Mohon tunggu...
Wiwik Agustina
Wiwik Agustina Mohon Tunggu... Lainnya - Writer and Long Life Learner

Concern about Self Development and Poverty. Welcome to My Universe! From science to digital marketer. I believe that humans do what they think, and think what they believe, let's start changing our thoughts through sentences.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sulitnya Berpikir Kritis di tengah Perang Attention Economy untuk Gen Y, Z, dan Alpha

21 Januari 2025   15:04 Diperbarui: 21 Januari 2025   15:04 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi berpikir kritis (Sumber:https://deepai.org/)

Paparan dini dari konten digital dapat membentuk jalur saraf mereka, yang berpotensi membatasi kemampuan untuk fokus pada tugas non-digital dan menghambat pengembangan keterampilan berpikir kritis. Alhasil, kita kerap melihat lemahnya generasi ini dalam hal literasi dan numerasi.

Baca juga: Ambil Keputusan Keuangan Lebih Baik dari Membaca Psychology of Money

Membangun Berpikir Kritis di Tengah Distraksi

Meskipun tantangan yang ditimbulkan oleh ekonomi perhatian sangat besar, tantangan tersebut bukan tidak dapat diatasi, khususnya untuk orang tua. Apa yang bisa dilakukan untuk membatasi distraksi ini?

1. Pendidikan Literasi Digital

Mengajarkan anak cara mengevaluasi sumber, mengidentifikasi informasi yang salah, dan mengenali bias algoritmik sangat penting. Sekolah dan orang tua dapat memainkan peran penting dalam mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum dan kehidupan sehari-hari.

2. Praktik Mindfulness

Mindfulness dapat membantu mengatasi fokus yang terfragmentasi akibat gangguan digital yang konstan. Praktik seperti meditasi, menulis jurnal, dan waktu "tanpa teknologi" yang disengaja mendorong refleksi dan pemikiran mendalam. Hal ini juga diperlukan untuk orang tua agar tetap berpikir logis dalam mendidik anak.

3. Mendorong Konsumsi Konten Panjang

Membaca buku, menonton film dokumenter, dan membaca artikel mendalam dapat mengimbangi efek konten berdurasi pendek. Hal ini dapat orang tua lakukan bersama dengan anak, pastikan memberikan platform yang memprioritaskan materi edukatif dan pemikiran mendalam sesuai dengan usia.

4. Diskusi Kritis

Latih kemampuan anak untuk berpikir kritis dengan membangun pertanyaan dan rasa ingin tahu, membiasakan terlibat dalam debat, diskusi kelompok, dan latihan pemecahan masalah dapat meningkatkan keterampilan analitis dan memaparkan pada berbagai sudut pandang.

5. Menetapkan Batasan dengan Teknologi

Orang tua harus berani menetapkan zona atau waktu tanpa teknologi, termasuk memberikan contoh untuk membatasi penggunaan media sosial, menciptakan ruang untuk berpikir tanpa gangguan atau notifikasi media sosial, dan mendukung interaksi yang bermakna antara orang tua dan anak.

Ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh orang tua dan individu dewasa untuk berhenti menjadi objek dari attention economy ini. Dengan menumbuhkan keterampilan berpikir kritis dan menavigasi fokus dengan bijak, generasi emas dan unggul bukan hanya isapan jempol.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun