“Yang baru saja kita makan tadi.”
“Rendang?”
“Bukan. Dagingnya.”
Sara manggut-manggut. “Kau punya perusahaan importir daging? Distributor? Pabrik pengolahan daging?”
Toni tak langsung menjawab. Ia menjangkau dua piring puding. Satunya ia berikan pada Sara.
“Jadi ada sebuah klub eksklusif dan rahasia bernama The Supper Club. Mereka ada di seluruh negeri ini, di setiap kota. Dalam beberapa waktu tertentu, mereka selalu berkumpul untuk mengadakan perjamuan. Dan untuk mereka, hanya aku yang bisa menyediakan dagingnya. Hanya aku. Maka tak aneh aku cukup berduit, kalau tak mau dikatakan sebagai multimiliuner. Untuk setiap pesanan, mereka membayarku antara 100 juta hingga 2 em. Sementara dalam seminggu, aku bisa menerima hingga tiga atau empat order. Bisnis ini bagus buatku karena belum ada kompetitor.”
Sambil menyantap puding, alis Sara berkernyit. “Memang daging apa harga orderannya semahal itu? Sapi New Zealand? Burung kasuari? Cenderawasih?”
Toni menghabiskan pudingnya. Ia letakkan piring kosong ke meja, lalu mengambil tisu untuk menyeka bibirnya.
“Bukan daging apa, tapi siapa.”
Sara terpaku. “Hah!?”
Toni menatap lurus gadisnya itu. “Dan ini sekaligus ujian cintamu padaku—apakah kau masih tetap ingin bersamaku sesudah tahu apa sebenarnya pekerjaanku. Sejauh yang bisa kuingat, ini adalah untuk keduapuluh atau duapuluh satu kali. Tak pernah ada yang berhasil. Untukmu, aku sungguh ingin kamu bertahan,” Toni menggenggam tangan Sara. “Aku sangat tergila-gila padamu. Aku tak mau kamu hilang.”