Mohon tunggu...
Wiwik Agustina
Wiwik Agustina Mohon Tunggu... Lainnya - Writer and Long Life Learner

Concern about Self Development and Poverty. Welcome to My Universe! From science to digital marketer. I believe that humans do what they think, and think what they believe, let's start changing our thoughts through sentences.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Filter dan Otentik, Dilema Gen Z di Tengah Media Sosial

14 Januari 2025   16:52 Diperbarui: 15 Januari 2025   08:21 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Self Love (Sumber: Freepik/wayhomestudio)

Menjadi otentik atau menjadi diri sendiri tanpa berpura-pura atau mencoba menyesuaikan diri dengan ekspektasi orang lain adalah tujuan dari human design, yaitu sistem yang digunakan untuk mempelajari diri sendiri, termasuk potensi dan cara mengambil keputusan.

Dengan menjadi otentik, seseorang mencoba untuk mengenal diri sendiri, baik kekuatan dan kelemahan diri. Tentunya, perlu disertai dengan konsisten dan jujur, dimana seseorang tidak takut untuk terlihat tidak sempurna namun selalu berusaha melakukan yang terbaik sesuai versinya.

Sayangnya, di era media sosial, otentik menjadi suatu tantangan. Tekanan untuk "menyesuaikan diri" agar diterima, atau bahkan mendapatkan validasi dalam bentuk likes, komentar, dan followers, menyebar lintas generasi. Tantangan apa saja yang dialami, khususnya oleh gen Z?

1. Tekanan untuk Tampil Sempurna

Budaya "highlight reel," di mana orang hanya membagikan momen terbaik dalam hidup, dan cenderung membuat seseorang merasa bahwa hidupnya kurang menarik dibandingkan orang lain.

Seakan menjadi 'virus', fenomena ini menyebar luas untuk selalu tampil sempurna dan menanggalkan realitas bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai ekspektasi.

2. Takut Diadili

Ketika seseorang memilih untuk menjadi otentik dan berbagi sisi kehidupannya yang sebenarnya, ada risiko mendapatkan kritik atau penilaian negatif dari orang lain. Rasa takut ini sering kali membuat seseorang kembali ke "zona aman" dengan menampilkan versi diri yang lebih diterima secara sosial.

3. Validasi

Media sosial sering kali menciptakan kompetisi yang tidak sehat, baik secara sadar maupun tidak. Jumlah likes, komentar, dan followers menjadi ukuran "kesuksesan" yang tidak selalu mencerminkan nilai sejati seseorang. Akibatnya, otentik sering kali dikorbankan demi mendapatkan validasi.

Baca juga: Ekonomi Makin Sulit, Kesehatan Mental Kian Sakit?

Utuh dan Berbahagia dengan Menjadi Otentik

Meskipun menjadi otentik di media sosial tidak selalu mudah, namun utuh dan bahagia adalah sesuatu keniscayaan karena kesehatan mental yang terjaga, mampu membangun hubungan lebih jujur dan bermakna, serta mampu menginspirasi orang lain.

Menjadi otentik dapat mengurangi stress dan meningkatkan rasa percaya diri, selain itu hubungan atau relasi yang bermakna juga menambah nilai dan menarik energi positif lainnya, termasuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan suportif.

Cara terbaik menjadi otentik sebenarnya cukup mudah, hanya saja tidak semua orang mau melakukan. Apa saja yang bisa dilakukan untuk menjadi dan tetap konsisten otentik di media sosial?

1. Kenali Diri Sendiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun