Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini (2024) telah menerbitkan 46 judul buku, 22 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Buku terbaru "Tangguh: Anak Transmigran jadi Profesor di Amerika", diterbitkan Tatakata Grafika, yang merupakan biografi Peter Suwarno, associate professor di School of International Letters and Cultures di Arizone State University, Amerika Serikat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengenal "Learning by Writing"

18 Mei 2016   20:13 Diperbarui: 19 Mei 2016   11:52 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski tak semenggetarkan dua buku itu, pengalaman nulis novel juga menghadiahkan banyak pelajaran baru. Itu terutama karena buku-bukuku lintas genre, dan lintas tema. Maka aku pun mempelajari sepakbola (saat nulis The Rain Within dan The Sweetest Kickoff), badminton (Grashopper), dunia produksi sinetron (Fade in Fade out), dan bahkan alam semesta lelembut (www.gombel.com).

Pengalaman itu membuktikan bahwa menulis tak semata soal mengekspresikan diri atau mengabadikan dan mendistribusikan informasi, melainkan juga soal pembelajaran. Kita berkesempatan untuk mempelajari banyak hal lewat menulis. Dan mempelajari sesuatu lewat menulis justru menghasilkan output yang lebih baik daripada jika melalui metoda belajar-mengajar tradisional.

Kok bisa? Sebab otak kita sibuk dua kali. Pertama pas menerima dan mengumpulkan informasi. Dan kedua pas menuliskan kembali semua informasi itu dengan kata-kata kita sendiri. You see? Yang pertama itu merupakan aktivitas otak kita saat belajar dengan cara tradisional, yaitu membaca dan mendengarkan ceramah.

Pada tahap pertama, informasi kemungkinan besar lenyap ketika keperluannya sudah berakhir. Mirip dengan file-file lama yang bisa kita hapus dari hardisk karena sudah tak terpakai. Namun ketika semua info itu kita olah lagi dalam bentuk tulisan, semua akan tersimpan permanen meski kemungkinan besar kita tetap tak bisa menghapalkannya urut kacang satu demi satu.

Sebagai contoh, setelah 15 tahun berlalu, aku sudah tak ingat lagi gimana proseduralnya membuat laman menggunakan FrontPage, atau software lain yang serupa. Namun bilamana diperlukan, aku tinggal membaca ulang semua informasi terkait dan semua kepingan puzzle akan langsung tersusun otomatis dengan sendirinya karena pemahaman mendasarnya sudah nempel permanen.

Metoda learning by writing ini tentu sangat pas diterapkan di sekolah dan kampus. Tentu tidak dengan sebatas menulis resume mengenai apa yang ada di buku, melainkan menuliskan hal-hal yang diinginkan oleh guru/dosen agar diketahui muid/mahasiswa. Normalnya tentu hal-hal yang belum diketahui siswa. 

Misal menulis biografi singkat H. Oemar Said Tjokroaminoto untuk pelajaran sejarah, menulis upaya Carl Linnaeus menyusun binomium nomenklatur di pelajaran biologi, atau tentang kaitan antara diferensial integral dan kapal antariksa di mapel matematika.

Murid yang belum tahu akan menyerap info-info baru. Dan jika risetnya lewat internet, pasti akan ada banyak sekali hal-hal remeh menarik (trivia) yang didapat, seperti Newton yang jomblo abadi, atau penduduk asli Amerika yang tumpas karena cacar (dan bukan oleh koboi!). 

Sedang murid yang sudah tahu akan mengerjakannya dengan penuh semangat karena tengah membahas hal yang sangat dia kuasai (misal penggemar Star Wars yang disuruh nulis tentang kapal antariksa tadi).

Ini bisa dilakukan sebagai selingan agar siswa tidak jenuh. Hanya karena belajar matematika kan tak lantas berarti 100% alokasi waktu cuman dipakai untuk ngituuung terus. Dan hanya karena sedang belajar sejarah, tak lantas berarti murid hanya sekadar disuruh menghapal nama-nama dan angka tahun tanpa henti. Nanti mereka bisa lelah.

Menulis membuat otak jadi sibuk. Dan itu baik bagi dia, serta orang yang membawanya. Lagipula, kalau tidak dilakukan sungguhan, siapa yang bisa tahu bahwa dirinya ternyata punya talenta dan skill “gawan bayi” yang cukup bagus dalam hal menulis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun