Mohon tunggu...
wiwik kurniaty
wiwik kurniaty Mohon Tunggu... Administrasi - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kota Thaif dan Kenangan Dakwah Damai Sang Nabi

5 Desember 2020   11:27 Diperbarui: 5 Desember 2020   11:38 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam riwayat Nabi Muhammad SAW, ada kisah indah yang mengajarkan soal kebijaksanaan. Banyak dari kita mungkin sudah mengetahui kisah ini. Tapi ada baiknya kita mengingatnya kembali.

Nabi Muhammad sangat bersedih usai pamannya Abu Thalib dan istrinya Khadijah meninggal dunia. Masyarakat Mekkah saat itu belum kondusif karena cenderung menolak ajarannya. Dia sangat bersedih karena hal itu dan dibantu oleh para pengikutnya dia berusaha keluar kota Makkah untuk menyebarkan Islam.

Dia memiih kota Thaif, sebuah kota di pegunungan sejuk sekitar 80 kilometer dari Makkah atau bisa ditempung dengan kendaraan selama 1 jam 45 menit pada masa sekarang.  Kota yang rerata bersuhu 15-20 derajat celcius adalah kota yang berada diantara pegunungan Asir dan Pegunungan Al Hada. Jalan menuju kota itu memang tandus dan gersang, tak ada satupun tetumbuhan.

Namun saat masuk ke kota al-Hada anda akan disuguhi pemandangan menakjubkan yaitu pepohonan tumbuh dengan subur dan dipadu dengan rumah-rumah bergaya tradisional dan modern. Kota ini terkenal dengan hasil kebun delima, kurma dan sayuran.

Jika jalan naik kembali, kita akan menuju kota Thaif yang juga disebut desa para raja. Kota ini lebih dingin dibanding al-Hada dan terkenal dengan produksi algikulturnya yaitu anggur dan madu. Kota ini nyaman dan pada masa kini dipilih oleh pemerintahan Saudi Arabia untuk menjalankan pemerintahannya, pindah dari Riyadh menuju Thaif pada musim panas.

Dari Makkah menuju Thaif pada masa lalu tidak selancar sekarang, Pada masa itu Nabi Muhammad memutuskan untuk ke Thaif untuk menyebarkan Islam dengan asumsi Thaif lebih kondusif pendduduknya.

Namun tidak dinyana ternyata penduduk kota Thaif sama saja dengan penduduk kota Makkah dalam memperlakukan nabi Muhammad. Mereka mencaci dan melempari kekasih Allah itu dan membuatnya terluka parah. Namun belajar dari banyak kejadian di Makkah,Nabi tetap bersabar. Nabi Muhammad sama sekali tidak membalas cacian itu dengan kemarahan atau caci maki kembali. Dia menerima apapun yang disangkakan oleh penduduk Thaif dengan lapang dada dan tidak membalas dendam.

 Datang Jibril mengusulkan agar menimpakan Gunung kepada Penduduk Thaif. Nabi langsung menolak usulan itu sambil menjawab: "Mereka melakukan itu kerena mereka belum tahu." Suatu jawaban yang sangat indah dan menyejukkan. .Seandainya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, pastilah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS Ali Imram[3]:159). Ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad.

Pada saat dia meninggalkan Thaif untuk kembali ke Makkah dia beristirahat di sebuah kebun kurma milik salah satu saudagar. Saudagar itu mengirim pelayannya untuk memberi sekadar makanan dan buah kepada Nabi. Saat itu tidak ada satupun yang mengetahui siapa Nabi Muhammad. 

Namun kemudian sang pelayan yang diutus saudagar itu menemukan bahwa yang dijamu di kebun kurma itu adalah seorang nabi besar, yang diutus sendiri oleh Allah. Sang pelayan bernama Addas itu adalah penduduk Niniwe yang mengenal nabi Yunus dan paham akan ada Nabi besar setelah zamannya, dan dia sekarang ada di hadapannya.

Saat itulah pintu percaya penduduk Thaif akan kebesaran Nabi Muhammad terbuka. Allah memerintahkan malaikatnya agar penduduk pegunungan itu . Kota Thaif kemudian menjadi pengikut nabi dan diikuti oleh kota Makkah.  Thaif adalah kota penting dalam histori dakwah Nabi Muhammad.

Belajar dari kisah ini, kita bisa belajar banyak hal; bahwa Allah itu bekerja dengan berbagai cara. Seusai diusir dan diperlakukan buruk oleh penduduk kota Thaif siapa yang nyana bahwa ada seorang pelayan atau budak yang mengamini dia adalah Nabi Muhammad, seorang nabi besar dan terakhir yang diutus oleh Allah dan akan membuat banyak orang percaya dengan ajarannya itu.

Dan siapakah kita umat atau ulama yang mengajarkan Islam dengan rasa marah dan caci maki dan menganggap semua orang di luar Islam rendah ?? Jika orang yang kita sebarkan Islam dengan amarah itu , diam melihat apa yang kita lakukan ini, sesungguhnya mereka mencatat bahwa Islam tidak identik dengan damai. Jika kita menyebarkannya dengan amarah, Islam bukan agama damai.

Jadi, ubahlah sikap kita yang pemarah dan sikap ulama kita yang gemar mencaci maki. Mereka tidak mencerminkan keluarga Habib; keluarga nabi yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun