Tayangan-tayangan favorit tak jadi soal terlewatkan karena jam tayang terpakai untuk ngetik. Sekarang ini, hanya ada dua mata acara berbasis jadwal yang masih mau saya ikuti dengan taat, yaitu siaran langsung sepakbola dan breaking news. Khusus soal serial atau judul film, akan lebih mudah digeber pakai model binge-watching itu tadi, meski bukan melalui TV daring, melainkan streaming atau unduh (yang mana masih merupakan versi bajakan). Makin ke sini, orang yang seperti saya akan makin banyak, terutama di area-area metropolitan.
Kebiasaan marathon-viewing pada gilirannya akan merevolusi hal lain. Dalam soal produksi, serial seperti Jessica Jones jelas tak akan dibuat dengan sistem “eceran” seperti serial-serial sinetron stripping di sini—bikin hari ini untuk tayang besok, dan jalan cerita manut rating saja bagaimana baiknya.
Karena dirilis bersamaan dalam satu paket, satu judul serial untuk satu musim akan diproduksi komplet sebelum diserahkan pada pihak stasiun TV, yang mana membuat alur cerita dan tematiknya bisa lebih rapi direncanakan sejak dari awal—termasuk soal bujet.
Perubahan lain berada pada sisi feedback dan reaksi pemirsa. Tak akan ada lagi angka rating berdasar survey lembaga seperti ACNielsen. Respon pemirsa bisa didapat dengan statistika internet yang sangat simpel, sesimpel statistik pengunjung blog. Dan angka yang didapat adalah angka faktual yang muncul real-time, bukan dari sampling, yang hanya merupakan contoh kecil dari sebuah populasi besar.
Habit baru dalam cara menonton ini bakal makin berkembang di Indonesia dalam beberapa tahun mendatang, terlebih Netflix juga telah sampai ke sini. Dan kini telah muncul beberapa aplikasi video streaming yang khusus menyediakan film-film box office serta serial-serial TV populer, tak saja produksi Hollywood, melainkan juga yang berasal dari Korea Selatan.
Jika ini tak segera diantisipasi oleh stasiun-stasiun TV swasta nasional dengan deretan program tayangan yang hanya sekadar mengejar uang, semisal sinetron, bukan tak mungkin TV free-to-air bakal bernasib sama seperti pita kaset dan tape recorder. Manusia abad ke-21 akan makin dinamis, tak mau lagi diatur-atur jadwal tayangan—apalagi karena sebagian besar konten tayangan pun tak bermutu dan" tinggal-able" alias bisa ditinggal.
Daripada menunggu, mending memilih sendiri, baik judul-judul maupun jam menonton. Dan duduk di sofa bersenjatakan remote control untuk mengintai kanal TV sebalah sedang menayangkan apa mendadak akan terasa kuno sekali...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H