Mohon tunggu...
Wiwik Agustina
Wiwik Agustina Mohon Tunggu... Lainnya - Long Life Learner

Hi, welcome to my universe! Exploring self-development and social issues, from science to digital marketing. Believing that thoughts shape actions, I strive to inspire positive change through impactful narratives.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gig Economy, Masihkah Kursus Digital Marketing menjadi Pilihan?

2 Oktober 2024   18:06 Diperbarui: 2 Oktober 2024   18:10 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gig economy atau ekonomi gig adalah istilah yang sering terdengar belakangan ini dengan  tingginya fenomena PHK baik industri manufaktur atau teknologi yang membuat mereka yang terdampak memutar otak agar tetap mendapatkan penghasilan dengan menjadi ojek online atau freelancer, seperti digital marketer.

Kata 'gig' diadaptasi dari konsep musisi amatir yang melakukan konser 'gig' dari kafe satu ke kafe lainnya, atau sekarang dikenal dengan pekerja lepas atau pekerja kontrak jangka pendek. Secara tipologi, ekonomi gig dibedakan menjadi dua kategori yaitu berbasis online dan berbasis lokasi. 

Kategori pertama berbasis online seperti freelancer yang melakukan seluruh pekerjaan tanpa melalui tatap muka atau crowdwork. Sedangkan untuk berbasis lokasi adalah penyedia layanan transportasi seperti ojek online. Lantas, berapa banyak masyarakat Indonesia yang bekerja didalamnya?

Gig Economy di Indonesia

Kondisi ini tidak lepas dari deindustrialisasi dimana terjadi penurunan kontribusi sektor manufaktur atau industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun. Sebenarnya, gejala ini wajar jika ingin menjadi negara maju namun deindustrialisasi di Indonesia terjadi begitu cepat karena belum siap mentransformasi perekonomi berbasis sektor jasa.

Tentunya kondisi ini memiliki dampak langsung pada masyarakat, selain PHK, sulitnya mencari pekerjaan, dan pasar yang lesu. Hal ini juga yang menjadi salah satu penyebab banyak orang yang berputar haluan menjadi pekerja lepas, salah satunya di dunia digital marketing. Lantas, apakah digital marketing masih menjadi pilihan dewasa ini?

Digital marketing berkembang pesat di Indonesia khususnya saat pandemi Covid-19 terjadi, sekalipun secara global digital marketing dimulai saat hadirnya internet di tahun 90an. Semakin berkembang pesat tahun 2014 dengan adanya media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lainnya. Dengan tiga  media sosial untuk pemasaran adalah LinkedIn, Twitter, dan Facebook.

Digital marketing terus berkembang dan diadopsi oleh banyak bisnis, mulai dari korporasi, startup, bahkan UMKM, sampai akhirnya terjadinya tech winter yang menyebabkan banyaknya startup harus memangkas budget mereka, termasuk biaya pemasaran atau marketing. Alhasil, banyak pekerja di bidang digital marketing yang di PHK.

Di sisi lain, penyedia kursus online juga berjuang untuk mempertahankan bisnis agar tetap survive di tengah lesunya kondisi ekonomi hari ini, sama seperti model bisnis lainnya yang mencoba bertahan dengan mengurangi cost perusahaan. Lantas, apakah demand digital marketing masih menjanjikan hari ini? Atau supply digital marketer sudah oversupply?

Eksistensi Kursus Digital Marketing Hari Ini

Apakah Anda masih melihatnya iklan digital marketing akhir-akhir ini? Jika iya, maka Anda menjadi salah satu target dari iklan mereka. Bergeliatnya kursus digital marketing hari ini memberikan Anda opsi dari sisi harga dan fasilitas, dari range 1 jutaan hingga puluhan juta.

Eksistensi kursus digital marketing juga mengalami tantangan saat ini. Dengan sebelumnya kabar dari tutup sepihak dari Refocus, ekspansi ke B2B dari penyedia kursus, dan penurunan jadwal kelas, menjadi salah satu faktor bahwa terjadi penurunan suplai terkait calon student atau peserta kursus online.

Tidak hanya dari sisi suplai, namun juga permintaan tenaga kerja di bidang digital marketer. Dimana Anda bisa mengamati penurunan lowongan kerja dan rate kompetisi antar pencari kerja yang tinggi, menjadi tanda bahwa oversupply sedang terjadi.

Lulusan baru dari kursus online mengalami tantangan dalam mencari pekerjaan penuh waktu, alhasil menjadi freelance adalah salah satu alternatif pilihan. Konsekuensi dari hal ini adalah tidak ada kepastian pendapatan, jaminan ketenagakerjaan, dan peningkatan karir, apalagi jika Anda tidak memiliki klien dari luar negeri, maka Anda cenderung digaji lebih kecil.

Tantangan ini tentu dirasakan oleh sebagian besar mereka yang baru lulus dari kursus online digital marketing. Menjadi sebuah pertanyaan, apakah kursus digital marketing masih menjadi pilihan hari ini?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun