Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini (2024) telah menerbitkan 46 judul buku, 22 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Buku terbaru "Tangguh: Anak Transmigran jadi Profesor di Amerika", diterbitkan Tatakata Grafika, yang merupakan biografi Peter Suwarno, associate professor di School of International Letters and Cultures di Arizone State University, Amerika Serikat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyoal Fiksi Diri Sendiri

27 April 2016   11:45 Diperbarui: 27 April 2016   20:03 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena fiksi adalah soal eksplorasi dan imajinasi, maka pada suatu titik, seorang pengarang harus bisa membebaskan diri dari segala sesuatu yang berkorelasi dengan dirinya. Menulis fiksi yang bernuansa diri sendiri dapat diambil sebagai jenjang awal menapaki dunia satu ini. Tak ubahnya anak remaja yang mulai belajar naik motor dengan berkendara di jalanan aman di sekitar rumah tinggalnya.

Setelah mahir menguasai berbagai jenis motor berbeda dan bahkan bisa juga mengemudikan mobil, apakah ruas jalan yang dilaluinya masih di seputar RT 3, RT 4, Gang Kencana, dan Jalan Flamboyan II, hingga belasan tahun kemudian? Tentu tidak. Pasti akan perlu juga keluar ke Jalan Pemuda, Jalan Pahlawan, atau Jalan MT Haryono hingga alun-alun pusat kota yang krodit.

Penulis fiksi pun selayaknya begitu. Setelah usai menghadirkan unsur-unsur kedirian dalam beberapa karya awal, tingkat berikut yang lebih tinggi adalah menulis berdasar imajinasi. Lalu bisa seperti Dan Brown, yang bukan ilmuwan simbolog namun menghadirkan dunia simbologi. Atau seperti Seno Gumira Ajidarma, yang bukan sejarawan namun sanggup menulis detail tentang cara pengolahan daun rontal sebagai alat tulis orang Jawa pada abad ke-10 Masehi dalam cersil Nagabumi.

Lalu pengarang yang seorang jurnalis bisa menulis tokoh yang seorang dokter. Seorang penulis yang bekerja sebagai PNS menghadirkan dunia kepolisian di cerpennya. Atau seorang novelis yang praktisi sangkal putung bisa menulis cerita fantasi tentang makhluk-makhluk Animean dari Pulau Arkhngtad Sturdumz.

Dalam perjalanan menuju proses itu, ia pasti memerlukan dua hal: imajinasi dan ekspansi. Ekspansi apa? Wawasan pengetahuan. Penulis yang jurnalis akan terpaksa belajar serba sedikit tentang ilmu kedokteran dan dunia kerja para dokter. Either dia riset, interviu teman-temannya yang bekerja sebagai dokter, atau minta dikenalin kalau ada yang kenal sama dokter.

Hasilnya adalah peningkatan level, macam karakter di video gameyang baru saja mencapai kenaikan tingkat experience, combat skill, dan manna spell. Dan jika dalam beberapa novel berikut ia terus menghadirkan jagat beda-beda, maka setelah beberapa novel, akan wajar kalau ia selalu menang di game-game asah otak seperti QuizUp atau Duel Otak!

Sebenarnya, dari kelima unsur pembentuk fiksi, ada dua yang justru sangat ditekankan untuk terus-menerus menampilkan segala sesuatu yang berkaitan dengan diri kita, yaitu gaya dan latar tempat. Gaya sudah pasti. Itu membentuk ciri khas yang memunculkan diferensiasi produk. Tak usah lihat videoklip, misalnya, orang sudah langsung bisa mengenali vokal Raisa karena sangat khas.

Yang kedua, latar tempat, malah akan sangat baik bila digunakan untuk menyuguhkan apa yang ada pada diri sang pengarang. Kota atau kabupaten tempat tinggalnya, hingga ke tingkat kelurahan, desa, kampung, atau kompleks perumahan. Efek realisme menjadi alasan utama hal ini.

Alasan berikutnya yang tak kalah penting adalah soal promosi sebagai tempat pelancongan. Andrea Hirata melakukannya dengan sangat baik. Gara-gara tampilan realis Belitong di Laskar Pelangi, orang jadi ingin datang berbondong-bondong ke sana. Padahal sebelum itu, tahu letaknya di peta saja tidak.

Maka yang terpenting adalah memilah—di teritori mana kita harus berhenti menghadirkan diri sendiri, dan di segi yang mana justru kita harus mempertahankannya. Sayang yang mayoritas terjadi justru sebaliknya. Karakter utama yang ditampilkan masih berbau sang pengarang—dalam cerita yang berlatar di Toronto, Newcastle-upon-Tyne, atau Ibiza...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun