Agen penulis masih terus melakukan tugasnya saat naskah sudah dalam proses penyuntingan dan revisi oleh editor penerbit. Bila diperlukan, ia dapat melakukan intervensi atau campur tangan dalam interaksi antara penulis dan penerbit, untuk kepentingan sang penulis. Dalam hal ini, agen juga menjalankan fungsi sebagai penasihat dan manajer.
Selain ide dasar dan kualitas tulisan, hal penting berikutnya yang menarik minat agen akan suatu naskah adalah potensi pasarnya, karena dia akan menghitung berapa yang bisa dia dapat.
Naskah-naskah yang masuk daftar potensial bagi penerbit besar zaman sekarang ini adalah novel-novel fantasi, science fiction, young adult, dan juga erotica. Sedang untuk jenis nonfiksi, yang tengah dicari adalah naskah-naskah motivasi, marketing, self-improvement, self-help, dan how-to.
Naskah sebagus apa pun namun berada di luar kategori tersebut, misal kumcer, kumpulan puisi, novel sastra tinggi (istilahnya “literary fiction”), sastra eksperimental, dan buku-buku yang dikhususkan pada pangsa pasar tertentu (koleksi mobil antik, resep masakan, panduan traveling, etc.) biasanya tak menarik bagi agen. Penulis harus menjualnya sendiri, entah dengan langsung menemui editor penerbit, atau lewat jalur self-publishing.
Dengan alur seperti ini, kehadiran agen penulis sungguh sangat penting bagi kemajuan dunia buku. Satu, mereka membantu penulis memoles karyanya sampai benar-benar dirasa siap sebelum dimasukkan ke penerbit.
Maka naskah yang tiba di meja editor penerbit pun hanya yang sungguh-sungguh prima secara kualitas. Tak ada bolong-bolong lagi yang rentan membuatnya jadi bahan bullying di media oleh para pembaca kritis atau apalagi oleh para kritikus sastra.
Dua, agen “mencarikan pekerjaan” bagi para penulis dengan turut serta meyakinkan penerbit bahwa naskah yang dibawanya layak terbit. Ini sama dengan yang berlaku di dunia olah raga. Atlet sepakbola, misalnya, tidak mengirimkan sendiri resume dan CV mereka ke kantor Persija, Persib, atau Real Madrid kayak sarjana berkeliling mencari pekerjaan. Agen lah yang melakukan itu.
Tiga, agen menjadi mentor, penasihat, dan manajer bagi penulis. Dan itu membuat penulis bisa konsentrasi penuh nulis doang. Tak harus terganggu hal-hal semacam “Dikirim ke mana ini?”, “Aduh, kalau ditolak gimana ya?”, “Ih, editornya nyebelin!”, atau apalagi bila penulis mendapat perlakuan yang tak semestinya dari penerbit-penerbit nakal.
Pertimbangan-pertimbangan itu membuat profesi agen penulis sudah saatnya hadir di Indonesia. Kehadiran para agen akan membuat para penulis tak merasa sendirian menghadapi dunia. Ini terutama bermanfaat bagi para penulis pemula.
Mereka mendapat mentor untuk mengasah keterampilan sekaligus mengarahkan karya, dan juga manajer yang membela kepentingan mereka dalam berbisnis dengan penerbit.
Banyak newbie yang diakali penerbit “golongan hitam”, tapi mereka lebih memilih diam karena ogah ribut—atau karena merasa tak ada gunanya melawan berhubung tak punya pendamping.