sebagai karyawan dari perusahaan aplikasi? Ketidakjelasan ini berdampak pada kurangnya perlindungan hak-hak dasar pekerja, seperti jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan hak atas cuti.
Beberapa organisasi buruh dan LSM telah mendesak pemerintah untuk menetapkan regulasi yang lebih jelas terkait status pengemudi ojol. Mereka berpendapat bahwa pengemudi ojol harus dianggap sebagai pekerja dengan hak-hak yang layak, mengingat mereka bekerja penuh waktu dan berkontribusi langsung terhadap keuntungan perusahaan aplikasi. Di sisi lain, perusahaan aplikasi berdalih bahwa mereka hanya menyediakan platform, dan pengemudi adalah mitra yang mandiri, bukan karyawan.
Kebijakan Tarif: Antara Konsumen dan Pengemudi
Kontroversi lain yang tak kalah penting adalah kebijakan tarif. Sejak awal kehadirannya, ojek online menarik minat konsumen dengan tarif yang lebih rendah dibandingkan ojek pangkalan atau moda transportasi lainnya. Namun, kebijakan tarif rendah ini sering kali menjadi pedang bermata dua.Â
Di satu sisi, konsumen diuntungkan dengan biaya transportasi yang lebih murah, tetapi di sisi lain, pengemudi sering kali harus menanggung beban berat dari rendahnya pendapatan per trip.