Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini (2024) telah menerbitkan 46 judul buku, 22 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Buku terbaru "Tangguh: Anak Transmigran jadi Profesor di Amerika", diterbitkan Tatakata Grafika, yang merupakan biografi Peter Suwarno, associate professor di School of International Letters and Cultures di Arizone State University, Amerika Serikat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

6 Alasan Mengapa Kita Harus Nonton "Game of Thrones"

13 Agustus 2016   23:21 Diperbarui: 14 Agustus 2016   11:38 7789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tokoh-tokoh dalam GoT akan membuat kita bercermin, dan lebih bijak dalam menilai orang lain. Mereka istimewa pada bidang yang mereka kuasai, tapi jeblok pada bidang yang tidak. Mereka bisa jadi orang baik pada suatu saat, lalu jadi jahat pada saat yang lain (atau sebaliknya). Dan pada akhir hari kita akan membatin, “Astaga! Berarti aku juga seperti itu... Sama sekali nggak istimewa... Nggak boleh merasa besar atau paling benar sendiri...!”, dan seterusnya.

Memukau sebagai Tontonan

Semua aspek dalam GoT sebagai sebuah karya sinematek berada pada level menakjubkan. Ia kolosal untuk ukuran sinetron—mampu mengerahkan banyak orang. Dan untuk orang sebanyak itu, bisa diberikan baju-baju yang cocok dalam jumlah masif.

Teknik craftmanship-nya dalam hal set dekor dan perlengkapan sangat luar biasa. Semua properti susah dicari kekurangannya. Bahkan ada satu pemirsa di AS yang bisa mengenali bahwa motif bordiran di gaun Sansa Stark (Sophie Turner) terus berganti dan menyimbolkan semua hal tragis yang menimpa dirinya sepanjang cerita.

Lalu latar lokasinya sangat emejing. Penuh bangunan-bangunan antik ala cerita dongeng yang tak saja ajaib namun juga bisa dibikin beda-beda tergantung civilization-nya. Bangunan di King’s Landing sudah berciri beda dengan Braavos, lalu dengan Meereen dan juga dengan kampung halaman Wildling yang terbelakang.

Dan untuk itu, para kru GoT terutama kru eksekutif dan kreatifnya, berani melakukan dua hal penting, yaitu mau mengambil cara susah dan bersedia keluar duit banyak sebagai modal.

Logika di Atas Estetika

Salah seorang kritikus sinetron di AS pernah menulis bahwa “Game of Thrones adalah sebuah tontonan di mana para pemain tampil telanjang lebih lama daripada saat berpakaian”!

Ya, salah satu yang membuat GoT buming adalah nude scene-nya, yang sangat berlimpah sehingga oleh karenanya hanya layak ditonton yang sudah berumur 21 tahun. Tapi GoT bukanlah film porno, karena semua ketelanjangan itu ada karena necessity atau kepentingan.

Adegan di rumah bordil, di pemandian, atau saat satu pasangan sedang bercinta, tentu saja sah dan layak apabila semua tak berbaju, karena memang demikianlah kenyataannya. Semua disesuaikan dengan kewajaran. Di sini tak ada aktris yang membenahi rok karena khawatir posisi kamera kebetulan rawan menyorot area di balik rok.

GoT tak hobi berpura-pura baik, atau menutup-nutupi atas dasar norma kesopanan. Bila sesuatu memang harus seperti itu, ya tampilkan saja seperti apa adanya, sebagaimana layaknya situasinya di dunia nyata. Lalu apakah murni hanya ada kebusukan di sini? Well, tentu tidak. Ajaran para ulama Faith of the Seven, agama resmi warga Westeros, adalah setara dengan ajaran kebaikan semua agama yang ada di planet Bumi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun