Mohon tunggu...
Wiwik Agustina
Wiwik Agustina Mohon Tunggu... Lainnya - Writer and Long Life Learner

Concern about Self Development and Poverty. Welcome to My Universe! From science to digital marketer. I believe that humans do what they think, and think what they believe, let's start changing our thoughts through sentences.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Anda punya Ciri Mental Miskin Ini?

1 November 2024   18:45 Diperbarui: 1 November 2024   18:45 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Poverty mindset atau mental miskin seringkali dianggap hanya dimiliki oleh mereka yang miskin, nyatanya, mental miskin bisa dimiliki oleh siapa saja. Mentalitas ini mempengaruhi perilaku dalam melihat dunia, khususnya memperlakukan uang.

“Sulit bagi saya untuk menjadi sukses, saya tidak punya apa-apa untuk memperbaiki hidup saya. Dunia ini tidak adil!”

Sering mendengar kalimat diatas? Ya, kalimat yang sering terdengar saat seseorang menganggap bahwa dunia harus berperilaku adil. Nyatanya, hidup memang tidak pernah adil karena banyak faktor yang mengambil peran dalam kehidupan ini.

“Uang saya tidak cukup, saya perlu dibantu, saya perlu diberikan fasilitas, saya perlu mendapat lebih banyak.”

Atau, Anda sering mendengar kalimat diatas dari seseorang yang secara finansial cukup, mapan, bahkan kaya? Banyak sekali saya temui individu yang secara finansial hidup cukup namun selalu merasa kurang dalam hidupnya, itu adalah mental miskin.

Bahkan, jika melihat scope yang lebih luas, Indonesia menempati posisi ke 109 CPI (Corruption Perceptions Index), di bawah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina. Jadi, Indonesia punya risiko tinggi terhadap korupsi di sektor publik. Apakah mereka yang korupsi adalah dari kalangan miskin? Tentu tidak. 

Baca juga: Pentingnya Margin dalam Keuangan dan Aspek Kehidupan

Mental Miskin, Saya adalah Korban

Salah satu mental miskin adalah selalu merasa menjadi korban. Kita sering melihat bagaimana pejabat yang terjerat OTT (Operasi Tangkap Tangan) sering mengeluarkan statement bahwa mereka dijebak dan menjadi korban. Itu kasus untuk mereka yang secara finansial adalah kalangan atas.

Nah, hal yang sama juga terjadi untuk di kalangan bawah, “Saya adalah Korban” kerap kali menjadi mentalitas yang sering ditemui. Mentalitas korban ini secara konsisten dimiliki oleh banyak orang dari kalangan bawah, menengah, dan atas, sehingga memberikan peluang untuk ‘cuci tangan’ atau lepas tanggung jawab terhadap orang lain.

Dalam hal memperlakukan uang, setiap kalangan memperlakukan kata ‘korban’ dengan berbeda. Apa perbedaannya? 

1. Kalangan bawah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun