Pengamat media sosial menyebut bahwa efek dari Cancel Culture bisa bertahan cukup lama, tergantung pada bagaimana selebriti tersebut menangani krisis yang dihadapi.
Cancel Culture dan Perubahan dalam Pengaruh Figur Publik
Kasus Raffi Ahmad di tahun 2024 menunjukkan bahwa Cancel Culture tidak hanya terbatas pada perilaku yang dianggap tidak pantas secara sosial, tetapi juga dapat menyentuh ranah politik dan sikap figur publik terhadap isu-isu kontroversial. Di era di mana selebriti memiliki pengaruh yang besar melalui media sosial, sikap atau keputusan yang kontroversial dapat langsung berdampak pada basis pengikut mereka.
Fenomena unfollow massal ini menggambarkan bahwa publik tidak hanya melihat figur publik sebagai hiburan semata, tetapi juga sebagai panutan sosial yang diharapkan bisa merefleksikan nilai-nilai tertentu. Saat sikap atau tindakan figur publik bertentangan dengan harapan atau nilai-nilai pengikutnya, Cancel Culture dapat menjadi alat yang efektif bagi masyarakat untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka.
Cancel Culture yang dialami Raffi Ahmad di tahun 2024 memperlihatkan bagaimana figur publik harus lebih berhati-hati dalam menyuarakan pandangan politik atau sosial di era digital. Dampaknya bisa sangat signifikan, baik dalam hal kehilangan pengikut, reputasi, maupun pengaruh di media sosial. Namun, dengan strategi komunikasi yang tepat, krisis seperti ini masih dapat dihadapi dan dipulihkan, meskipun prosesnya tidak selalu mudah atau cepat.
Pada akhirnya, fenomena Cancel Culture ini membuka diskusi yang lebih luas tentang tanggung jawab sosial figur publik dan batasan kebebasan berpendapat di era yang semakin terhubung secara digital.