Terapi menulis atau writing therapy sendiri sudah lama dikenal dan dipraktikkan oleh para pakar kejiwaan dalam terapi penyembuhan. Jika kita lihat di film-film Hollywood, terapi penanganan gangguan emosi dan kejiwaan oleh psikiater biasanya dilakukan dengan meminta sang pasien untuk berbaring di sofa lalu menceritakan semua yang ia alami, untuk kemudian sang psikiater memberikan analisis dan anjuran.
Menulis menjadi metoda alternatif selain dengan penceritaan secara verbal oleh pasien. Istilah kerennya adalah therapeutic writing, atau menulis untuk penyembuhan.
Apa yang harus ditulis? Para ahli jiwa akan menuntun dan menentukan untuk itu, tergantung berat kasus dan karakter individu pasien yang ditangani. Namun format penulisan yang lebih mudah dikerjakan---dan langsung bisa dilakukan detik ini juga---adalah dalam bentuk diary.
Ingat lagi, kala ABG kita selalu mencurahkan perasaan kepada "Dear Diary" saat sedang dimabuk asmara atau galau menjelang pemutusan? Nah, itu sudah merupakan salah satu langkah penting therapeutic writing.
Percabangan format buku harian lain yang bisa ditempuh adalah yang bukan berupa diary, melainkan jurnal. Apa bedanya? Dalam pandangan saya pribadi, jurnal tak semata mengekspresikan perasaan, namun lebih untuk menceritakan rangkaian peristiwa dalam sehari ini---mulai dari pagi saat bangun hingga detik ketika catatan harian dituliskan malamnya. Karena merupakan catatan peristiwa, unsur emosi dan perasaan tentu sudah pula termasuk di dalamnya.
Pengalaman membuktikan, menulis catatan harian yang berbentuk jurnal membentuk personal growth dalam banyak sisi. Selain ekspresi-ekspresi diri dan ketertataan pengungkapan kata, jurnal secara tak disadari akan melatih kemampuan kita menulis fiksi.
Ada paparan narasi di dalamnya, juga deskripsi (tempat, situasi, keadaan emosi internal), eksposisi, dan kadang ada tambahan berupa dialog---sesuai peristiwa aslinya. Dan, jika diperlukan, buku harian bisa menjadi novel berjenis epistolary, atau novel yang tersusun sepenuhnya dari "dokumen" (surat-menyurat, SMS, email, kliping berita, dan juga buku harian).
Format tulisan lain yang bisa ditempuh adalah puisi dan free writing. Dua-duanya sama, yaitu menulis secara bebas apa pun yang ada di dalam benak. Bedanya, puisi lebih terstruktur karena umumnya ditulis dalam bentuk bait-bait yang teratur dan tertata rapi, kemudian dilengkapi judul dan atribut penyerta (persembahan atau tanggal dan jam saat puisi ditulis).
Sementara itu, free writing, seperti namanya, benar-benar menulis secara bebas. Tulisan cukup berisi umpatan-umpatan kasar pun tak apa, yang penting bisa menumpahkan kesumpekan dalam hati.
Satu hal penting dalam therapeutic writing adalah bahwa penulisan jenis ini bersifat no audience. Artinya, kita menulis ya untuk nulis saja, bukan untuk dibaca orang lain. Maka kita tiba pada pembahasan di atas soal talenta. Karena memang hanya untuk diri sendiri, kenapa bakat menulis masih penting?Â
Dan sebagaimana ungkapan "mencegah lebih baik daripada mengobati", tentu lebih tepat melakukan therapeutic writing sebagai pencegahan ketimbang pengobatan.